|
Originally posted by saifulms at 2005-7-29 12:31 PM:
Sufi yang masyhur dalam sejarah tasawuf dengan pengalaman
cinta adalah seorang wanita bernama Rabi'ah al-'Adawiah
(713-801 M) di Basrah. Cintanya yang dalam kepada Tuhan
memalingkannya dari s ...
Pada artikel pertama mmg ada yg bathil penerangan berkenaan dgn sufisme ni tapi artikel2 seterusnya pada mawar tak ada salahnya sbb mawar dah biasa baca artikel2 mcm tu dan dari apa yg mawar belajar dari guru mawar.
Mawar akan ikuti seterusnya cuma jgn kesimpulannya spt artikel pertama tu udah...mmg tak betul langsung....dan last2 jangan awk merosakkan apa erti sufi yg sebenarnya. |
|
|
|
|
|
|
|
Originally posted by sauber at 29-7-2005 12:32 PM:
Saudara pun ada mazhab jugak......Sekali pandang, kepelbagaian mazhab ni mencerminkan kepelbagaian ilmu dalam Islam. Tentang GAH, setakat pemerhatian saya, ayat-ayat yang berkaitan tasauf masih ...
ya. kalau kita mampu bermazhab lebih baik macam tu... Kalau tak, amalkan saja apa yang dah dipelajari, tapi jangan jadi seperti lalang, ikut telunjuk orang sampai tak pandai nak buat penilaian sendiri...
mintak sikit 'popcorn' tu....
Wassalam. |
|
|
|
|
|
|
|
Originally posted by Mawar Merah at 29-7-2005 05:17 PM:
Pada artikel pertama mmg ada yg bathil penerangan berkenaan dgn sufisme ni tapi artikel2 seterusnya pada mawar tak ada salahnya sbb mawar dah biasa baca artikel2 mcm tu dan dari apa yg mawar be ...
kalau macam tu, aku harap sdr/i Mawar dapat terus berada di sini sampai habis artikel yang nak aku tulis ni, sebab aku ada nak ajukan soalan kat awak. Setakat ni kita belum buat kesimpulan lagi.....
Wassalam. |
|
|
|
|
|
|
|
-----------
Tetapi sufi yang dapat menangkap cahaya ma'rifah dengan mata
hatinya akan dipenuhi kalbunya dengan rasa cinta yang
mendalam kepada Tuhan. Tidak menghairankan kalau sufi merasa
tidak puas dengan perhentian ma'rifah saja. Ia ingin berada
lebih dekat lagi dengan Tuhan. Ia ingin mengalami persatuan
dengan Tuhan, yang di dalam istilah tasawuf disebut ittihad.
....................
Pengalaman ittihad ini ditonjolkan oleh Abu Yazid antara
lain Bustami (w. 874 M). Ucapan-ucapan yang ditinggalkannya
menunjukkan bahwa untuk mencapai ittihad diperlukan usaha
yang keras dan waktu yang lama. Seseorang pernah bertanya
kepada Abu Yazid tentang perjuangannya untuk mencapai
ittihad. Ia menjawab, "Tiga tahun," sedang umurnya waktu itu
telah lebih dari tujuh puluh tahun. Ia ingin mengatakan
bahwa dalam usia tujuh puluh tahunlah ia baru sampai ke
perhentian ittihad.
Sebelum sampai ke ittihad, seorang sufi harus terlebih
dahulu mengalami fana' dan baqa'. Yang dimaksud dengan fana'
adalah hancur sedangkan baqa' berarti tinggal. Sesuatu
didalam diri sufi akan fana atau hancur dan sesuatu yang
lain akan baqa atau tinggal. Dalam istilah tasawuf
disebutkan, orang yang fana dari kejahatan akan baqa
(tinggal) ilmu dalam dirinya; orang yang fana dari maksiat
akan baqa (tinggal) takwa dalam dirinya. Dengan demikian,
yang tinggal dalam dirinya sifat-sifat yang baik. Sesuatu
hilang dari diri sufi dan sesuatu yang lain akan timbul
sebagai gantinya. Hilang kejahilan akan timbul ilmu. Hilang
sifat buruk akan timbul sifat baik. Hilang maksiat akan
timbul takwa.
Untuk sampai ke ittihad, sufi harus terlebih dahulu
mengalami al-fana' 'an al-nafs, dalam arti lafdzi kehancuran
jiwa. Yang dimaksud bukan hancurnya jiwa sufi menjadi tiada,
tapi kehancurannya akan menimbulkan kesadaran sufi terhadap
diri-Nya. Inilah yang disebut kaum sufi al-fana' 'an al-nafs
wa al-baqa, bi 'l-Lah, dengan arti kesadaran tentang diri
sendiri hancur dan timbullah kesadaran diri Tuhan. Di sini
terjadilah ittihad, persatuan atau 'menunggal' dengan Tuhan.
Mengenai fana', Abu Yazid mengatakan, "Aku mengetahui Tuhan
melalui diriku hingga aku hancur, kemudian aku
mengetahui-Nya melalui diri-Nya dan aku pun hidup". Sedangkan
mengenai fana dan baqa', ia mengungkapkan lagi, "Ia membuat
aku gila pada diriku hingga aku mati. Kemudian Ia membuat
aku gila kepada diri-Nya, dan akupun hidup." Lalu, diapun
berkata lagi, "Gila pada diriku adalah fana' dan gila pada
diri-Mu adalah baqa' (kelanjutan hidup)."
Dalam menjelaskan pengertian fana', al-Qusyairi menulis,
[clor=Blue]"Fananya seseorang dari dirinya dan dari makhluk lain
terjadi dengan hilangnya kesadaran tentang dirinya dan
makhluk lain. Sebenarnya dirinya tetap ada, demikian pula
makhluk lain, tetapi ia tak sadar lagi pada diri mereka dan
pada dirinya. Kesedaran sufi tentang dirinya dan makhluk
lain lenyap dan pergi ke dalam diri Tuhan dan terjadilah
ittihad."
Ketika sampai ke ambang pintu ittihad dari sufi keluar
ungkapan-ungkapan ganjil yang dalam istilah sufi disebut
syatahat (ucapan teopatis). Syatahat yang diucapkan Abu
Yazid, antara lain, sebagai berikut, "Manusia taubat dari
dosanya, tetapi aku tidak. Aku hanya mengucapkan, tiada
Tuhan selain Allah."
Abu Yazid taubat dengan lafadz syahadat demikian, karena
lafadz itu menggambarkan Tuhan masih jauh dari sufi dan
berada di belakang tabir. Abu Yazid ingin berada di hadirat
Tuhan, berhadapan langsung dengan Tuhan dan mengatakan
kepadaNya: Tiada Tuhan selain Engkau.
Dia juga mengucapkan, "Aku tidak hairan melihat cintaku
pada-Mu, karena aku hanyalah hamba yang hina. Tetapi aku
hairan melihat cinta-Mu padaku, karena Engkau adalah Raja
Maha Kuasa."
Kata-kata ini menggambarkan bahwa cinta mendalam Abu Yazid
telah dibalas Tuhan. Lalu, dia berkata lagi, "Aku tidak
meminta dari Tuhan kecuali Tuhan."
Seperti halnya Rabi'ah yang tidak meminta surga dari Tuhan
dan pula tidak meminta dijauhkan dari neraka dan yang
dikehendakinya hanyalah berada dekat dan bersatu dengan
Tuhan. Dalam mimpi ia (Abu Yazid) bertanya, "Apa jalannya untuk sampai
kepadaMu?"
Tuhan menjawab, "Tinggalkan dirimu dan datanglah." Akhirnya
Abu Yazid dengan meninggalkan dirinya mengalami fana, baqa'
dan ittihad.
Masalah ittihad, Abu Yazid menggambarkan dengan kata-kata
berikut ini, "Pada suatu ketika aku dinaikkan kehadirat
Tuhan dan Ia berkata, Abu Yazid, makhluk-Ku ingin melihat
engkau. Aku menjawab, kekasih-Ku, aku tak ingin melihat
mereka. Tetapi jika itu kehendak-Mu, aku tak berdaya
menentang-Mu. Hiasilah aku dengan keesaan-Mu, sehingga jika
makhluk-Mu melihat aku, mereka akan berkata, telah kami
lihat Engkau. Tetapi yang mereka lihat sebenarnya adalah
Engkau, karena ketika itu aku tak ada di sana."
Dialog antara Abu Yazid dengan Tuhan ini menggambarkan bahwa
ia dekat sekali dengan Tuhan. Godaan Tuhan untuk mengalihkan
perhatian Abu Yazid ke makhluk-Nya ditolak Abu Yazid. Ia
tetap meminta bersatu dengan Tuhan. Ini kelihatan dari
kata-katanya, "Hiasilah aku dengan keesaan-Mu." Permintaan
Abu Yazid dikabulkan Tuhan dan terjadilah persatuan,
sebagaimana terungkap dari kata-kata berikut ini, "Abu
Yazid, semuanya kecuali engkau adalah makhluk-Ku. Akupun
berkata, "aku adalah Engkau, Engkau adalah aku dan aku adalah
Engkau."
[ Last edited by saifulms on 29-7-2005 at 06:43 PM ] |
|
|
|
|
|
|
|
Dalam istilah tasawuf disebut bahwa dalam ittihad, yang
satu memanggil yang lain dengan kata-kata: Ya ana (Hai aku).
Hal ini juga dialami Abu Yazid, seperti kelihatan dalam
ungkapan selanjutnya, "Dialog pun terputus, kata menjadi
satu, bahkan seluruhnya menjadi satu. Maka Ia pun berkata
kepadaku, "Hai Engkau, aku menjawab melalui diri-Nya "Hai
Aku." Ia berkata kepadaku, "Engkaulah Yang Satu." Aku
menjawab, "Akulah Yang Satu." Ia berkata lagi, "Engkau
adalah Engkau." Aku menjawab: "Aku adalah Aku."
Yang penting diperhatikan dalam ungkapan diatas adalah
kata-kata Abu Yazid "Aku menjawab melalui diriNya" (Fa qultu
bihi). Kata-kata bihi -melalui diri-Nya- menggambarkan
bersatunya Abu Yazid dengan Tuhan, rohnya telah melebur
dalam diri Tuhan. Ia tidak ada lagi, yang ada hanyalah
Tuhan. Maka yang mengatakan "Hai Aku Yang Satu" bukan Abu
Yazid, tetapi Tuhan melalui Abu Yazid.
Dalam arti serupa inilah harus diartikan kata-kata yang
diucapkan lidah sufi ketika berada dalam ittihad yaitu
kata-kata yang pada lahirnya mengandung pengakuan sufi
seolah-olah ia adalah Tuhan. Abu Yazid, setelah selesai sembahyang
subuh, mengeluarkan kata-kata, "Maha Suci Aku, Maha Suci
Aku, Maha Besar Aku, Aku adalah Allah. Tiada Allah selain
Aku, maka sembahlah Aku."
Dalam istilah sufi, kata-kata tersebut memang diucapkan
lidah Abu Yazid, tetapi itu tidak berarti bahwa ia mengakui
dirinya Tuhan. Mengakui dirinya Tuhan adalah dosa terbesar, agar
dapat dekat kepada Tuhan, sufi haruslah bersih bukan dari
dosa saja, tetapi juga dari syubhat. Maka dosa terbesar
tersebut diatas akan membuat Abu Yazid jauh dari Tuhan dan
tak dapat bersatu dengan Dia. Maka dalam pengertian sufi,
kata-kata diatas betul keluar dari mulut Abu Yazid. Dengan
kata lain, Tuhanlah yang mengaku diri-Nya Allah melalui
lidah Abu Yazid. Karena itu dia pun mengatakan, "Pergilah,
tidak ada di rumah ini selain Allah Yang Maha Kuasa. Di
dalam jubah ini tidak ada selain Allah."
Sufi lain yang mengalami persatuan dengan Tuhan adalah
Husain Ibn Mansur al-Hallaj (858-922 M), yang berlainan
nasibnya dengan Abu Yazid. Nasibnya malang karena dijatuhi
hukuman bunuh, mayatnya dibakar dan debunya dibuang ke
sungai Tigris. Hal ini karena dia mengatakan, "Ana 'l-Haqq"
(Akulah Yang Maha Benar).
Pengalaman persatuannya dengan Tuhan tidak disebut ittihad,
tetapi hulul. Kalau Abu Yazid mengalami naik ke langit untuk
bersatu dengan Tuhan, al-Hallaj mengalami persatuannya
dengan Tuhan turun ke bumi. Dalam istilah tasawuf hulul
diartikan, Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk
bersemayam didalamnya dengan sifat-sifat ketuhanannya,
setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu
dihancurkan.
Di sini terdapat juga konsep fana', yang dialami Abu Yazid
dalam ittihad sebelum tercapai hulul. Menurut al-Hallaj,
manusia mempunyai dua sifat dasar: nasut (kemanusiaan) dan
lahut (ketuhanan). Demikian juga Tuhan mempunyai dua sifat
dasar, lahut (ketuhanan) dan nasut (kemanusiaan). Landasan
bahwa Tuhan dan manusia sama-sama mempunyai sifat diambil
dari hadits yang menegaskan bahwa Tuhan menciptakan Adam
sesuai dengan bentuk-Nya.
Hadits ini mengandung arti bahwa didalam diri Adam ada
bentuk Tuhan dan itulah yang disebut lahut manusia.
Sebaliknya didalam diri Tuhan terdapat bentuk Adam dan
itulah yang disebut nasut Tuhan. Hal ini terlihat jelas pada
syair al-Hallaj sebagai berikut:
Maha Suci Diri Yang Sifat kemanusiaan-Nya
Membukakan rahsia cahaya ketuhanan-Nya yang gemilang
Kemudian kelihatan bagi makhluk-Nya dengan nyata
Dalam bentuk manusia yang makan dan minum
Dengan membersihkan diri malalui ibadat yang banyak
dilakukan, nasut manusia lenyap dan muncullah lahut-nya dan
ketika itulah nasut Tuhan turun bersemayam dalam diri sufi
dan terjadilah hulul.
Hal itu digambarkan al-Hallaj dalam syair berikut ini:
Jiwa-Mu disatukan dengan jiwaku
Sebagaimana anggur disatukan dengan air suci
Jika Engkau disentuh, aku disentuhnya pula
Maka, ketika itu -dalam tiap hal- Engkau adalah aku.
sambung lagi...['i] |
|
|
|
|
|
|
|
Perhatian:
Harapnya kita bacalah dulu sampai habis apa yg saiful nak muatkan. Bila saiful dah selesai dan dah buat kesimpulan, boleh lah kalau saper2 nak respon.
Wassalam.  |
|
|
|
|
|
|
PakMalay This user has been deleted
|
Pentadbiran Ahli Sufi
AHLI Sufi dan pandangan mereka terhadap masalah pentadbiran adalah berlainan sama sekali dengan pandangan lain. Pendekatan ahli sufi tentang soal pentadbiran bermula dari soal menladbir diri sehingga membawa kepada persoalan mentadbir alam sejagat ini yang mempunyai ciri-cirinya yang tersendiri. Pemahaman dan pendekatan yang cuba diketengahkan oleh para ahli sufi ialah melalui pendekatan Al Ouran dan As Sunnah. Perjuangan yang dilagangkan oleh ahli sufi ialah metode Rasulullah S.A.W. Dalam usaha mereka untuk menzahirkan ajaran Al Ouran dan As Sunnah seperlimana yang dijelaskan oleh hadis At Taifah, mereka itu menjejaki semula lorong-lorong perjuangan yang telah ditinggalkan oleh Pemimpin Agung itu.
Walaupun mereka mungkin dipisahkan oleh batasan masa, suasana ataupun negara, namun corak pemikiran ahli sufi yang diwarisi dari Rasulullah S.A.W tetap sama dan bagi siapa yang mendekati sejarah Islam akan dapat melihat keseragaman in! sejak daripada abad pertama Islam hinggalah kini.
Di dalam Al Ouran, Allah SWT telah menegakkan bahawa dunia ini hendak diwariskan kepada orang-orang yang soleh. Orang-orang yang beriman akan diserahkan pemerintahan sepertimana Allah pernah menyerahkannya kepada orang-orang mukmin daripada umat Rasul-rasul yang terdahulu. Pentadbiran alam ini dan segala isinya, Allah SWT janjikan untuk orang-orang soleh bukannya untuk orang selain daripada mereka. Sekiranya alam ini ditadbir oleh orang-orang toleh ataupun orang kafir, ini menandakan sesuatu fenomena yang bercanggah dengan Sunnah Allah, maka akibatnya akan lahirlah kerosakan dan kebinasaan di alas muka bumi akibat tindakan manusia yang tidak layak mentadbirnya.
Ketika Rasulullah S.A.W mentadbir Madinah, kesemua penduduknya hidup dalam aman dan sentosa, baik yang muslim mahupun yang bukan Islam. Malah pentadbiran yang diatur oleh Rasulullah sanggup memberi perlindungan bukan sahaja kepada manusia bahkan kepadaselain mereka. Pernah Rasulullah S.A.W menegur seorang daripada sahabat yang memetik sehelai daun hijau dengan sabdanya, "Mengapa kamu membinasakan makhluk yang berzikir kepada Allah?" Bukan sahaja manusia yang aman daripada dizalimi malah daunpun dapat menikmati hak tersebut.
Pada zaman para sahabat,pemah Sayidina Umar r.a menarik balik arahannya setelah ditegur oleh seorang wanita tua. Malah beliau masih boleh bersyukur apabila seorang sahabat mengatakan bahawa jika Umar tidak berlaku adil maka pedangnya akan membetulkan Umar.
Begitu juga halnya dengan Sayidina Ali k.w. Walaupun beliau merupakan Khalifah, namun beliau telap mematuhi arahan Qadhi yang dilantiknya agar beliau menyerahkan baju besi beliau kepada seorang Yahudi, setelah tidak dapat mendatangkan bukti |
|
|
|
|
|
|
|
Originally posted by PakMalay at 30-7-2005 09:05 AM:
Pentadbiran Ahli Sufi
AHLI Sufi dan pandangan mereka terhadap masalah pentadbiran adalah berlainan sama sekali dengan pandangan lain. Pend ...
Artikel yang Pak Malay tulis ni cukup bagus, aku suka 
TETAPI:no: ketahuilah bahawa orang2 yang dimaksudkan dalam tulisan itu BUKAN AHLI SUFI. Mereka adalah PARA DA'I ALLAH yang di dalam jiwa mereka penuh dengan perjuangan menegakkan kalimah Allah dan bencikan kesyirikan padaNya.
Hari ini kita tidak lagi dapat membezakan antara Sufi, Wali dan Da'i .... Kalau ada masa akan aku perjelaskan perkara ini... InsyaAllah.
Wassalam.
[ Last edited by saifulms on 30-7-2005 at 12:37 PM ] |
|
|
|
|
|
|
|
............bahagian akhir..
Hulul juga digambarkan dalam syair berikut:
Aku adalah Dia yang kucintai
Dan Dia yang kucintai adalah aku,
Kami adalah dua jiwa yang menempati satu tubuh,
Jika Engkau lihat aku, engkau lihat Dia,
Dan jika engkau lihat Dia, engkau lihat Kami.
Ketika mengalami hulul yang digambarkan diatas itulah lidah
al-Hallaj mengucapkan, "Ana 'Al-Haqq (Akulah Yang Maha
Benar).
Tetapi sebagaimana halnya dengan Abu Yazid, menurut fahaman sufi, ucapan itu tidak
mengandungi erti pengakuan al-Hallaj dirinya menjadi Tuhan.
Kata-kata itu adalah kata-kata Tuhan yang Ia ucapkan melalui
lidah al-Hallaj. Sufi yang bernasib malang ini mengatakan,
"Aku adalah rahsia Yang Maha Benar,
Yang Maha Benar bukanlah Aku,
Aku hanya satu dari yang benar,
Maka bezakanlah antara kami."
Dalam perkembangan selanjutnya, setelah
pengalaman persatuan manusia dengan Tuhan yang dibawa
al-Bustami dalam ittihad dan al-Hallaj dalam hulul, Muhy
al-Din Ibn 'Arabi (1165-1240)pula membawa ajaran kesatuan wujud
makhluk dengan Tuhan dalam wahdat ul-wujud.
Lahut dan nasut, yang bagi al-Hallaj merupakan dua hal yang
berbeda, ia satukan menjadi dua aspek. Dalam pengalamannya,
tiap makhluk mempunyai dua aspek. Aspek batin yang merupakan
esensi, disebut al-haqq, dan aspek luar yang merupakan
aksiden disebut al-khalq. Semua makhluk dalam aspek luarnya
berbeza, tetapi dalam aspek batinnya satu, yaitu al-haqq.
Wujud semuanya satu, yaitu wujud al-haqq.
Tuhan, sebagaimana disebut dalam Hadits yang telah dikutip
pada permulaan, pada awalnya adalah "harta" tersembunyi,
kemudian Ia ingin dikenal maka diciptakan-Nya makhluk, dan
melalui makhluklah Ia dikenal. Maka, alam sebagai makhluk,
adalah penampakan diri atau tajalli dari Tuhan. Alam sebagai
cermin yang didalamnya terdapat gambar Tuhan. Dengan kata
lain, alam adalah bayangan Tuhan. Sebagai bayangan, wujud
alam tak akan ada tanpa wujud Tuhan. Wujud alam tergantung
pada wujud Tuhan. Sebagai bayangan, wujud alam bersatu
dengan wujud Tuhan dalam ajaran wahdat ul-wujud.
Yang ada dalam alam ini kelihatannya banyak tetapi pada
hakekatnya satu. Keadaan ini tak ubahnya sebagai orang yang
melihat dirinya dalam beberapa cermin yang diletakkan di
sekelilingnya. Di dalam tiap cermin, ia lihat dirinya. Di
dalam cermin, dirinya kelihatan banyak, tetapi pada
hakekatnya dirinya hanya satu. Yang lain dan yang banyak
adalah bayangannya.
Oleh karena itu ada orang yang mengertikan ajaran wahdat
ul-wujud Ibn Arabi dengan 'panteisme' dalam arti bahwa yang
disebut Tuhan adalah alam semesta. Jelas bahwa Ibn Arabi
tidak mengertikan alam dengan Tuhan. Bagi Ibn Arabi,
sebagaimana halnya dengan sufi-sufi lainnya, Tuhan adalah
transendental dan bukan imanen. Tuhan berada di luar dan
bukan di dalam alam. Alam hanya merupakan penampakan diri
atau tajalli dari Tuhan.
Ajaran wahdat al-wujud dengan tajalli Tuhan ini selanjutnya
membawa pada ajaran al-Insan al-Kamil yang dikembangkan
terutama oleh Abd al-Karim al-Jilli (1366-1428). Dalam
pengalaman al-Jilli, tajalli atau penampakan diri Tuhan
mengambil tiga tahap tanazul (turun), ahadiah, Huwiah dan
Aniyah.
Pada tahap ahadiah, Tuhan dalam keabsolutannya baru keluar
dari al-'ama, kabut kegelapan, tanpa nama dan sifat. Pada
tahap hawiah nama dan sifat Tuhan telah muncul, tetapi masih
dalam bentuk potensial. Pada tahap aniah, Tuhan menampakkan
diri dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya pada makhluk-Nya.
Di antara semua makhluk-Nya, pada diri manusia Ia
menampakkan diri-Nya dengan segala sifat-Nya.
Sungguhpun manusia merupakan tajalli atau penampakan diri
Tuhan yang paling sempurna diantara semua makhluk-Nya,
tajalli-Nya tidak sama pada semua manusia. Tajalli Tuhan
yang sempurna terdapat dalam Insan Kamil. Untuk mencapai
tingkat Insan Kamil, sufi mesti mengadakan taraqqi
(pendakian) melalui tiga tingkatan: bidayah, tawassut dan
khitam.
Pada tingkat bidayah, sufi disinari oleh nama-nama Tuhan,
dengan kata lain, pada sufi yang demikian, Tuhan menampakkan
diri dalam nama-nama-Nya, seperti Pengasih, Penyayang dan
sebagainya (tajalli fi al-asma). Pada tingkat tawassut, sufi
disinari oleh sifat-sifat Tuhan, seperti hayat, ilmu, qudrat
dll. Dan Tuhan ber-tajalli pada sufi demikian dengan
sifat-sifat-Nya. Pada tingkat khitam, sufi disinari dzat
Tuhan yang dengan demikian sufi tersebut ber-tajalli dengan
dzat-Nya. Pada tingkat ini sufi pun menjadi Insan Kamil. Ia
menjadi manusia sempurna, mempunyai sifat ketuhanan dan
dalam dirinya terdapat bentuk (shurah) Allah. Dialah
bayangan Tuhan yang sempurna. Dan dialah yang menjadi
perantara antara manusia dan Tuhan. Insan Kamil terdapat
dalam diri para Nabi dan para wali. Di antara semuanya,
Insan Kamil yang tersempurna terdapat dalam diri Nabi
Muhammad saw.
Sebagai penutup aku perturunkan sebaris puisi dari
2 orang sufi terkenal;
Sebait puisi dari Jalaluddin Rumi:
Aku telah tumbuh sebagai rumput beberapa kali.
Tujuh ratus tujuh puluh tubuh telah ku saksikan
Aku mati sebagai mineral dan tumbuh sebagai tumbuhan
Mati dari tumbuhan dan muncul sebagai hewan
Mati dari hewan dan sebagai manusia
Apakah aku harus takut musnah karena kematian?
Dalam peralihan yang akan datang aku pun akan mati
Sebagai manusia dan mendapatkan sayap seperti malaikat
Kemudian aku akan membumbung lebih tinggi dari malaikat
Dan menjadi sesuatu yang tak dapat dicapai oleh khayalanmu
Sebait puisi dari Arjan Sahib :
Berulang kali aku lahir sebagai kutu dan serangga
Berulang kali aku lahir sebagai gajah, ikan, atau rusa
Berulang kali aku lahir sebagai rumput dan pohon
Sekarang kesempatan terbuka untuk bertemu dengan TUHAN
Tubuh ini telah kuperoleh setelah berabad-abad lamanya
Demikianlah, tujuan sufi untuk berada sedekat mungkin dengan
Tuhan akhirnya tercapai malalui ittihad serta hulul yang
mengandung pengalaman persatuan roh manusia dengan roh Tuhan
dan melalui wahdat ul-wujud yang mengandung arti penampakan
diri atau tajalli Tuhan yang sempurna dalam diri Insan
Kamil.
Bahan bahan rujukan
Arberry, A.J., Sufism, London, George Allan and Unwin Ltd.,
1963.
Badawi, A.R., Syatahat al-Sufiah, Cairo, al-Nahdah
al-Misriah, 1949.
Corbin, H., Histoire de la Philosophie Islamique, Paris,
Gallimard, 1964.
Harun Nasution, Tasawuf..
Sekian. Wassalam.
........ |
|
|
|
|
|
|
|
Tasawuf pada masa awal sejarahnya mengambil bentuk tarekat, dalam erti organisasi tasawuf, yang dibentuk oleh murid-murid atau pengikut-pengikut sufi besar untuk mengembangkan ajaran gurunya.
Di antara tarekat-tarekat besar yang terdapat di Indonesia adalah Qadariah yang muncul pada abad ke-13 Masehi untuk mengembangkan ajaran Syekh Abdul Qadir Jailani (w. 1166 M), Naqsyabandiah, muncul pada abad ke-14 bagi pengikut Bahauddin Naqsyabandi (w. 1415 M), Syattariah, pengikut Abdullah Syattar (w. 1415 M), dan Tijaniah yang muncul pada abad ke-19 di Marokko dan Aljazair. Tarekat-tarekat besar lain diantaranya adalah Bekhtasyiah di Turki, Sanusiah di Libya, Syadziliah di Marokko, Mesir dan Syria, Mawlawiah (Jalaluddin Rumi) di Turki, dan Rifa'iah di Irak, Syria dan Mesir.
Perlu ditegaskan bahwa sampai permulaan abad ke-20, tarekat mempunyaipengaruh besar dalam masyarakat Islam. Karena pengaruh besar itu, orang-orang yang ingin mendapat sokongan dari masyarakat akan menjadi anggota tarekat. Di Turki Usmani, tentara menjadi anggota tarekat Bekhtasyi dan dalam penentangan mereka terhadap pembaharuan yang diadakan sultan-sultan, mereka mendapat sokongan dari tarekat Bekhtasyi dan para ulama Turki.
Wassalam. |
|
|
|
|
|
|
|
aku perhatikan.... Pak Malau makin hensem sekarang ni..

Sekarang masanya kita merenung kembali makam2 yang tersenarai
dalam ajaran Sufi di atas seperti berikut;
1. Taubat
2. Zuhud
3. Wara'
4. Fakir.
5. Sabar.
6 Tawakkal
7. Redho
setakat ini, menurut istilah sufi, dia di gelar Zahid, yakni calon sufi.
8. Mahabbah.
9. Fana' dan Baqa'
10. Ittihad, atau 10. Hulul.
(selepas makam ke 9. Fana' dan baqa' maka makam
seterusnya terpecah dua.. maksud aku, seseorang yang
sudah mencapai makam ke 9, dia samaada akan
mencapai makam Ittihad atau pun Hulul. Sila rujuk artikel
di atas untuk lebih jelas makam yang ke 10 ni.. )
Dan berakhir dengan makam ke
11. Wahdat ul-Wujud.
Perlu di ingatkan bahawa Imam Al Ghazali hanya mengiktirafkan
sampai makam Redho (7)sahaja, begitu juga dengan beberapa
ulama lain, tetapi Al Ghazali tidak pula mengharamkan makam2
yang lain. Dia mengkafirkan Al-Farabi dan Ibn Sina yang berfalsafah
tetapi tidak pula mengkafirkan Abu Yazid dan al-Hallaj.
Mengapa begitu? ...
Namun ternyata Imam Ali yang maksum itu
terang2 menentang makam selepas mahabbah itu;
Suatu hari Ibnu Saba' berkata kepada Imam Ali kw,
"Engkau adalah Engkau!'"
(Dia bermaksud mengatakan Ali adalah Tuhan.)
Imam Ali kw. telah menghalaunya ke Madyan.
Kemudian datang pula puak2 sahabat dari Ibnu Saba'
tadi kepada Imam Ali kw. dan berkata, "Engkaulah Dia!"
Imam Ali kw. bertanya, " Siapakah Dia?"
Mereka menjawab, "Engkaulah Allah!"
Maka Imam Ali kw. telah menjatuhkan hukuman bunuh
terhadap mereka itu.
2 bait puisi dari Jalaluddin Rumi dan Arjan Sahib tu
saling tak tumpah macam ajaran Rienkarnasi dalam
ajaran Hindu dan Budha....
Sebenarnya aku hendak membandingkan ajaran Sufi ini
dengan ajaran Wahdat ul-Wujud dan juga ajaran
Rienkarnasi yang ada dalam agama Hindu dan Budha,
tetapi biarlah aku berehat dulu dan kalau ada apa2 komentar
dari kalian silakan tulis di sini..
Sekian. Wassalam.
[ Last edited by saifulms on 30-7-2005 at 08:22 PM ] |
|
|
|
|
|
|
|
Sebenarnya aku hendak membandingkan ajaran Sufi ini
dengan ajaran Wahdat ul-Wujud dan juga ajaran
Rienkarnasi yang ada dalam agama Hindu dan Budha,
tetapi biarlah aku berehat dulu dan kalau ada apa2 komentar
dari kalian silakan tulis di sini..
baik saiful rehat dulu. mungkin di sana ada respon dari kawan2.
tapi lepas tu kena sambung balik. saya nak baca kesimpulan akhir yg saiful nak buat.
wassalam.  |
|
|
|
|
|
|
Akasyah This user has been deleted
|
Originally posted by saifulms at 2005-7-30 12:35 PM:
Hari ini kita tidak lagi dapat membezakan antara Sufi, Wali dan Da'i .... Kalau ada masa akan aku perjelaskan perkara ini... InsyaAllah.
Kenapa tidak boleh dibezakan? Perkara ini jelas sebenarnya wahai sdr.
Bukankah sufi itu suatu istilah yg bersangkut paut dgn amalan hati...yg berbeza ialah bila seseorg yg mempunyai hati sufi itu melahirkan kesufiannya dlm bentuk yg bagaimana.
Kalau seorang sufi yg berjuang digelar da'i (spt teks yg dipapar oleh pak malay) dan kalau seorang sufi itu hanya bertumpu pada ibadah khusus ia digelar para abid. Sementara wali itu pula pangkat yg dianugerahkan oleh Allah swt bukan dari manusia. |
|
|
|
|
|
|
|
Assalamu'alaikum,
Terima kasih ustaz kerana sabar menunggu InsyaAllah aku akan teruskan.
Nampaknya setakat ini masih tidak ada komentar dari teman2 di sini samada yang positif juga yang negatif. Mungkin persoalan ini agak berat untuk kita fikirkan dan selidik....
*** ***
Di bawah ini aku perturunkan konsep Wahdat ul-wujud dari Ibnu Arabi seorang lagi ahli sufi yang tidak asing lagi bagi kita di sini;
Allah berfirman "Wahuwa maa'kum ainama kuntum" yang
bemaksud;
"Dia bersama kamu di mana saja kamu berada"(Kedudukan
tempat tertentu bagi kita).
Dia berkata kepada Nabi Musa dan Nabi Harun yang bermaksud;
"Sesungguhnya Aku bersama kamu Mendengar dan Melihat".
Ini menunjukkan Allah memberitahu mereka bahawa Dia adalah
Pendengaran dan Penglihatan Mereka; Ia(Allah) Memberitahu
dan Mengajar mereka apa yang mereka tidak tahu. Kita telah
pun diberitahu iaitu apabila Allah Kasihkan hambaNya, jadilah Dia itu Pendengaran dan Penglihatan mereka dan melalui Dia mereka
mendengar dan melihat. Nabi-nabilah yang lebih layak untuk itu
daripada orang-orang lain. Maksud Firman Allah (Ainama kuntum);
"Di mana sahaja kamu berada"
ialah 'Apa sahaja keadaan dan kedudukan kamu' - sama ada
'adam atau Wujud.
Allah telah memberitahu kita bahawa Dia itu adalah
Hakikat setiap anggota. Tidak ada keupayaan lain; hanya
Keupayaan Allahlah yang bekerja(terzhohir) melalui
anggota-anggota itu. Bentuk itu adalah makhluk dan pada
makhluk itulah Hakikat Allah dizhohirkan; bukan lain daripada itu,
kerana Allah itulah Zat bagi segala Penzhohiran(Manifestasi)
yang dinamakan makhluk. Apabila anda melihat makhluk,
anda nampak Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zhohir dan Yang Batin.
Jika anda periksa firman Allah yang bermaksud;
"Aku jadikan kakinya yang dengan kaki itu ia berjalan;
tangannya yang dengan tangan itu ia memegang, lidahnya
yang dengan lidah itu ia berkata-kata", dan sebagainya berkenaan
dengan semua keupayaan dan tempat-tempatnya(anggota badan), hendaklah jangan anda beza-bezakankan. Anda akan berkata
semuanya adalah Allah dan semuanya makhluk. Kedua-duanya
adalah makhluk dan Allah. Ia makhluk dengan satu nisbah dan
Allah dengan satu nisbah; Zat tetap Satu.
Orang yang jahil berkata bahawa pendengaran itu ialah
pendengaran Zaid tetapi orang yang Arif berkata bahawa
pendengaran itu ialah Allah itu sendiri. Sebenarnya setiap keupayaan
dan anggota itu pun demikian jua. Allah berfirman yang bermaksud;
"Akulah Pendengaran yang melaluinya dia mendengar,
Penglihatan yang melaluinya dia melihat, Tangannya yang
melaluinya dia memegang, Kakinya yang melaluinya Dia berjalan",
dan semua ini menunjukkan HakikatNya itulah zat anggota-anggota itu
dan itulah pula adalah zat hamba. Hakikat itu Satu tetapi
anggota-anggota banyak. Tiap-tiap anggota itu ada kebolehan
yang khusus untuk dirinya; yang terbit dari jauhar(zat)
yang sama, tetapi berbeza sebagaimana berbeza
anggota-anggota itu. Ibarat air yang berbeza dengan
perbezaan tempatnya, tetapi hakikatnya sama jua.
Firman Allah Taala;
"Dan Kami lebih hampir kepadanya dari urat leher mereka sendiri".
Tidak ada yang lebih hampir daripada WujudNya(Allah)
sebagai Zat anggota-anggota makhluk dan keupayaan mereka.
Makhluk itu tidak lain dari anggota-anggota ini. Oleh yang demikian,
dia itu Allah yang disangkakan sebagai makhluk.
Abu Said Al-Khoraz, seorang daripada wajah-wajah Allah berkata;
"Dia zhohir pada diriNya sendiri, dan batin daripada diriNya sendiri.
Dia itulah yang dinamakan Abu Said Al-Khoraz dan juga diberi
nama dengan nama-nama yang baharu"
Jika hijab(tabir) antara Allah dengan hamba-hambanya itu
disingkap dari orang-orang awam seperti yang tersingkap
pada beberapa orang pilihan Allah, Cahaya ZatNya dikatakan
sebagai Sinaran WajahNya akan membakar(membinasa)
ain-ain yang maujud yang terlihat oleh pandanganNya.
Wujud ini adalah WujudNya, dan makhluk ini adalah makhlukNya.
Mereka itu makhluk dari segi ain-ain mereka, dan mereka itu
Tuhan dari segi (hakikat)wujud mereka. Wujud mereka tidak
dibezakan dari ain mereka kecuali melalui fitrah yang membezakan
antara ain dan wujudnya. Inilah satu rahsia-rahsia yang dalam
yang ada pada Ulama yang mengenal Allah; yang payah
menerangkan tetapi senang memperkatakannya.
Berkenaan Alam, katakanlah apa yang hendak anda kata.
Gelarlah ia makhluk ataupun Tuhan. Boleh juga anda gelarkan
"Hakikat Makhluk"; boleh juga anda katakan bukan Allah
dan bukan makhluk. Anda juga boleh menunjukkan
kehairanan anda dalam hal ini.
Semua orang AhliLlah mengatakan iaitu apabila Allah mengambil
bentuk-bentuk dan rupa, tidaklah salah bentuk-bentuk itu
mengatakan mereka itu bentuk-bentuk Allah,
dan berkata "Ana Al-Haq".
Aku bersama manusia di mana sahaja mereka berada
Di zaman dulu dan akan datang;
Ikatan dengan ikatan, bebas dengan bebas
Aku dalam semua, namun begitu tetap suci
Apabila kekasihKu terzhohir
Dengan mana manakah akan aku lihat dia?
Dengan matanya atau dengan mataKu?
Tidak lain kecuali Allah Taala melihat dia
Kecuali untuk Dia tidak kita akan jadi
Jika kita kata, kita Dia
Kita betul kerana Dia itu kita
Sekarang ditunjuknya kita, sembunyi Dia
Sekarang Dia sembunyi, kita menunjukkan DiriNya
Allah itu di luar jangkauan
Kita terjadi dari ain
Dizhohirkan kita semua
Dia zhohir dan bathin
Allah menjadi pendengaran selalu
Selalu menjadi mata manusia
Tidak ada yang melihat kecuali Allah
Melalui perantaraan manusia
Meskipun benda-benda bertukar
Namun asasnya satu
Tidak ada lain kecuali satu Wujud
Demikianlah pandangan orang-orang Arif. |
|
|
|
|
|
|
|
Originally posted by Akasyah at 1-8-2005 12:30 PM:
Kenapa tidak boleh dibezakan? Perkara ini jelas sebenarnya wahai sdr.
Bukankah sufi itu suatu istilah yg bersangkut paut dgn amalan hati...yg berbeza ialah bila seseorg yg mempunyai hati ...
Sdr/i Akasyah, secara kasarnya aku katakan begini;
Seorang sufi itu boleh jadi seorang da'i atau boleh juga tidak.
Seorang Da'i itu semestinya seorang sufi, tidak boleh tidak.
Wali itu adalah seperti firman Allah dalam hadis kudsi'
Semua orang mukmin itu adalah waliKu, barang siapa
yang memusuhi mereka, akan mendapat kemurkaanKu!
Wassalam. |
|
|
|
|
|
|
Akasyah This user has been deleted
|
Originally posted by saifulms at 2005-7-30 08:10 PM:
2 bait puisi dari Jalaluddin Rumi dan Arjan Sahib tu
saling tak tumpah macam ajaran Rienkarnasi dalam
ajaran Hindu dan Budha....
Sebenarnya aku hendak membandingkan ajaran Sufi ini
dengan ajaran Wahdat ul-Wujud dan juga ajaran
Rienkarnasi yang ada dalam agama Hindu dan Budha,
tetapi biarlah aku berehat dulu dan kalau ada apa2 komentar
dari kalian silakan tulis di sini.
Arah mana yg sdr cuba bawa bila membandingkan ajaran2 sufi dgn wahdat ul wujud dan rienkarnasi? Atas landasan apa yg sdr guna pakai. Apa kah sekadar guna logik semata2?
Sesudah sdr memaparkan artikel2 yg baik, saya ingat sdr ini setidak2nya ahli mana2 tariqat atau setidak2nya 'faham' apa yg sdr paparkan. Tetapi dari komen sdr yg menyamakan 2 bait puisi di atas saling tak tumpah mcm ajaran rienkarnasi dlm ajaran Hindu dan Budha....ternyata anggapan saya silap.
Sdr ini jelas hanya tahu komen artikel2 sufi secara copy & paste tapi ternyata sdr ini bukan org yg benar2 belajar ilmu sufi ini secara berguru sama spt ilmu yg sdr telah pastekan di sini yg sudah semestinya lahir dari panduan seorg guru.
Seseorg yg benar2 belajar berguru dlm mana2 tariqat selalunya tidak mudah melabel mana2 bait puisi seseorg ahli sufi secara 'luaran'. 2 bait puisi di atas hanya luahan hati seorg yg hatinya benar2 'dekat' dgn Tuhannya.
Menilai sesuatu puisi sufi dgn 'melihat' dgn bahasa akal adalah tidak adil sama sekali. Jangan hanya tahu merujuk kepada artikel2 spt ini tanpa diri sdr sendiri terlibat dgn dunia kesufian yg sebenarnya. Menilai kesufian dan segala yg berkaitan dgnnya hendaklah mengikut kaedah 'mengukur baju di badan sendiri' atau kalau 'kail panjang sejengkal, lautan dlm jangan diduga'.
Bukankah artikel sdr sendiri 'membela' al Hallaj dgn penerangan yg cukup utk menjelaskan kekeliruan mengenai al Halaj selama ini. Saya sebenarnya mmg dah lama faham mengenai al Halaj ini sama spt artikel yg sdr pastekan ini.
Tetapi kenapa setelah sdr memaparkan penjelasan demi penjelasan mengenai kekeliruan kesufian ini, pandangan sdr spt anti klimaks melalui komen sdr pada 2 bait puisi yg diberi. Seolah2 sdr langsung tak faham dan tak boleh terima segala ilmu sufi yg di paparkan oleh sdr sendiri. |
|
|
|
|
|
|
|
InsyaAllah, mungkin aku akan sampai kepada kesimpulanku.....
Dalam senarai makam2 yang tertulis di atas, maqam permulaan yakni Taubat sehinggalah kepada maqam Redho (7) tidak terjadi perbalahan dikalangan ulama baik yang dahulu mahupun ulama yang terkini. Begitu juga dengan maqam Mahabbah(8) tetapi setelah sampai ke maqam Fana' dan Baqa' inilah yang telah meributkan sekian banyak ulama2 sejak dari zaman Khalifah Ali kw.
Marilah kita renungkan kesaksian dari 2 orang ulama tersohor tentang sufi ini;
Iman Al Ghazali telah menceritakan;
"Aku pada permulaan urusan ku adalah merupakan orang yang menyangkalkan
tentang (istilah2) ehwal bagi orang2 yang soleh dan juga maqam bagi
golongan orang arifin, sehinggalah aku bersahabat dengan syeikh ku, yang
bernama Yusuf An Nasaj, guruku itu sentiasa menggesa aku untuk terus
bermujahadah sehinggalah aku di kurniakan oleh Allah akan berbagai
kurnia kerohanian (Al Waridah)."
Imam Ahmad Ibnu Hanbal (Wafat 12 Rabiul Awwal 241 Hijrah)
Pada mulanya beliau juga tidak menyukai Ahli Sufi dan selalu menasihati
anak lelakinya yang bernama Abdullah supaya yang menjauhkan diri dari
Ahli Tasauf, yang paling tidak disenangi ialah Syeikh As Syaban Ar Ra'i
(Guru Imam As syafei dalam bidang tasauf). Imam Ahmad bin Hanbal
menyangka bahawa syeikh berkenaan itu seorang jahil yang bercakap dengan
menggunakan istilah2 tasauf yang payah difahami yang direka-reka sahaja.
Pada suatu hari imam Ahmad bertanya suatu soalan yang sukar dijawab.
Beliau sangka Syeikh tidak mampu menjawab soalan berkaitan qadho'
sembahyang orang yang telah melupai salah suatu sembahyang fardhu yang
ditinggalkan. Bagaimanakah cara menyelesaikannya.
Syeikh itu menjawab orang berkenaan perlu menyelesaikan masalah ghaplah
terlebih dahulu, maka wajib orang itu mendidik dirinya supaya ghaplah
itu hilang, sehinggalah imam Ahmad jatuh pengsan. Apabila sedar beliau
terus memeluk, Syeikh tadi dan terus berguru dengannya.- Ar Risalah Al
Qusyairiah oelh Syeikh Abu Qassim Al Qusyairi (Wafat 465 hijrah)
Seterusnya sampai kepada maqam Ittihad dan Hulul, kedua cabang ini telah melahirkan begitu banyak cabang2 yang seterusnya membawa kepada kesesatan2 yang nyata...
terdapat tiga belas golongan fahaman salah (itu adalah hitungan setakat yang aku ketahui) yang berselindung disebalik nama sufi atau ahli tasauf. Golongan ini layak digelar sebagai kafir atau fasiq. Kerana ajaran-ajaran mereka bertentangan dengan ajaran Islam yang berpandukan Al-Quran dan sunnah Rasulullah saaw. Golongan tersebut ialah:
Pertama: Habibiyyah, antara iktiqad golongan ini ialah:
Apabila seseorang itu telah sampai kepada martabat kasih kepada Allah, maka terlepas dari taklif syara’. Segala yang haram menjadi halal bagi mereka. Fardhu sembahyang, puasa dan sebagainya adalah harus bagi mereka untuk mengerjakannya atau tidak.
Golongan mereka tidak perlu menutup aurat.
Apabila samapi ketahap yang paling tinggi sekali kasih kepada Allah segala dosa besar seperti zina, minum arak dan sebagainya boleh mereka lakukan dan tidak mendapat azab daripada Allah.
Segala ibadat zahir tidak perlu mereka lakukan dan mereka hanya perlu bertafakkur sahaja untuk beribadat.
Harus bagi mereka untuk bersetubuh dengan segala perempuan.
Segala harta didunia ini adalah milik anak Adam. Dan kita semua adalah dari keturunan anak Adam, jadi kita berhak segala harta yang berada di muka bumi ini.
Kedua: Auliyaiyyah, antara iktiqad golongan ini ialah:
Apabila seseorang itu sampai kepada darjat wilayah, terlepas mereka daripada segala suruhan dan larangan dan martabat wali lebih mulia dari martabat nabi.
Ketiga: Thamrakhiyyah.
Golongan ini antara lain, iktiqad mereka ialah tidak lagi terikat dengan suruhan dan larangan Allah. Golongan ini mengharuskan menyanyi dan segala alat muzik. Mereka diharuskan untuk berzina dan sebagainya. Golongan ini diasaskan oleh Abdullah Thamrakhiyyah.
Keempat: Ibahiyyah, iktiqad mereka ialah:
Kita tidak perlu melakukan kerja-kerja menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran kerana kita sendiri tidak mampu melakukan kerja-kerja tersebut apalgi untuk menyeru orang lain.
Golongan ini mengharuskan zina dan tidak berdosa.
Kelima: Haliyah. Iktiqad golongan ini ialah:
Diharuskan menari dan bertepuk tangan sambil menyanyi sehingga pengsan.
Kata mereka bahawa “Sheikh kami berada dalam suatu hal?.
Keenam: Huriyyah.
Iktiqad golongan ini hampir sama dengan iktiqad golongan Haliyah, cuma mereka menambah semasa kami pengsan ketika menyanyi, kami didatangi oleh bidadari daripada syurga lalu kami jima’ dengan mereka dan setelah sedar kami mandi junub.
Ketujuh: Waqi’iyyah.
Iktiqad golongan ini ialah bahawa kita tidak perlu kenal Allah Taala. Ini kerana kita ini lemah lagi seorang hamba. Jadi kita tidak perlu mengenal Allah lagi.
Kelapan: Mutajahiliyyah/Mutahalliyyah.
Golongan ini memakai pakaian-pakaian yang elok dan melakukan pekerjaan fasiq. Antara kata mereka bahawa: Kami tidak dapat lari dari melakukan zina.
Kesembilan: Mutakasilah.
Golongan ini malas bekerja. Kerja mereka hanyalah meminta-minta daripada orang ramai samada atas nama zakat atau sedekah.
Kesepuluh: Ilhamiyyah.
Iktiqad golongan ini sama seperti al-Dahriyyah. Golongan ini enggan belajar dan membaca Al-Quran. Pada pandangan mereka, Al-Quran itu hanya merupakan hijab untuk mengenal Allah. Kerana itu mereka hanya mempelajari syair-syair dan kata hikmah sahaja sebagai tarikat mereka.
Kesebelas: Hululiyyah. Iktiqad golongan ini ialah:
Bahawa setiap makhluk bersatu dengan Allah Taala.
Harus kita memandang kepada perempuan yang cantik dan boleh menari dan memeluknya. Kerana sifat cantik itu adalah sifat Allah yang dianugerahkan kepada kita semua.
Apabila seseorang itu sunyi dari hawa nafsu dan ikhlas kepada Allah, maka gugurlah segala amal syariat. Segala ibadah seperti sembahyang, puasa, zakat dan sebagainya.
Keduabelas: Kaum Wujudiyyah.
Iktiqad golongan ini berdasarkan kepada tafsir kalimah “La Ilaha IllaLlah” iaitu: Tidak ujud melainkan ujud Allah. Dan pandangan mereka lagi bahawa tidak maujud melainkan dalam kandungan ujud segala makhluk. Iaitu setiap makhluk terdapat ujud Allah. Allah dan makhluk adalah dari satu jenis dan sebangsa. Golongan ini juga beriktiqad bahawa tuhan bertempat dan tertakluk kepada masa. dan
Ketigabelas: Mujassimah. Iktiqad golongan ini ialah:
Allah mempunyai anggota seperti tangan, kaki, berdaging dan sebagainya.
Allah Taala itu berupa tetapi tidak tahu bagaimana rupanya.
Allah Taala bergerak samada naik atau turun. Dan tempat kediaman Allah Taala ialah diatas ‘Arash.
bersambung.... |
|
|
|
|
|
|
|
Originally posted by saifulms at 2005-8-1 01:36 PM:
Seterusnya sampai kepada maqam Ittihad dan Hulul, kedua cabang ini telah melahirkan begitu banyak cabang2 yang seterusnya membawa kepada kesesatan2 yang nyata...
ermmm:hmm: bleh terangkan mcm mana begitu byk cabang2 yg tak betul ni bleh timbul? Molek2 ko paste susur galur sufi ni, alih2 wujud plak cabang2 kat akhir2nya. Cam na bleh berlaku kalau dah betul ikut susur galur maqam2 tu semua.
Maksud aku mcm mana seseorg yg sudah capai maqam mahabbah boleh terpesong. Macam mana bleh terpesong kalau asas atau step by step tu diikuti dgn betul?
Melihat pada hampir ke 3 belas cabang2 yg ko paste ni, pada aku golongan2 yg terpesong ni, mcm depa tak ikut pun step2 maqam tu.
Kalau tak ikut step, mcm mana kita boleh tuduh golongan sufi ni sesat. Kalau dah sesat mcm golongan 13 tu...depa tu bukan sufi lah. Apa lak nak kaitkan dgn sufi lantas memburukkan golongan sufi yg haq. |
|
|
|
|
|
|
|
Aliran Sufi dah termaktub dari ajaran yang benar. Dengan syarat berpandukan pada Ahlul Sunnah Wal Jamaah. Dan bukan dari fahaman anti mazhab seperti yang dipolupori oleh Ibn Tamiyah alias Salafi.
Sebab dari aliran sufi tumbuhnya pengamalan Tarekat yakni Jalan Mendekati Allah.Ajaran sufi biasanya merangkumi 3 cabang iaitu Tasawuf,Usuludin dan Fekah.
Bab tasawuf majoriti Ahlul Sunnah berpegang pada ajaran Imam Ghazali. Bab Fekah berpegang kepada Imam Syafei bagi Umat Melayu di Malaysia. Dan bab Usuludin merujuk kepada sifat 20 yang dipolupori dari Imam Abu Hassan Asshari dan Imam Maturudi.
Kalau kita lihat kesemua Wali Songo yang Sembilan di Indonesia dan 7 wali utama di Malaysia seperti Tokku Paloh,Habib Noh, Tok Kenali, Syeikh Husssin Al-Banjari dan yang lain lagi kesemuanya pengamal Tarekat samada Nashbandi yang dikatakan sesat oleh Jakim dan Tarekat Ahmadiah.
Rata2 mereka belajar sampai ke Tanah Arab yang pada masa tersebut berfahaman Ahlul Sunnah Imam Hambali dalam lingkungan tahun 1870 hingga sebelum Arab Saudi jatuh ketangan Pemerintah Wahabi.
Hanya selepas Kota Mekah jatuh ketangan Wahabi barulah bermula ajaran anti Mazhab atau Wahabi.Dari situ barulah fahaman tersebut tersebar ke malaysia seperti dalam ajaran kaum Muda dan ke Indonesia dalam ajaran Muhamadiyah( Bukan Tarekat Aurat Muhamadiah yang berteras ASWJ)
Sebab itu kesesatan Ahli Sufi atau tidak, kena lihat dari fakta sejarah dan bukan fakta siapa yang membawa ajaran tersebut. Kerana kalau tidak kena gaya hujah anti ajaran Sufi boleh mengelirukan umat Islam yang kurang berpengetahuan dalam segi sejarah dan ilmu agama.
:pray: |
|
|
|
|
|
|
|
Assalamu'alaikum,
Tentang persoalan yang diajukan oleh sdr/i Akashah akan aku beri komen nanti.... Komentar dari Guys pula, kebetulan aku sememangnya hendak menjelaskan perkara tersebut dalam tulisan aku seterusnya di bawah ini;
Persoalan dari Guys adalah bagaimana boleh munculnya begitu banyak cabang2 yang tidak benar ini?
Bagaimana seseorang yang telah mencapai maqam Mahabbah boleh terpesong?
Mungkin pada awalnya mereka melangkah di jalan yang benar atau berniat baik untuk tujuan Sufi. Tetapi tidak mustahil pula mereka boleh tertipu dalam perjalanan kesufiannya itu, karena terpengaruh oleh hawa nafsu. Nafsu yang akan ditentangnya ternyata kembali menjadi gejala yang menentangnya. Orang yang menentang hawa nafsu itu bertujuan menghadapkan wajahnya kepada Tuhan yang dicari-Nya agar dikenali-Nya. Perlakuannya di dalam kesufian itu bukanlah bertujuan untuk mencari pangkat atau memperoleh pujian dan nama dalam masyarakat pengikutnya. Apabila dilihatnya dirinya dihormati, para pengikutnya berkerumun mengelilinginya, dan terharulah hatinya, ia sangat senang dengan keadaan ini. Tidak keterlaluan kalau aku mengatakan hal ini sudah berlaku di depan mata kita sekarang, seorang 'sufi' yang kini telah menyesatkan ramai yang menjadi pengikutnya, maaf kalau ada yang tersinggung. Padahal, inilah penyakit, yang dalam istilah kesufian disebut Istidraj, yakni perkara-perkara yang datang sebagai cobaan dan ujian kepada seorang Sufi.
Dalam zaman ini, ahli-ahli Sufi yang sebenarnya, yang bersesuaian dengan syari'at, makin lama makin berkurangan jumlah mereka.
Ahli Sufi yang hakiki dapat dikenali dengan dua cara:
Pertama, zahir mereka, yaitu mereka rnengamalkan syari'at.
Kedua, batin mereka, yaitu boleh dijadikan contoh teladan karena mereka mewarisi keruhanian Nabi Saw. Sebenarnya contoh manusia yang paling baik ialah Nabi Besar Muhammad Saw. Dialah sebenar-benar Sufi yang hakiki. Syari'at dan Hakikat hendaklah bersama seiring jalan untuk kesinambungan agama dalam kehidupan mukmin dan mukminah sejati.
Seorang Waliyullah yang mewarisi keruhanian Nabi akan memberi berkat kepada Si Salik dengan kehadiran fisiknya. Sesungguhnya Iblis tidak dapat menyerupai Nabi Saw.
Awas, wahai Salik, orang buta tidak boleh menunjukkan jalan pada si buta yang lain. Pandangan kita hendaklah tajam supaya kita dapat membezakan kebaikan dengan kejahatan, walau sebesar zarrah pun!
Ingatlah, bahwa perjalanan Sufi itu bukan medan permainan. Bila suka boleh ikut, bila malas boleh ditinggalkan. la adalah jalan menuju ke Hadhirat Ketuhanan, yang kepadanya tidak semudah diucapkan lisan. walaupun begitu, wajarlah ia menjadi tujuan setiap insan. Yang ingin mencari ketenangan diri dan makrifat hakikat penciptaan Tuhan. Bukankah kita disuruh rnenyembah-Nya menurut bunyi sebuah firman? Bagaimana boleh menyembah kalau belum sempat untuk berkenalan?
Khatir yang Datang Kepada Sufl
Khatir adalah lintasan-lintasan hati, atau cetusan yang muncul di hati orang Mukmin karena sesuatu sebab atau yang lain. la biasanya datang secara tiba-tiba sehingga mengharukan orang yang didatanginya. Kalau ia telah terbiasa dengan khatir- khatir seperti itu, maka perkaranya agak mudah sedikit, akan tetapi khatir yang datang sekali-sekali harus diberikan perhatian yang cukup dan dipertimbangkan dengan sehalus- halusnya agar dia tidak tertipu. Jalan untuknya tertipu sangat mudah dan di sinilah lahirnya pelbagai aliran fahaman dalam kesufian yang kebanyakannya menyesatkan.
Apabila khatir itu muncul, dan hatinya kuat mengatakan, bahwa dia itu datang dari Malaikat, yakni Khatir-Al-Malak, mestilah dia bertenang lebih dahulu dan bertanya pada dirinya:
Siapa engkau ini, dan engkau datang dari mana? Mungkin tidak sukar ia akan mendengar suara hatinya menjawab: Aku ini sebahagian Nubuwah, yakni pemberitahuan khusus yang datang dari Al-Haqq, yaitu Tuhan yang sebenarnya. Aku memang benar. Aku datang dari Habib (siapa yang dicintai) dan Ar-Rafiq (Rakan). Khatir, atau bisikan hati ini akan memenuhi kebatinannya, pendengarannya dan pemandangannya. Sikap orang yang didatangi Khatir ini gemar sekali rnengasingkan diri dari kumpulan orang ramai, tidak suka banyak berbicara, seperti orang sakit lagaknya. Mukanya terlalu masyghul karena tekanan Khatir yang datang menyelubungi jiwanya itu.
Dalam keadaan yang serupa itu, orang yang tidak tahu akan mengatakan bahwa dia sedang ditimpa gangguan dalam dirinya, karena semua sifatnya berubah dan seolah-olah dia berada di tempat yang bukan tempat yang dia sedang berada itu. Tetapi sebentar lagi keadaannya akan berubah pula, dan dia kelihatan penuh perasaan tenteram dan tenang, dan sedikit demi sedikit keadaannya akan kembali pulih seperti sediakala seolah-olah tiada sesuatu yang menimpa dirinya.
Di dalam keadaan dia sedang diselubungi Khatir itu, dia kelihatan seperti orang yang terkena pukau, yang kesedarannya tidak penuh. Kadang-kadang dia akan mengatakan sesuatu yang boleh didengar oleh orang yang berada di sisinya, dan kadang-kadang tidak kedengaran apa yang dikatakannya itu, seolah-olah dia sedang asyik berbicara sesuatu dengan se- seorang yang berada di sisinya. Namun siapa yang mengerti semua keadaan ini kecuali orang yang sudah mengalaminya, dan orang yang mengalami hampir semuanya tidak mau menceritakannya, karena semua itu adalah rahsia-rahsia ketuhanan yang halus yang tidak boleh dibocorkan. Dan kalau diberitahukan pula, mungkin ramai orang yang tidak percaya. Mungkin dikatakan orang, dia itu terkena rasukan jin! wallahu-a'lam.
......... jumpa lagi malam esok, insyaallah... |
|
|
|
|
|
|
| |
|