Sebuah sistem pertahanan udara Iron Dome tengah mencegat sebuah tembakan roket dari Jalur Gaza di Tel Aviv, Israel, 9 Juli 2014. (DAN BALILTY / AP PHOTO)
Siapapun yang membaca berita tentang Israel dan Jalur Gaza akan berpikir tentang kemiripan antara operasi pada November 2012 dengan Juli 2014 ini. Saat itu, Operasi Pilar Pertahanan dilakukan di Jalur Gaza selama delapan hari, dengan tujuan mengakhiri serangan roket ke Israel dan mengganggu kemampuan militer Hamas dalam jangka panjang. Sementara operasi yang dilakukan saat ini, Operasi Perlindungan Perbatasan, mengejar tujuan yang sama, dan tidak diragukan lagi dengan cara yang sama, tetapi pada akhirnya juga pasti akan gagal dengan cara yang sama. Aksi kekerasan terbaru ini dipicu oleh pembunuhan tiga pemukim remaja Israel di Hebron, dengan dua tersangka Palestina yang dianggap merupakan anggota Hamas. Meskipun Hamas telah menolak bertanggung jawab, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah berulang kali mengatakan bahwa Israel menganggap Hamas-lah yang bertanggung jawab dan akan bertindak untuk menentangnya. "Hukuman kolektif" pun seolah dijatuhkan oleh Israel, yang meliputi penangkapan ratusan warga Palestina, penghancuran rumah, pembatasan gerakan di Tepi Barat, dan pembunuhan banyak warga Palestina dalam sejumlah bentrokan. Permainan Saling Menyalahkan Dalam sebuah serangan balas dendam, seorang remaja Palestina dari Yerusalem Timur dibunuh oleh para pemuda Israel, yang memicu bentrokan dan kerusuhan di Shuafat dan di tempat lainnya. Selama berminggu-minggu, militant Palestina telah meluncurkan ratusan roket terhadap Israel dari Jalur Gaza, meskipun hal itu tidak menimbulkan korban di pihak Israel sejauh ini. Menurut sumber-sumber Palestina, serangan Israel di Jalur Gaza telah dilaporkan menewaskan 170 orang (termasuk warga sipil) dan melukai ratusan lainnya, dan angka ini pasti meningkat selama operasi. Sebuah pola yang sama tampaknya telah dapat diprediksi: permainan saling menyalahkan ini didaur ulang dengan saling tuduh dari setiap sisi. Gencatan senjata pun dinegosiasikan, masing-masing pihak mengklaim kemenangan, dan status quo diberlakukan, meskipun dengan lebih banyak pihak keluarga yang berduka daripada operasi sebelumnya. Kemudian kita akan menunggu putaran pertentangan bersenjata yang berikutnya, yang mungkin akan diselingi dengan seperangkat negosiasi yang gagal. Menteri Pertahanan Israel, Moshe Ya'alon mengatakan bahwa pasukannya akan "menuntut harga yang tinggi" dari Hamas. Meskipun 40.000 pasukan cadangan telah dipanggil, tidak ada serangan nyata bagi invasi darat yang mirip dengan Operasi Meraih Kemenangan pada 2008 atau pendudukan kembali Jalur Gaza, yang tidak diragukan lagi juga akan menyebabkan banyak korban di pihak Israel. Memotong Rumput Seperti sebelum-sebelumnya, ini hanyalah episode lain dari apa yang disebut oleh para ahli Israel sebagai 'memotong rumput'. Suatu proses yang digambarkan oleh New York Times, "Memiliki tujuan terbatas dengan membatasi serangan roket, menghancurkan sebanyak mungkin infrastruktur kelompok militan dan memulihkan pencegahan." Sejarah telah menunjukkan dengan jelas bahwa efektivitas pencegahan sementara ini merupakan opsi terbaik. Pembunuhan pemimpin militan saat ini justru akan menghasilkan pemimpin yang baru di belakang mereka, yang bahkan berpotensi lebih radikal, dan menambah daftar keluhan bagi rakyat Palestina. Terdapat kebutu*an serius bagi pemikiran jangka panjang, bukannya perbaikan sementara yang mematikan, karena sesungguhnya tidak ada solusi militer terhadap konflik ini. Pendudukan diperlukan untuk mengakhiri konflik, agar warga Palestina dapat hidup penuh martabat dalam keadaan mereka sendiri. Pada November 2012, hanya satu bulan atau lebih sebelum kematiannya, mantan kepala staf IDF, Amnon Lipkin Shahak, diminta untuk menilai Operasi Pilar Pertahanan. Jawabannya layak dikutip secara penuh: "Operasi itu dilakukan cukup baik dan hasilnya adalah wajar. Namun bukan itu intinya. Intinya adalah bahwa kita harus mencapai kesepakatan dengan Palestina. Tanpa itu, kita harus memulai operasi ini lagi dan lagi dengan hasil yang sama, dan pemimpin kita akhirnya juga harus mengerti bahwa untuk mencapai kesepakatan dengan Palestina kita harus berbicara dan menutup kesepakatan dengan mereka yang bersedia untuk berbicara dengan kita dan mencapai kesepakatan dengan kita. Saya mengacu kepada Abu Mazen (presiden Palestina, Mahmoud Abbas)." (Jacob Erikson/universitas of york/osc/rahmat) |
ADVERTISEMENT