CARI Infonet

 Forgot password?
 Register

ADVERTISEMENT

Author: bintang

Langit Kian Kelabu

 Close [Copy link]
Post time 22-10-2009 04:44 PM | Show all posts
herb rasa nak marah bintang la.  awat buat cite mcm ni?  angin aja rasanya
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


 Author| Post time 22-10-2009 08:05 PM | Show all posts
herb rasa nak marah bintang la.  awat buat cite mcm ni?  angin aja rasanya
produkherba Post at 22-10-2009 16:44


Ala jangan ar marah

Bintang pun hangen gak menulis citer ni..
Reply

Use magic Report

Post time 23-10-2009 09:25 AM | Show all posts
bintang bintang bintang
Reply

Use magic Report

Post time 23-10-2009 12:15 PM | Show all posts
Ala jangan ar marah

Bintang pun hangen gak menulis citer ni..
bintang Post at 22-10-2009 20:05


pulak....
Reply

Use magic Report

Post time 23-10-2009 12:37 PM | Show all posts
alamak, tuan rumah dah hangen camne nie...
mesti lambat n3nya...
Reply

Use magic Report

Post time 23-10-2009 04:06 PM | Show all posts
bintang..oh bintang... bintang...sambung ek
Reply

Use magic Report

Follow Us
 Author| Post time 23-10-2009 04:16 PM | Show all posts
BAB VI



"Oncall lagi Id,?"      tegur Adi hairan.    "Rasanya baru tiga hari yang lalu.  Bosan di rumah ya?  Bosan melihat isteri?"

Idham cuma tersenyum.  Dia memang sedang mencari kesibukan.  Apalagi malam ini malam selasa.  Biasanya, Darwina datang ke kliniknya malam ini.  Idham sengaja tidak ingin bertemu.  Kerana itu dia tukar tempat dengan temannya.  Biar Rasyid kegirangan setengah mati malam ini.  Bayangkan.  Idham minta tukar oncall.  Dia rela oncall malam ini.  Asal Rasyid menggantikan di kliniknya dan klinik Doktor Syamil!   Amboi,  seperti menukarkan sepuluh ringgit dengan sepuluh dolar AS.  Benar-benar perbuatan orang sakit!


"Ada pesakit gedik datang malam ini ya, Id?"   goda Rasyid dengan kegembiraan yang meluap.    "Atau ada yang kau duga AIDS?"  

"Semuanya bukan seperti sangkaanmu."    Idham tersenyum masam.    "Lihat saja nanti. Taruhan..  minggu depan, kamu pasti mengemis-ngemis pada aku minta tukar lagi!"


Tetapi esoknya, Rasyid tidak memberi apa apa komen.  Idham jadi benar-benar tertanya.  Tidak datangkah pesakit istimewanya?


"Bagaimana?"   Desak Idham tak sabar.

"Bagaimana apanya?"    Rasyid menggerutu dengan muka masam.   "Semua pesakit kau pulang setelah melihat jerawat batu di muka aku! Barangkali  aku ini hantu!"

Mau tidak mau Idham tersenyum kelucuan.    "Bagaimana dengan pesakit Doktor Syamil?"  

"Cuma yang perlu surat untuk masuk hospital saja yang menemui aku ."

“Tidak ada yang istimewa?"

"Tentu saja ada!"

"Cantik?”

"Wah, luar biasa..!

"Kamu pasti terpikat... mulus kan?"

"Apanya?"

“Tentu saja tubuhnya! Apanya lagi?"

"Cuma kepalanya saja yang mulus! Gondol!"

"hah?'

"Kepalanya penuh kudisl Terpaksa dibotakkan oleh ibunya."

"Hah..? Perempuan, kan?"

"Memangnya kenapa kalau perempuan?"

"Laa... kenapa botak? Umur berapa?"

"Empat tahun."

Tawa Idham meledak tak tertahankan lagi. Rasyid juga terpaksa ikut tersenyum. Walaupun senyumnya pahit seperti kopi tanpa gula.

"Mau tukar lagi minggu depan?"

"Tidak usah ah. Lain kali saja. Takut si gondol datang lagi... hahaa..”


Idham sendiri merasa hairan.  Lama-kelamaan dia semakin tidak dapat memahami dirinya sendiri.  Dia tidak mau bertemu lagi dengan Darwina, kerana itu dia menghindar.  Tidak mahu bertugas di klinik Doktor Syamil pada malam selasa.  Untuk itu dia tukar tempat dengan Rasyid.  Tetapi... mengapa ketika dia terpaksa juga ke klinik malam ini setelah sia-sia memujuk Rasyid untuk menggantikannya, dadanya malah berdebar-debar menunggu munculnya perempuan itu?  Apa sebenarnya yang dikehendakinya?  Mengapa dia jadi ambivalen begini? Dia tidak mau menyeleweng. Tidak mau mengkhianati isterinya.  Kerana khuatir tergoda, dia cuba menghindar.  Tetapi rupanya ada sisi lain dari dirinya yang tidak dikenalnya. Yang mendorong matanya untuk cepat-cepat melintas ke pintu setiap kali seorang pesakit melangkah masuk.
Reply

Use magic Report

 Author| Post time 23-10-2009 04:17 PM | Show all posts
Herb, shah... gurau jek...
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


 Author| Post time 23-10-2009 04:18 PM | Show all posts
bintang..oh bintang... bintang...sambung ek
lyza2474 Post at 23-10-2009 16:06


TQ lyza turut membacanya
Reply

Use magic Report

Post time 23-10-2009 04:37 PM | Show all posts
Herb, shah... gurau jek...
bintang Post at 23-10-2009 16:17

x kisahlah...pape kalu free letak n3 lagi k...
nak tgk gak camne lelaki x dugaan ke x...
Reply

Use magic Report

 Author| Post time 23-10-2009 04:41 PM | Show all posts
"Puan Darwina sudah lama tidak muncul ya, Doktor?"  

Kurang ajar.  Seperti dapat meneka fikiran Idham,  Jururawat Diah terus menembak tepat ke sasaran membuat panas wajah Idham.

"Minggu lalu tidak datang?"    tanya Idham pura-pura, acuh tak acuh tidak berani mengangkat mukanya membalas tatapan jururawatnya.

Jururawat Diah menggeleng.     "Barangkali sudah sembuh ya, Doktor,"    katanya memancing perhatian Idham.      "Sudah hampir pukul sebelas. Boleh ditutup, Doktor?"  


Ces, maki Idham dalam hati.  Dia tahu aku sedang menunggu siapa.  Tentu saja Jururawat Diah tahu.  Tidak sukar menduga perasaan seseorang seperti Idham.  Wajahnya yang polos keanak-anakan ibarat buku yang terbuka.  Setiap orang dapat membaca isinya. Biasanya belum pukul sepuluh saja dia sudah menyuruh Jururawat Diah menutup klinik.  Tetapi hari ini, sampai pukul sebelas dia masih diam saja.  Padahal sudah hampir sejam tidak ada lagi pesakit yang datang.  Lalu, tunggu apa lagi?  

Tetapi Idham belum sempat menjawab.  Ada suara kenderaan berhenti di halaman.  Kemudian suara pintu kereta yang terbuka dan tertutup kembali.

"Cuba lihat.  Barangkali pesakit,"     kata Idham dengan perasaan lega, bukan kerana dia mengharapkan kedatangan seorang pesakit, tapi kerana dapat lolos dari tekanan psikologi jururawattnya.  Matanya itu!  Aduh!  Terlalu cerdik.  Dapat meneka kalau dibiarkan menatap lebih lama lagi.... Jururawat Diah tidak perlu menunggu lama.  Dua detik setelah terdengar langkah-langkah sepatu yang menginjak lantai simen seorang laki-laki muncul di ambang pintu.

"Doktor masih ada, nurse?"

"Masuk saja,"    aju Idham sebelum jururawat Diah sempat menjawab.

"Oh, maaf, Doktor."    Laki-laki itu memandang Idham dengan perasaan lega bercampur malu.

"Saya ingat sudah balik."

"Ada apa?"

"Mau minta tolong, Doktor."

Asal jangan minta sumbangan saja,  gerutu Idham dalam hati.  Yang model begini memang belum pernah muncul.  Tetapi bukan bererti dia tidak termasuk segolongan penipu yang sering meminta derma dan namakan institusi tertentu guna mendapatkan wang, dan biasanya datang tanpa naik kereta.  Tapi tadi jelas sekali Idham mendengar bunyi enjin kereta.

"Saya pemandu Puan Darwina, Doktor."  

Hampir berhenti detak jantung Idham.  Susah payah dia menjaga agar matanya tidak melirik ke pintu.  Untuk melihat reaksi Jururawat Diah.

"Ya, ada apa?"     tanya Idham dengan nada seformal mungkin.  Dikosongkannya tatapannya.  Didatarkannya airmukanya.

"Puan minta tolong agar Doktor datang ke rumah."

"Sekarang?"  Idham mengerutkan dahinya.  Dilihatnya jam tangannya.  Sungguh bukan waktu yang tepat....  

"Sekejap tadi Puan pengsan, Doktor."

Pengsan. Untuk kedua kalinya nafas Idham tertahan sesal  Mengapa sampai pengsan?  Terukkah keadaannya?

"Siapkan beg saya, Diah,"      perintah Idham tegas kepada jururawatnya.  Tidak sempat berpura-pura lag     "Kita tengok Puan Darwina."
Reply

Use magic Report

Post time 24-10-2009 09:46 AM | Show all posts
ish! x sabo nak tunggu n3 lagi...
Reply

Use magic Report

 Author| Post time 24-10-2009 11:09 AM | Show all posts
Rumah itu bukan main besarnya.  Dua tingkat di tengah-tengah tanah yang luas.  Di setiap sudutnya menyala terang sebuah lampu menyuluh.  Pintu pagar terbuka secara automatik.  Pagar tembok putih setinggi dua meter memisahkan rumah itu dari rumah-rumah di sekitarnya yang jaraknya cukup berjauhan.  Rumah itu memang terletak di sebuah kawasan perumahan yang masih sepi.  Letaknya juga agak jauh di pinggiran kota.  Sehingga kesan terasing amat kuat menerpa perasaan Idham.  Lebih lagi bila melihat halaman yang sangat luas itu penuh ditumbuhi pohon-pohon dan tanaman yang amat rimbun.  Setelah kereta berhenti di depan pintu, seorang pembantu wanita serta merta membuka pintu itu.   Seolah-olah dia memang sudah lama menanti di sana.


"Tolong hantarkan Doktor ke dalam, Sum,"     kata pemandu tadi kepadanya setelah membukakan pintu untuk Idham.  Idham turun dari kereta diikuti oleh Jururawat Diah yang menjinjing beg berisi perkakas perubatan.  Seketika Idham tegak di teras berlantai marmar hijau muda itu sambil melayangkan tatapan ke sekitamya.  Di tengah-tengah halaman yang luas itu, air pancut memuntahkan airnya ke sebuah kolam yang mengelilinginya.  Gemericik suara airnya membiaskan perasaan gelisah di hati Idham.


"Silakan, Doktor."     Si pembantu menyilakan Idham sambil melebarkan pintu.  Idham mendahului melangkah masuk.  Jururawat Diah mengikutinya dari belakang. Melangkah dengan sangat berhati-hati agar sepatunya yang licin dan bertumit itu tidak tergelincir menginjak lantai marmar  yang berkilauan di bawah kakinya.


"Ke sini, Doktor."    Setelah menutup pintu, pembantu itu bergegas melewati mereka dan melangkah cepat-cepat menunjukkan jalan. Bukan main, desah Idham dalam hati.  Kalau dia tidak menunjukkan jalan, tidak mungkin aku sampai ke bilik majikannya!  Entah berapa jumlah ruangan dalam rumah ini!  Hampir semua ruangan yang mereka lewati gelap dan sunyi.  Hanya satu-dua lampu tembok menyala redup di sana sini.  Tetapi di bawah sinar yang suram itu pun, Idham masih dapat menyaksikan kemewahan yang bertebaran di sekelilingnya.  Perabut antik, arca, cermin yang besar. Lampu kristal....  Wah,  entah sekaya apa suaminya, fikir Idham dengan kecemburuan yang tiba-tiba menggigit.  Rumahnya saja seperti istana!


Setelah mendaki tangga setengah melingkar berpermaidani merah tua, mereka tiba di ruang atas.  Melewati sebuah ruangan seperti galeri kaca mereka berhenti di depan sebuah pintu berukir.  Perlahan seolah khuatir meledak, pembantu itu mengetuk pintu.  Dan membukanya setelah menunggu sejenak.  Setelah kedua belah pintu itu membuka sekaligus,  Idham mengedipkan matanya kerana silau.  Sebuah lampu kristal besar yang tergantung di tengah ruangan yang luas itu menebarkan sinar dengan anggunnya.  Dan di seberang sana, terbenam di atas sebuah sofa yang besar dan mewah...  Puan Darwina...  perempuan cantik yang mengacau bilaukan fikiran Idham.... Wajahnya pucat dan lesu.

Setelah pintu terbuka, dia mengangkat kepalanya. Dan tatapannya yang sayu bertemu dengan tatapan Idham.  Serentak Idham merasa aliran listrik itu menyengat lagi.  Menggoncang jantungnya dengan sentakan yang maha kuat.
Reply

Use magic Report

Post time 24-10-2009 11:20 AM | Show all posts
best...
Reply

Use magic Report

 Author| Post time 24-10-2009 11:44 AM | Show all posts
"Selamat malam, Doktor,"   suaranya demikian lemah.  Tapi mengapa terdengar begitu merdu merayu di telinga Idham?    "Terimakasih Doktor mau datang...."  

"Ada apa?"   Cuma kata-kata itu yang dapat diucapkan Idham.  Kerana cuma dua patah kata itu yang masih ada di otaknya saat ini

"Tadi saya pengsan, Doktor...."


Idham ragu apakah benar dia mendengar kemanjaan berlagu dalam suara wanita itu.  Dia tidak sempat mengkajinya lebih lama lagi. Dia harus melangkah menghampiri. Dan sambil melangkah, Idham memandang ke sekelilingnya.  Untuk memastikan tak ada orang lain dalam ruangan itu yang perlu disapanya.


"Ketika saya menuruni tangga tadi, kepala saya mendadak pening.  Semuanya terasa berputar.  Sesaat sebelum pengsan, saya tiba tiba merasa sangat ketakutan.  Saya berteriak minta panggilkan Doktor Idham...."

"Puan jatuh ke bawah tangga?"  

"Saya masih sempat berpegang pada tangga.  Mungkin saya jatuh terduduk.  Saya tidak ingat lagi."

"Ada bahagian badan puan yang terasa sakit?"

"Semuanya terasa sakit. Kepala. Tangan. Kaki. Pinggul...."

"Ada yang luka?"

Darwina menggeleng. Ketika dia menggeleng, rambutnya yang indah terayun ke kanan dan ke kiri.  Menebarkan keharuman yang samar-samar menyentuh hujung saraf hidu di hidung Idham, membuat dadanya kembali berdebar aneh.  Ganjil.  Tapi nikmat.  Asing.  Tapi hangat.  Sungguh.  Sudah lama dia tidak merasakan sensasi seperti ini lagi.  Sejak Rita jadi isterinya....


"Sering mendapat serangan seperti ini?"   tanya Idham  lagi.  Dia ingin terus bertanya.  Ingin terus menyibukkan diri. Untuk menggebah fikiran fikiran sesat dari kepalanya.  Dan supaya dia tidak nampak bengong seperti orang hilang ingatan.

"Belum pernah...."


Sekarang mata yang indah itu,  mata yang bulat dan bening seperti dua butir guli berwarna cokelat muda, menatap Idham dengan sorot mata ketakutan.


"Benarkah ada tumor di otak saya, Doktor?"  

"Tumor?''  

"Saya pemah baca..."

"Ah, jangan menakut-nakuti diri sendiri. Mana hasil pemeriksaan yang saya minta dulu?  Mengapa tidak pernah datang ke klinik lagi?" .

"Maaf, Doktor...."     Untuk pertama kalinya Darwina menurunkan kelopak matanya.  Kepalanya lalu tertunduk.  Dan entah mengapa, walaupun dia sedang tertunduk, walaupun Idham tidak dapat melihat matanya yang tersembunyi di balik bulu matanya yang panjang dan lentik,  dia sudah dapat merasakan jawapan dari pertanyaannya sendiri.  Dia mengerti mengapa Darwina tidak mau datang lagi. Dia mengerti.  Alasan yang sama dengan keengganannya menggantikan di klinik Doktor Syamil minggu lalu....   Tetapi kalau dia tidak ingin mereka bertemu lagi, untuk apa memanggilnya?  Dia boleh menyuruh pemandunya memanggil doktor lain.... Dan... mengapa pemandunya?  Di mana suaminya?

"Stetoskop, Diah,"     kata Idham kepada Jururawat Diah tanpa menoleh.  Jururawat Diah yang masih mematung di depan pintu, terus bergerak seperti robot yang baru dihidupkan aliran listriknya.  Bergegas dia meletakkan beg hitam Doktor Idham di atas meja. Mengeluarkan stetoskop dan peralatan lain. Lalu melangkah menghampiri Darwina.

"Ukur tekanan darahnya dulu... ya, Puan,"     katanya lembut.     "Lengan bajunya digulung sedikit, ya...."  

"Jadi Puan belum melakukan pemeriksaan yang saya minta itu,"      kata Idham sambil meneliti kad laporan perubatan Darwina.    "Padahal sudah dua minggu berlalu."

"Maafkan saya, Doktor...."

"Selama ini apakah peningnya berkurang?"

"Cuma kalau minum ubat, Doktor."

"Bererti tidak ada perubahan. Berapa BPnya, Diah?"

"160/80, Doktor."

"Bererti ada kenaikan dibandingkan pemeriksaan terakhir.  Puan baru bertengkar dengan suami?  Memarahi anak-anak barangkali?"

Sekali lagi Darwina menurunkan kelopak matanya.       "Saya belum ada anak, Doktor,"      sahutnya lirih.

"Di mana suami Puan?"      Idham melontarkan pertanyaan yang telah lama memberati lidahnya.      "Saya tidak melihatnya sejak tadi."

"Ke luar negeri, Doktor."

"Jadi Puan sendirian di rumah ini?"

"Hanya bersama pembantu, Doktor."

Idham tertegun sejenak.. "Mungkin Puan selalu merasa ketakutan tinggal seorang diri di rumah sebesar ini?"
Reply

Use magic Report

Post time 24-10-2009 12:31 PM | Show all posts
..tq bintang :pompom::pompom::pompom:
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


 Author| Post time 25-10-2009 10:06 AM | Show all posts
Darwina menggeleng.      "Saya hanya merasa takut waktu nak pengsan tadi."

"Mengapa tidak ikut suami Puan ke luar negeri?  Mungkin perubahan suasana dapat menyegarkan fikiran Puan."

"Doktor masih menganggap penyakit saya ini kerana stres?"

"Orang seperti Puan lebih berkemungkinan mengidap stres."

"Kerana saya tinggal seorang diri di rumah sebesar ini?"    Mata Darwina menyala sekejap.     "Atau karena saya belum ada anak?"  

"Kalau saya mengetahui semua problem Puan, barangkali saya dapat membimbing Puan ke arah peyembuhan yang lebih cepat.  Tetapi sebelumnya, saya tetap menginginkan Puan menjalani pemeriksaan pemeriksaan yang saya minta itu."

Darwina menatap Idham sekejap.  Seolah-olah dia sedang menilai apakah dia dapat mempercayai doktor yang satu ini.

"Sekarang saya ingin memeriksa Puan,"    kata Idham sambil mengambil lampu picit dan stetoskopnya,     "Di mana sebaiknya saya memeriksa Puan?"  

"Silakan ke bilik saya, Doktor."     Darwina bergerak bangkit dari kerusinya.


Begitu cepatnya sehingga Jururawat Diah yang masih tegak berdekatan dengan Darwina pun tidak sempat menangkap ketika tubuhnya terhuyung jatuh kembali ke kerusi.  Cepat sekali Idham sudah mengulurkan tangannya.  Tetapi segera ditariknya kembali.  Dibiarkannya Jururawat Diah yang menolong Darwina bangkit dari kerusinya.  Tetapi ketika Jururawat Diah yang kecil mungil itu tidak mampu menahan berat badan Darwina yang dua puluh sentimeter lebih tinggi, terpaksa Idham mengulurkan tangannya.  Hanya supaya Darwina tidak jatuh ke kerusi untuk kedua kalinya.  Dan kali ini, bersama Jururawat Diah yang sudah terhuyung kerana tidak mampu menyangga tubuh pesakitnnya, dia memapah Darwina yang sedang tertatih-tatih melangkah.


"Hati-hati,"    gumam Idham, sekadar mententeramkan denyut jantungnya yang melompat-lompat tidak keruan.  Sebelah tangan perempuan itu berada dalam genggamannya.  Dingin. Basah berpeluh.  Sementara  tangan yang lain dibimbing oleh Jururawat Diah. Sedingin ini jugakah tangan yang berada dalam genggaman pesakit itu?


Tangan Darwina begitu halus. Begitu lembut.  Begitu pasrah dalam genggamannya.  Tak sedar Idham menggenggam tangan itu lebih erat. Seakan-akan ingin menyalurkan kehangatan tubuhnya ke tangan yang dingin itu.  Ingin memberikan ketabahannya ke hati wanita yang sedang tergoncang itu.  Ingin menjaga dan melindungi wanita yang sedang melangkah dengan terhuyung itu....   Idham terasa tidak ingin melepaskan tangan dalam genggamannya itu ketika mereka telah tiba di kamar tidur Darwina.  Dan hairan, ketika memandang mata Darwina yang telah terbaring di atas tempat tidurnya itu, Idham merasa wanita itu juga mempunyai perasaan yang sama.  Dalam suasana kamar yang sepi dan sejuk, separuh gelap kerana lampu besar belum dinyalakan, tiba-tiba saja mereka merasa dekat.  Amat dekat.  Belum pemah sedekat ini...    Lebih-lebih ketika Jururawat Diah meninggalkan mereka sekejap untuk mengambil beg doktor yang tertinggal di ruang duduk.  Tak ada yang mereka ucapkan dalam saat yang menegangkan itu.  Idham seperti kehilangan semua, perbendaharaan kata-katanya.
Reply

Use magic Report

 Author| Post time 25-10-2009 11:19 AM | Show all posts
Darwina pun kehilangan ghairahnya untuk berbicara.  Bahkan peningnya pun seolah-olah menyingkir sejenak.  Dia tidak tahu apa keistimewaan doktor yang satu ini.  Tubuhnya memang lumayan tinggi.  Wajahnya pun boleh tahan.  Tetapi kalau cuma itu modalnya, tidak mungkin Darwina tertarik.  Dia sudah memiliki seorang lelaki yang terbaik.  Yang tidak mungkin diungguli oleh seorang doktor seperti Idham.  Jadi apa sebenarnya daya tarikan lelaki ini?  Air mukanya yang polos kekanak-kanakan itu?  Yang menyiratkan kejujuran yang tidak mungkin ditemuinya dalam diri Dahri?  Atau adakah kesederhanaan penampilannya, sesuatu yang telah lama dilupakannya sejak dia bergaul dengan Dahri yang selalu menyiraminya dengan kemewahan?  Dia berpaling pada kesederhanaan setelah semua kemewahan ini telah mulai memualkannya?  Itukah yang membuat dia tertarik pada Doktor Idham?  Atau... cuma profesionnya sebagai doktor, inikah yang membuat Darwina merasa tergantung dan terlindungi bila berada di sisinya?  Pada saat dia merasa begini terseksa sedikit demi sedikit oleh penyakit, pada saat dia merasa ketakutan kerana tidak tahu sakit apa,  di hadapannya berdiri seorang doktor yang kelihatannya sangat memperhatikan dirinya...  cuma pada saat dia sedang merasa hampa kerana merasa ditinggalkan....  


Idham masih tertegun di depan tempat tidur yang besar itu.  Tempat tidur yang nyaman dengan warna lembut yang mengundang.... Di atasnya,  berbaring wanita itu.  Wanita yang selalu dibayangkannya.  Yang selalu terasa berada dekat dengannya.  Yang pernah ditidurinya walaupun cuma dalam angan-angan....  Kini wanita itu sedang menatapnya.  Dengan tatapan yang tiba-tiba saja membuat Idham mengerti mengapa dia menyuruh pemandunya memanggil Idham, bukan doktor lain....  Tatapannya yang membuat hati Idham berdebar dalam kenikmatan sekaligus dalam ketakutan....  


"Tolong nyalakan lampunya... Diah,"      pinta Idham kepada Jururawat Diah yang baru saja muncul di ambang pintu yang terbuka lebar.


Dawina memejamkan matanya ketika lampu menyala terang.  Bukan karena silau.  Tetapi kerana takut.  Takut matanya mengkhianati dirinya.  Idham tegak begitu dekat.  Tidak dapatkah Idham melihat ke dalam matanya dan membaca isi hatinya?  Doktor ini kelihatan masih muda.  Pun demikian Darwina merasakan mungkin dia sudah punya isteri.  Darwina tidak ingin merosak rumahtangga doktor yang baik ini.  Bukan begitu caranya membalas kebaikan seseorang.  Tetapi... bagaimanakah mengusir pesona yang semakin nanar semakin mengusik ini?


Idham memeriksanya dengan sangat hati-hati, dan sangat sopan.  Idham sesungguhnya tidak melihat apa yang dilihatnya.  Dia sengaja membutakan matanya.  Dia sengaja menyuruh jururawatnya berdiri sedekat-dekatnya dengan pasakitnya


"Tidak apa-apa,"    kata Idham selesai memeriksa.  Disekanya peluh yang membanjiri wajah dan lehernya.    "Saya akan meninggalkan dua jenis ubat untuk Puan, supaya Puan dapat tidur nyenyak malam ini.  Esok Puan pasti akan merasa lebih segar.  Dan kalau sudah merasa agak baik, jangan lupa melakukan pemeriksaan yang saya anjurkan  itu.  Supaya saya dapat memberi ubat yang lebih tepat."


Idham harus menghantarkan Jururawat Diah pulang dulu ke rumahnya.  Dia tak sampai hati membiarkan jururawatnya itu pulang seorang diri dengan kenderaan awam seperti biasanya.  Akibatnya, hampir setengah satu malam Idham baru tiba di rumahnya sendiri. Rita sudah tidur ketika Idham pulang.  Bibik yang membukakan pintu.  Tetapi Idham tahu, Rita terjaga ketika dia masuk ke kamar.  Atau... dia memang hanya pura-pura tidur?

Sebenarnya Rita juga merasa gelisah kerana Idham pulang selarut ini.... Dia juga menunggu Idham, tetapi tidak ingin memperlihatkannya.  Sampai keesokan paginya pun Rita tidak bertanya mengapa Idham pulang lambat. Sikapnya malah membuat Idham semakin terseksa.  Mengapa Rita tidak bertanya supaya dia dapat menjelaskan semuanya?  Dia tidak melakukan sesuatu yang salah. Dia hanya menolong seorang pesakit....
Reply

Use magic Report

 Author| Post time 25-10-2009 11:55 AM | Show all posts
"Tadi malam ada pesakit sakit teruk..."    Baru saja Idham membuka mulutnya, Rita telah memotong dengan dingin.

"Rita tahu,"     katanya sambil meletakkan cangkir kopinya dengan cukup keras di atas piring alasnya.     "Abang kena ke hospital. Mengantarnya dan menunggunya sampai meninggal."

"Dia belum meninggal!"    sergah Idham kesal.    "Dan abang tidak mengantarkannya ke hospital! Mengapa Rita begitu mengesyaki abang?"  

"Dan mengapa begitu lama abang memeriksa pesakit kalau tidak harus ke hospital?"

“Abang dipanggil ke rumahnya."

“Oh..”     Rani tersenyum sinis.  Tidak enak sekali memandang senyumnya.  Menyesal Idham terlanjur melihatnya.  Sungguh menyakitkan..

"Dia pesakit lama abang.”

"Pasti seorang wanita."  

"Apa bezanya kalau wanita?"    geram Idham mulai panas.

"Pasti cantik."

"Apa bezanya?  Abang tidak pernah membezakan pesakit”

"Kalau begitu mengapa dia dibezakan?"

"Dibezakan bagaimana?"

"Mengapa yang lain boleh datang ke klinik abang, dia tidak?"

"Kerana dia tidak boleh!  Dia pengsan!"

"Dan dia dibantu ke klinik abang?  Mengapa bukan ke hospital?"

"Mengapa Rita bertanya abang seperti ini?"

"Tak bolehkah Rita bertanya seperti ini?"

"Tentu saja tidak! Rita seperti sedang menuduh suami sendiri!"

"Kalau abang balik tengah malam, tak wajarkah Rita menuduhnya?”

“Tapi abang tidak berbuat apa-apa yang salah”

“Suamiku menyeleweng dengan pesakitnya!”

'‘Diah ada bersama abang!”

"Sikap abang yang mencurigakan!'’

"Kenapa dengan sikap abang?".

"Soalnya abang tidak boleh membohongi Rita! Abang tidak boleh bersandiwara di depan isteri yang telah lapan tahun mengenali abang!"  

Idham menatap Rita dengan tatapan tidak percaya.     "Rita... menuduh abang... menyeleweng?"

"Fikir saja sendiri,"     sahut Rani dingin.      "Abang sendiri lebih tahu! Mengapa mesti tanya Rita lagi?"     Dengan keras Rita bangkit meninggalkan meja makan. Meninggalkan suaminya terbenam dalam kejengkelan.

Akhirnya aku merasakan juga dicemburui isteri, fikir Idham tanpa perasaan senang secuil pun.  Betapa tidak enaknya dicemburui!  Betapa tidak nyamannya di dalam perasaan begini!
Reply

Use magic Report

Post time 25-10-2009 10:33 PM | Show all posts
Post Last Edit by lyza2474 at 25-10-2009 22:34

...hah bru idham tau... susahyer klu bini dah cemburu...
papepun..citer ni semakin panazzzzzzzzzzz....
Reply

Use magic Report

You have to log in before you can reply Login | Register

Points Rules

 

ADVERTISEMENT



 

ADVERTISEMENT


 


ADVERTISEMENT
Follow Us

ADVERTISEMENT


Mobile|Archiver|Mobile*default|About Us|CariDotMy

21-5-2024 03:06 AM GMT+8 , Processed in 0.359308 second(s), 42 queries .

Powered by Discuz! X3.4

Copyright © 2001-2021, Tencent Cloud.

Quick Reply To Top Return to the list