|
KUMPULAN BERITA MUSIK INDONESIA PALING ANYAR
[Copy link]
|
|
Juliette Luncurkan Album "Repackage"
Setelah sempat berganti-ganti personel, grup band Juliette meluncurkan album repackage bertajuk Lagi Terluka. Album repackage ini sejumlah lagu baru dan lagu lama yang diaransemen ulang.
Sebelumnya lewat program musik yang sama, Juliette telah lebih dulu meluncurkan album kompilasi Kentucky Fried Chicken (KFC) Music Hit List Volume 1, dengan lagunya bertajuk Masih Seperti Dulu yang sempat membawa Juliette ke puncak tangga top chart radio-radio di Tanah Air.
Band yang terbentuk pada Januari 2004 ini sebelumnya sempat beberapa kali berubah formasi. Formasi pertamanya dimotori oleh Vromie Alexander, Bimo Sulaksono, dan Ale Andry. Formasi ini menjadi cikal bakal terbentuknya Juliette, saat itu masih bernama TBK band yang kemudian dikenal lewat lagu Bukannya Aku Takut.
Sementara formasi Juliette saat ini diperkuat oleh Ale pada gitar, Joe pada vokal, Andy pada kibor dan gitar, Jerry pada bas dan Raden pada drum. Kehadiran mereka membuat musik yang disuguhkan Juliette semakin berwarna, sebab masing-masing personelnya memiliki dasar musik yang berbeda.
"Warna dan konsep musik Juliette masih tetap seperti dulu, light rock namun minim distorsi yang dipadu dengan lirik-lirik bertemakan cinta. Dalam album terbaru ini, Juliette mencoba memberikan warna baru yang lebih variatif pada lagu-lagunya. Selain itu sebagian besar dari lagu yang terdapat di album ini lebih easy listening dan lebih nge-beat," jelas Joe dalam siaran pers yang diterima SP, baru-baru ini.
Lagu berjudul Lagi Terluka menjadi hit pertama album Juliette yang sebagian besar dari lagu-lagunya bertema cinta dan kesetiaan. Sedangkan single kedua dari album ini dipilih lagu berjudul Teman Apa Teman.
Menurut pengamat musik Indonesia, Bens Leo, apa yang dilakukan KFC dengan berjualan album lewat ratusan outletnya yang ada di seluruh Indonesia merupakan sebuah terobosan baru. Dengan cara itu label PT Music Factory Indonesia (MFI) yang menaunginya tak perlu lagi harus membagi uang diskon kepada para agen.
"Dengan cara ini mekanisme pembagian royalty bagi para artis yang dikontrak seharusnya jadi lebih mudah dihitung," kata Bens.
Selain cara berjualan seperti itu, jelasnya, PT MFI, juga seharusnya memanjakan artis kontrakan mereka dengan membuka kerjasama denga profider telekomunikasi, seperti Telkomsel, XL atau Indosat.
"Dengan kerjasama itu para artis yang berada di bawah naungan label ini dapat menikmati royalti dari penjualan ring back tone atau iRing. Dari sana keuntungan ekonomi label dan musisi dapat dinikmati, sehingga kian lengkaplah terobosan yang dilakukan restoran siap saji ini untuk membantu perkembangan musik Indonesia," urainya.
Pasalnya, kata Bens, sejak krisis ekonomi tahun 1997, industri rekaman dan industri musik tanah air umumnya ikut terguncang. Biaya produksi untuk membuat album solo kian melambung tinggi.
Bens mengatakan, untuk membeli satu lagu karya pembuat lagu-lagu hits seperti Melly Goeslaw, Anang Hermansyah atau Yovie Widianto, sehingga dapat dimasukkan dalam album solo artis mereka, maka eksekutif produser harus siap merogoh kocek mereka sebesar Rp 20 juta per lagu.
Sebagai ilustrasi, lanjutnya, untuk membuat satu album solo artis seperti Krisdayanti, Titi DJ atau Ruth Sahanaya, yang masing-masing harus berisi empat lagu hits dari karya para pembuat hits, maka untuk mendanai pembuatan album mereka, eksekutif produser harus mengeluarkan dana minimal Rp 200 juta.
"Kondisi itu tidak memungkinkan eksekutif produser mengorbitkan solo artis. Karena diluar memakai jasa hits maker, produksi album juga membutu*kan bantuan pemain musik, arranger, sewa studio yang per shiftnya sudah Rp 500.000 dan harga pita 2inc melejit menjadi Rp 2.5 juta. Biaya produksi sebesar itu menyebabkan industri rekaman mati suri," ungkapnya.
Beberapa label rekaman pun, jelas Bens, menyiasati hal itu dengan membidani lahirnya album kompilasi seperti yang dilakukan Sony Music lewat album kompilasi Indie Ten. Album ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya band-band ternama seperti Cokelat, Padi, Caffein, Wong, dan lain-lain.
Pada tahun yang sama, katanya, Sony Music Indonesia juga telah berhasil mengeluarkan album Sheila On7, yang sebagian besar lagu-lagunya ditulis sendiri oleh salah satu personelnya. Eross Chandra.
"Saat itu, nama So7 menjadi sangat fenomenal, karena mereka merupakan salah satu dari sedikit band yang berhasil membunuh kebekuan industri rekaman di saat krisis ekonomi melanda negara ini. Asal tahu saja, pada saat itu biaya produksi satu album KD yang berisi empat lagu karya hits maker, bisa mendanai produksi 4-5 band dengan kreativitas mencipta lagu sendiri seperti So7. Sebab, band-band seperti ini mampu menulis lagu, main musik, membuat aransemen, dan menjadi band panggung yang baik," katanya.
Kehadiran band-band di industri musik tanah air, jelas Bens, telah menumbuhkan harapan baru bagi industri rekaman Indonesia, dan membuat trend kemunculan band berkembang sampai sekarang.
"Walau sebelumnya telah muncul beberapa band dengan karya mereka yang sempat menghebohkan industri musik tanah air, seperti Gigi, Slank, Pas Band, whizzkid, Jamrud, /rif, kehadiran band-band ini tak cukup menjawab kebutu*an pasar," tandas Bens. [Y-6] |
|
|
|
|
|
|
|
Elly Kasim Luncurkan Album Ke-100
[JAKARTA] Penyanyi Elly Kasim membuktikan bahwa dirinya masih aktif dengan meluncurkan album ke-100, sejak album pertamanya pada 1961. Album produksi Anastra Record itu memang menampilkan duet Elly Kasim dengan Ian Anas, yang juga penata musiknya.
"Yang mengoleksi suami saya dan ternyata sudah ada 100," kata Uni Elly, sapaan akrabnya, kepada Antara di Jakarta, Senin (4/6).
Acara peluncuran album berjudul Duo Minang Terpopuler yang digelar di Hotel Atlet Century Park, Jakarta itu dihadiri sejumlah tokoh dan penyanyi senior, termasuk Agum Gumelar, Emil Salim, Titiek Puspa, Tantowi Yahya, Ernie Johan, Dharma Oratmangun, dan Deddy Dores. Mereka semua umumnya memuji Uni Elly sebagai "Ratu Lagu Minang".
"Uni Elly adalah orang yang mempopulerkan dan melestarikan lagu-lagu Minang sejak dulu. Ia pantas disebut Ratu Lagu Minang," kata Emil Salim.
Tantowi Yahya bahkan menyebut Elly Kasim sebagai legenda hidup.
"Bagi saya, dia adalah living legend," puji presenter dan penyanyi lagu-lagu country tersebut.
Menurut Tantowi, Elly Kasim tidak pernah pensiun dari dunia menyanyi dan tidak pernah mati.
"Uni kita ini enggak ada matinya. Kalau dunia rekaman sepi, dia pentas di televisi. Kalau TV juga sepi, dia show di daerah-daerah dan luar negeri. Kalau sudah tidak ada lagi, dia ada di (Pasar) Tanah Abang," katanya berkelakar, disambut gelak tawa ratusan undangan.
Komentar serupa juga disampaikan artis senior Titiek Puspa. Dia pun menyatakan kekagumannya terhadap Elly Kasim.
"Sejak saya bertemu dengan Elly tahun 1960-an, saya bilang kamu harus menyanyi, suara kamu bagus sekali dan pasti jadi bintang terkenal," ujar Titiek.
Elly Kasim pertama kali rekaman tahun 1961 dan menelurkan album debut Elly Kasim dalam bentuk piringan hitam engkel.
Sampai 1970-an, Elly telah menghasilkan 21 plat Piringan Hitam Long Play. Dia terus aktif berkarya. Hingga 2005, Elly membuat tidak kurang dari 79 album dalam bentuk kaset, CD dan VCD.
Dari semua albumnya, lagu-lagu yang mencetak hit dan dikenal luas oleh masyarakat antara lain Japuiklah Denai, Bayangan Uda, Pantai Padang, dan Ampun Mandeh.
Di dalam album Duo Minang Terpopuler, semua lagu tersebut dijadikan andalan, selain Usah D Ratok'i, Maminang, Cinto Ka Uda, dan Makin Mandalam.
Berbeda dari sebelumnya, penggarapan album ke-100 Elly Kasim ini menggunakan sentuhan musik modern Barat dan Latin. Produser Yakob Kembar Grup, menyatakan pihaknya yakin pasar dan penggemar Elly Kasim masih ada dan tidak sedikit. [U-5] |
|
|
|
|
|
|
|
Reply #142 jf_pratama's post
Album ke-100??? Gimana sih bisa produsin sampai 100 album? :stp: |
|
|
|
|
|
|
|
nyanyi dangdut. lagu ayam den lapeh tu elly kasim la yg nyanyi. pratama, ada berita tentang band edane? |
|
|
|
|
|
|
|
Sheila On 7 Menghibur Penggemar di Perth
[SYDNEY] Band Sheila On 7 dan sejumlah grup band dan musisi top papan atas Indonesia lainnya menghibur para penggemarnya di Aula Kota (City Hall) Perth, Australia, Selasa (5/6) malam, dalam konser Care for Indonesia (Peduli Indonesia) 2007.
Kepada Antara, Juru Bicara Care for Indonesia 2007, Claudia Lengkey, mengatakan para musisi Tanah Air itu membawakan lagu-lagu andalan mereka dalam konser yang diselenggarakan di aula berkapasitas 1.400 tempat duduk.
Konser yang juga menghadirkan Glen Fredly, Dewi Sandra, Maia Ratu, Malik and D'Essential, Shanty, Bunga Citra Lestari, Catherine Wilson dan VJ Kathy itu tidak hanya dimaksudkan untuk memuaskan kerinduan para pencinta musik pop Indonesia, tetapi juga membantu upaya pengembangan industri musik Tanah Air dan menambah pengalaman para musisi Indonesia manggung di luar negeri, katanya.
Claudia mengatakan Care for Indonesia 2007 yang diselenggarakan Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) Australia Barat bersama Berlian Entertainment Perth itu merupakan kegiatan mereka yang kedua setelah yang pertama tahun 2005.
"Pada 2005, kita menggabungkan acara seni budaya Indonesia ini dengan pencarian dana bagi korban tsunami Aceh. Apresiasi publik sangat bagus sehingga kita lanjutkan dengan cultural event kedua ini," katanya.
Menurut Claudia, mayoritas penonton adalah warga masyarakat dan mahasiswa Indonesia, namun ada juga warga Australia dan Korea Selatan yang ikut membeli tiket untuk menonton konser musik ini.
"Kami juga sengaja mengundang para diplomat kita yang ada di Konsulat RI Perth. Sebenarnya kami juga mengundang Duta Besar TM Hamzah Thayeb untuk ikut menyaksikan konser ini dari deretan kursi VIP (orang-orang penting) dalam gedung yang memang sering dipakai untuk pergelaran konser dan pertunjukan ini, tapi beliau berhalangan hadir," katanya.
Claudia mengatakan, pihaknya berkeinginan menjadikan kegiatan ini sebagai acara rutin tahunan. Rencana ini cukup menantang karena mereka yang terli- bat dalam konser ini umumnya adalah mahasiswa Indonesia di Perth yang juga disibukkan oleh kegiatan perkuliahan.
Sementara itu, Wakil Konsul untuk Bidang Penerangan Konsulat RI di Perth, Ricky Suhendar, mengatakan, pihaknya mendapat informasi bahwa hasil penjualan tiket dari konser kedua Care for Indonesia ini akan disumbangkan untuk membantu pengembangan perpustakaan keliling di Tanah Air.
"Hasil kegiatan yang rata-rata melibatkan 'student' (mahasiswa) sebagai penggeraknya ini akan disumbangkan untuk membantu pengembangan perpustakaan keliling di Tanah Air," katanya.
Ketua PPIA Australia Barat, Badai Faturrahman, mengatakan, konser Selasa malam ini diharapkan dapat lebih memperkenalkan perkembangan industri musik pop Tanah Air dan budaya Indonesia di luar negeri. [U-5] |
|
|
|
|
|
|
|
Reply #143 Muntz's post
^^^
Gak usah heran lah... 50 tahun karir di bidang ini... dengan spesialisasi lagu daerah Minangkabau... |
|
|
|
|
|
|
|
Reply #144 AntagonisYgKeut's post
Edane... udah lama banget kabar mereka gak nongol-nongol di media ... |
|
|
|
|
|
|
|
Intan Nuraini Rilis Album Perdana
Kamis, 7 Juni 2007
Setelah malang melintang menjadi pemian sinetron dan bintang iklan, Intan Nuraini akhirnya banting setir dan benar-benar menggeluti karirnya di dunia musik Indonesia secara professional.
Hal itu dibuktikan dengan karya nyata, yakni peluncuran album perdananya yang bertajuk "Penguasa Lelaki". "Sekarang saya sedang komitmen di musik. Karena di dunia tarik suara, aku menemukan tantangan baru, sebuah dunia yang selama ini belum pernah aku pelajari. Semuanya serba baru," ungkapnya, di sela-sela peluncuran album perdananya di Kafe Pisa, Mahakam, Jakarta Selatan, Rabu (6/6).
Yang menarik dalam album tersebut, bintang model Sunsilk ini juga menciptakan 4 lagu yang bertemakan cinta. Bahkan sebuah lagu ciptannya yang berjudul Dilema, hanya diciptakan selama 10 menit saja, Saat ditanya sumber inspirasinya, perempuan kelahiran Jakarta 23 Maret 1985 ini mengatakan mantan kekasihnya, Sahrul Gunawan.
"Karena Aa itu kisah cintaku, otomatis dia menjadi sumber inspirasi dari lagu-laguku. Menulis lirik lagu sama seperti puisi. Setelah dicoba ternyata saya bisa menulis lagu. Empat lagu liriknya saya ciptakan sendiri karena dibuat berdasarkan pengalaman. Ternyata, saya cukup cepat membuat lirik. Bagi saya lebih mudah membuat lirik dibandingkan nada karena saya baru terjun di dunia musik," tandasnya.
Saat ditanya apakah dirinya akan meninggalkan dunai akting dan beralih menjadi penyanyi, pemain sinetron Putri Cahaya itu menampiknya. "Saya tidak mau meninggalkan akting. Dunia akting akan saya lanjutkan setelah promo album selesai, kira-kira tiga bulan lagi. Ada perbedaan antara akting dengan menyanyi. Akting saya bisa menjadi orang lain, sementara kalau menyanyi saya harus menjadi diri sendiri," paparnya. (yun/indoseleb)
|
|
|
|
|
|
|
|
INTAN NURAINI Penguasa Lelaki
Kamis, 07/06/2007
Pesinetron Intan Nuraini bertekad memasuki dunia tarik suara di Tanah Air lewat album barunya, Penguasa Lelaki. Diaberharap album tersebut bisa menguasai belantika industri musikIndonesia.
JAKARTA (SINDO) Intan yang memulai karier melaluiajang pemilihan Gadis Sampul ini semakin mantap menapaki jejaknya didunia musik. Dia rela menyingkirkan dunia akting untuk sementara waktudan beralih ke nyanyi.
拻Kayaknya seru aja kalau wanita menguasai lelaki. Soalnya, kan selama ini justru wanitayang dikuasai lelaki.Ya,mudah-mudahan sajaalbuminijugamenguasaiindustrimusik di Indonesia,攖utur Intan, saat peluncuran album perdananya diPisa Kafe Mahakam, Jakarta Selatan, kemarin.
Sebagai pendatang baru, kiprah Intan terbilang mengejutkan. Bukan hanya darisisi vokal, dia juga mampu menciptakan sebagian lagu dalam album perdananya itu.Ternyata, kebiasaan itu berawal dari menulis puisi dan pernah mengenyam pendidikan sastra.
拻Awalnyasaya enggak pede, tapi saya terus dimotivasi oleh manajer dan orangtuasaya agar bisa menciptakan lagu sendiri, |
|
|
|
|
|
|
|
Menanggung Bayang-bayang Peterpan
Album : The Titans
Artis : The Titans
Produksi : EMI Music Indonesia, 2007
Popularitas memang jadi beban tersendiri. Sejak diberitakan secara besar-besaran di seluruh acara infotainment bahwa mereka dikeluarkan dari Peterpan, pemain keyboard Andika dan pembetot bas Indra menanggung beban itu.
Saat mereka berdua membentuk band baru berjudul The Titans yang langsung meluncurkan album perdana, tak bisa dicegah, publik dan media segera membandingkan band tersebut dengan Peterpan. "Padahal, personel The Titans tidak cuma dari eks Peterpan. Oni dulu pemain gitar Five Minutes dan Tomtom dulunya personel T-Five. Konsep musiknya pun berbeda," tandas Arnel Affandi, Managing Director EMI Music Indonesia.
Selain empat personel yang telah disebutkan, dua anggota lain adalah Rizki (vokal) dan Imot yang mengurusi programming, sampling, dan synthesizer. Dengan penambahan instrumen programming dalam musiknya ini, The Titans bermaksud meniru formasi Linkin’ Park.
Kembali ke soal perbandingan dengan Peterpan, suara vokal Rizki di beberapa lagu memang harus diakui hampir menyerupai suara vokal Ariel Peterpan.
Meski demikian, tetap ada perbedaan antara vokal Rizki dan Ariel. Suara Rizki terdengar memiliki tenaga yang lebih kuat dan lantang dibandingkan dengan Ariel yang lebih sering menyanyi dengan gaya seperti orang menggumam.
The Titans harus berjuang lebih keras lagi untuk lepas dari bayang-bayang Peterpan. (DHF) |
|
|
|
|
|
|
|
"Anak Emas" di Negeri Jiran
Frans Sartono
Malaysia seperti negeri kedua bagi beberapa penyanyi dan band dari Indonesia. Krisdayanti, Rossa, Peterpan, Samsons, adalah sebagian dari deretan artis Tanah Air yang akrab di telinga publik Malaysia. Mereka memenuhi kerinduan publik Melayu akan suara artis Melayu.
Peterpan meluncurkan album terbarunya Hari Yang Cerah di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 25 Mei lalu. Konser kecil di Ruums Bar & Club, dipadati puluhan peminat Malaysia yang hafal lagu-lagu band yang dimotori vokalis Ariel itu.
Pada kesempatan berbeda, Twilite Orchestra dengan konduktor Addie MS manggung dua hari di Kuantan, Pahang, Malaysia, pada 13-14 April lalu. Membawa 50 musisi, Twilite tampil bersama penyanyi Krisdayanti dan Siti Nurhaliza di Stadion Darul Makmur, Pahang. Mereka ditonton sekitar sepuluh ribu penonton termasuk Sultan Pahang berikut kerabat termasuk anak cucu.
Maret silam, 3 Diva yang diawaki Ruth Sahanaya, Titi DJ, dan Krisdayanti diiringi Orkestra Erwin Gutawa berkonser di Stadium Putra, Bukit Jalil, Kuala Lumpur. Hadir sekitar 5.000 penonton termasuk mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad.
Mereka bagai super star di negeri Jiran. Peterpan menjadi seperti "anak emas" di negeri orang. Album mereka terjual di atas 200.000 keping. Konser mereka dua tahun lalu di Stadium Merdeka, Kuala Lumpur, dihadiri sekitar 30.000 penonton. Band dari Bandung itu kini bahkan dijadikan Power Icon, ikon produk Channel X produk terbaru Celcom Berhad, salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Malaysia. Produk ini memungkinkan pengguna telepon seluler Celcom untuk menikmati lagu-lagu, klip video, wallpaper, dan screensaver dari Peterpan.
Penonton Malaysia menyambut penampilan Krisdayanti yang di Malaysia juga disebut sebagai KD. Begitu KD melantunkan sepotong lirik awal, "Mencintaimu.........", seisi stadion langsung melanjutkan menyahut, "...seumur hidupku......". Bahkan, Sultan Pahang pun hafal lagu Mencintaimu.
Dalam pertunjukan di Pahang itu, semua lagu KD dipilih sendiri oleh Sultan Pahang dan Tengku Abdul Rahman seperti Menghitung Hari, Mahadaya Cinta, Mencintaimu, yang memang sangat dihafal publik Malaysia.
"KD itu memang benar-benar diva. Penampilannya luar biasa, begitu pula suaranya, hebat," kata Tengku Abdul Rahman.
Puitis dan merayu
Begitulah artis Indonesia mendapat tempat istimewa di pentas musik Malaysia dan juga Singapura. Selain deretan nama artis tersebut di atas, band seperti Samsons, Radja, Ungu, Nidji, Letto, Inul Daratista yang disebut Ratu Gelek (goyang) saat ini tengah populer di negeri tetangga itu. Dewa, Padi, Naif, GIGI, Sheila on 7 (SO7) juga pernah populer. Beberapa nama mengalami pasang surut seperti SO7 yang saat ini menurut media lokal disebut sebagai "kehilangan daya sengat."
Apa pun, seniman muda Indonesia masih dianggap mempunyai daya sengat di tengah popularitas band Malaysia yang populer saat ini seperti Search, Wings, Exists sampai Siti Nurhaliza yang masih dianggap penyanyi "nombor" satu. Lagu-lagu dari musisi Indonesia dianggap memberi tawaran rasa segar pada publik Malaysia.
Itu bukan fenomena baru. Seniman Indonesia generasi dari berbagai era juga berjaya di Malaysia. Tersebutlah antara lain Titik Puspa, Lilies Suryani, duet Titik Sandhora-Muchsin, Koes Plus, D’Lloyds, Broery Marantika, Bob Tutupoly, Harvey Malaihollo, Vina Panduwinata, dan banyak lagi.
"Lagu Titik Sandhora-Muchsin meresapi jiwa-jiwa peminat musik di Malaysia," kata Azmeer, penggubah lagu Malaysia.
"Peminat di sini (Malaysia) anggap kebanyakan penyanyi atau band Indonesia berbeda dari segi melodi, musik, lirik lagu, dan cara persembahan (penampilan) mereka. Muzik Indonesia berbeda daripada muzik yang sering didengar di sini," kata Hamisma Hassan, wartawan dari Utusan Karya, Malaysia.
Lagu My Heart, lagu tema sinetron Heart yang dinyanyikan Acha dan Irwansyah itu sangat populer di Malaysia. Dalam konser Twilite Orchestra, lagu tersebut dibawakan duet Siti Nurhaliza dan finalis Malaysian Idol. Dan rupanya lagu itu dihafal luar kepala oleh penonton Malaysia.
"Yang menarik dari lagu Indonesia adalah jenis musik yang variatif dan syair lagu yang puitis. Bahasanya lebih ringan dibandingkan lagu Malaysia," kata Alfarazzi Chan, pengarah artistik dalam industri perfilman Malaysia yang terlibat dalam pembuatan film Dealova.
Begitu puitisnya, sampai-sampai Chan menggunakan lirik lagu Indonesia untuk merayu istrinya yang bernama Yaya Said.
"Iya loh, aku dirayu pakai lagu Indonesia, jadi terdengar lucu malah nggak romantis, ha-ha.." kata Yaya tentang rayuan sang suami.
Lagu-lagu Melayu Malaysia, di telinga Chan, cenderung membosankan karena irama lagu hampir semua sama dan semua tentang cinta saja. Meski lagu Indonesia juga banyak bertutur tentang cinta, akan tetapi, kata Chan, penyampaiannya lebih menarik buat publik Malaysia.
"Mutu penyanyi Indonesia tak dinafikan lagi. Baik itu vokal, kreativiti, persembahan (penampilan) mereka," kata Azmeer yang menjadi salah satu juri lomba nyanyi televisi Gang Starz tayangan TV3.
Peluang
Dalam pandangan pelaku industri musik Indonesia, salah satu faktor berjayanya lagu Indonesia di Malaysia adalah faktor kerinduan publik Malaysia pada lagu berbahasa Melayu modern.
Menurut Jan Djuana, Artist and Repertoire Manager dari Sony BMG Indonesia, musik Melayu di Malaysia hanya memenuhi 15-20 persen pasokan dan selebihnya adalah musik dari artis non-Malaysia. Di Indonesia perbandingan musik lokal dan non-lokal adalah 70:30.
"Musik kita menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Artinya, lagu kita lebih banyak dari lagu orang. Ini yang belum terlaksana di Malaysia dan Singapura," kata Jan.
Peluang di Malaysia dan Singapura itu diisi oleh artis Indonesia. Peluang itu bahkan merembet ke tingkat kontes nyanyi televisi seperti Gang Starz, yang digelar TV3. Dua peserta dari Indonesia yaitu Mendua dan The Lima masuk empat besar bersama dua peserta Malaysia. Final mereka akan ditayangkan langsung TV3 dan TPI pada 17 Juni mendatang.
Perekat
Penyanyi dan lagu Indonesia yang populer di Malaysia menjadi semacam perekat kekerabatan antar-sesama rumpun Melayu. Di tengah gelombang industri musik global, kaum muda Melayu dari Indonesia dan Malaysia berusaha mempertahankan identitas kemelayuan, setidaknya lewat lagu berbahasa rumpun Melayu yang hidup di Malaysia, Indonesia, Singapura, juga Brunei Darussalam.
Kekerabatan rumpun Melayu itulah yang akan digalang lewat musik. Termasuk lewat kontes nyanyi televisi Gang Starz, tayangan TV3 Malaysia, yang diikuti peserta dari Malaysia, Singapura, dan Indonesia.
"Kami di Malaysia, ada persamaan bahasa dan cita rasa dengan Indonesia. Di Gang Starz kami ingin majukan industri musik di rantau Asia Tenggara," kata Dato’ Farid bin Ridzuan dari TV3 yang datang di Jakarta.
Lewat musik, kaum muda Melayu menguatkan akar-akar Melayu.
|
|
|
|
|
|
|
|
"Seperti Keluarga Sendiri"
Bagi publik Malaysia, pergelaran musik 3 Diva di Stadion Bukit Jalil, 25 Maret 2007 lalu, membawa dampak tersendiri bagi pentas musik di negeri jiran ini. Penyanyi dan pemusik Malaysia jadi tergugah. Setidaknya itu menurut Razlan Tan Sri Ahmad Razali, promotor Pineapple Concerts Bhd Malaysia yang menggelar konser 3 Diva di Malaysia.
Pergelaran 3 Diva dengan iringan Erwin Gutawa Orchestra dan pengarah panggung Jay Subiakto itu membawa konsep pentas musik yang berbeda dari pentas-pentas musik di Malaysia sebelumnya.
"Selama ini, penyanyi hanya menyanyi di panggung diiringi musik. Tetapi 3 Diva tidak demikian. Seluruh artistik panggung juga dibawa dari Indonesia," ungkap Razlan yang di Malaysia dikenal sebagai promotor "big budget", yang sering mendatangkan artis besar seperti Lionel Richie sampai Blac Eyed Peas.
"Tiga penyanyi yang diajak duet oleh 3 Diva, Norin Aziz, Dayang Nurfaizah, dan Nurul, kini mereka top. Katakanlah, mereka kini jadi 3 Diva di Malaysia...," kata Razlan melalui telepon internasional, Sabtu (9/6) kemarin.
Padahal, ketika penyanyi lokal yang semula biasa-biasa saja itu hanya berkolaborasi dalam satu lagu bersama 3 Diva. Norin Aziz berduet satu lagu dengan Ruth Sahanaya, Dayang Nurfaizah dengan Titi DJ, dan Nurul berdangdut dalam lagu Begadang-nya Rhoma Irama) dengan Kris Dayanti.
"Selepas 3 Diva, artis-artis Malaysia bangkit. Mereka buat show seperti 3 Diva, dan banyak yang mengajukan proposal pada saya untuk pergelaran serupa," kata Razlan.
"Saya juga melihat, penampilan artis-artis Indonesia yang bisa dikatakan, bertaraf internasional seperti Maliq & d’Essential Marcell dan Glenn Fredly. Mereka tampil beda," kata Razlan.
Di luar faktor keandalan dan profesionalitas, kelebihan artis-artis musik dari Indonesia, menurut Razlan, adalah sikap kekeluargaannya. Berbeda dengan sikap "perhitungan" artis-artis internasional, maka produksi 3 Diva yang lalu lebih kental dengan rasa kekeluargaan.
"Mereka seperti keluarga. Ketika mereka meninggalkan Kuala Lumpur, saya seperti kehilangan keluarga sendiri," ungkap Razlan. (sha)
|
|
|
|
|
|
|
|
Dari P Ramlee sampai Siti Nurhaliza
Frans Sartono dan Dahono Fitrianto
Malaysia merupakan pesona tersendiri bagi penikmat dunia hiburan di Indonesia. Dari masa ke masa popularitas penyanyi atau bintang film Malaysia timbul tenggelam di negeri ini.
Tersebutlah P Ramlee pada era 1950-an, Sheila Majid, dan band Search pada akhir 1980-an hingga Siti Nurhaliza yang sampai saat ini masih populer di Tanah Air.
P Ramlee (1929-1973) adalah nama yang merakyat bagi penggemar film di Indonesia era 1950-an. Saat itu film dari negeri tetangga itu disebut sebagai film Malaya. Pada beberapa judul film Malaya sempat lebih laris daripada film Indonesia. Film P Ramlee, seperti Juwita (1951), Penarek Becha (1955), sampai Bujang Lapok (1957), menjadi bahan pembicaraan sampai ke kampung-kampung.
Lagu Bila Kupandang Juwita yang dinyanyikan P Ramlee dalam film tersebut sempat terkenal di Indonesia. Baju kotak-kotak yang dikenakan P Ramlee dalam film Juwita menjadi mode sampai muncul istilah "Kotak-kotak P Ramlee."
"Bahkan, kukul atau jerawat P Ramlee juga terkenal dan menjadi ejekan. Kalau ada orang kukulen (jerawatan), akan dibilang, ’Wah itu kukul P Ramlee’," kata Satyadi (61), warga Solo, yang sempat menikmati kejayaan film P Ramlee.
Melompat ke era paruh kedua era 1980-an, datanglah Sheila Majid di khazanah musik pop. Lagu Antara Anyer dan Jakarta gubahan Oddie Agam terdengar setiap hari di tahun 1987. Suaranya yang khas menawarkan sensasi dengaran baru bagi penikmat musik pop di Indonesia.
"Cara dia melafal lirik lagu itu Malaysia banget. Coba ingat lagu Antara Anyer dan Jakarta pasti ingat ’mimpi burok’," tutur Prita yang pernah menjadi pengarah musik sebuah radio di Bandung.
Ia teringat akan bunyi vokal "o" pada kata burok (buruk) dilafalkan bulat-bulat seperti "o" pada kata kado.
Sheila boleh dibilang sebagai penyanyi langganan tampil bernyanyi di Indonesia. Begitu larisnya Sheila di negeri ini sehingga ia pernah mendapatkan BASF Award di Jakarta pada tahun 1987 untuk kategori Penyanyi R&B Wanita Terbaik. Ia merupakan penyanyi dari luar Indonesia pertama yang mendapat penghargaan BASF.
Sheila terus populer hingga awal 1990-an. Lewat album Legenda, ia menggali lagu-lagu populer Malaysia era P Ramlee. Dan lagi-lagi, lagu P Ramlee itu populer kembali lewat versi Sheila, seperti Engkau Laksana Bulan atau Aduh Sayang
"Isabella"
Selang sekitar dua tahun kemudian lagu-lagu dari artis Malaysia kembali menjadi bahan dengaran. Kali ini datang dari band Search dengan vokalisnya Suhaemi alias Amy Search yang memopulerkan lagu Isabella. Search dengan Isabella-nya berkenan di telinga publik tahun 1989-1990. Nyatanya kaset Search yang diedarkan PT Musica Studio’s laku 600.000 kopi.
Search seperti menjadi jembatan masuknya deretan penyanyi dan band Malaysia pada era 1990-an. Tersebutlah antara lain Wan Norafizah binti Ariffin yang lebih populer sebagai Nora, kemudian Ella, Azizah, Ning Baizura, Iklim, Wing, Arena, XPDC, Exits, sampai Siti Nurhaliza. Belakangan hadir pula kelompok nasyid Raihan sampai grup rap Too Phat.
Slam lewat vokalis Zamani memopulerkan Gerimis Mengundang gubahan seniman Malaysia Saari Amri. Slam juga sukses menjual album di Indonesia, yaitu laku sekitar 500.000 kopi. Band Iklim dengan vokalis Saleem terkenal lewat Suci dalam Debu.
Puncak dari meriahnya artis Malaysia itu adalah datangnya Siti Nurhaliza. Ia mulai menarik perhatian telinga pendengar musik Tanah Air lewat lagu Betapa Kucinta Padamu yang pernah populer pada tahun 1997. Kurang dari enam bulan album yang diedarkan Blackboard itu terjual sekitar 400.000 kopi. Kemelayuan Siti lebih kental lagi lewat lagu Cindai dan ternyata digemari di Indonesia. Album yang memuat lagu tersebut terjual di atas 100.000 keping.
Duet Malaysia-Indonesia
Industri hiburan mencium peluang bisnis dengan meledaknya album Amy Search, Isabella, dan pada tahun 1990 membuat film berjudul Isabella yang dibintangi Amy dan Nia Zulkarnaen, garapan sutradara Boyke Roring. Popularitas Amy terus digenjot lewat album duet bersama penyanyi Indonesia, Inka Christie, yang meledak melalui lagu Nafas Cinta.
Mengacu pada sukses duet Amy-Inka Christie, Saleem pun dicarikan pasangan duet dengan penyanyi Indonesia. Maka berduetlah Saleem dengan Poppy Mercury lewat lagu Cinta Kita, dan lagu itu populer. Lagu tersebut digubah berdua antara penulis lagu Malaysia, M Nasir, dan penggubah lagu Indonesia, Youngki Suwarno. Pola duet serupa juga diberlakukan pada penyanyi Ning Baizura yang dipasangkan dengan Heidy Yunus.
Paceklik "Mat Rocker"
Dibandingkan era 1990-an, penyanyi asal Malaysia kini sedang mengalami "paceklik" di pasar musik Indonesia. Beberapa yang masih populer adalah Siti Nurhaliza dan grup nasyid Raihan. Mawi, grup band nomor satu di Malaysia saat ini, belum terdengar lagunya di Indonesia. Mawi memainkan musik gaya lama, seperti D’Lloyd.
"Saya rasa agak berat bagi mereka masuk Indonesia saat ini," tutur Arnel Affandi, Managing Director Perusahaan Rekaman EMI.
Pendapat senada disampaikan Daniel Tumiwa, Direktur Pemasaran Universal Music Indonesia. Musisi Malaysia saat ini, kata dia, sulit bersaing dengan band-band Indonesia.
"Mereka masih berpikir sebagai ’Mat Rocker’, atau rocker zaman dulu yang gondrong, pakai celana ketat, dan sisir mungil nongol di saku belakang dianggap keren. Musikalitasnya juga jauh banget dibanding band Indonesia saat ini. Mereka masih memainkan rock Melayu," ujar Daniel.
[ Last edited by jf_pratama at 10-6-2007 06:12 PM ] |
|
|
|
|
|
|
|
Minggu, 10 Juni 2007,
Tompi Jadi Produser
SURABAYA - Teuku Adi Fitrian atau yang lebih dikenal dengan Tompi tak hanya piawai melantunkan nada-nada jazzy dan groovy. Pria kelahiran Lhokseumawe, Aceh, 27 tahun lalu itu juga mahir menulis lagu dan memoles bakat.
Buktinya, selain tampil menyanyi di berbagai tempat, dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu sedang sibuk dengan proyeknya mengorbitkan penyanyi baru. Penyanyi itu bernama Bibus. "Selama ini, Bibus membantu saya sebagai backing vocal dan pemain piano," ujarnya ditemui usai tampil di The Tavern Bar, Hotel Hyatt, Surabaya, Jumat lalu.
Pada album Bibus yang segera diluncurkan beberapa bulan mendatang, Tompi berperan sebagai produser. "Musik Bibus lain dari musik saya. Tapi, kalau orang jeli, mereka akan tahu ada sentuhan musik Tompi di situ," terang pelantun hit Selalu Denganmu tersebut.
Jika dengan Bibus Tompi mencoba untuk memperkenalkan artis baru ke kancah musik nasional, itu berbeda dengan yang dilakukan Tompi kepada penyanyi lawas Rafika Duri. Pemilik album Playful tersebut diminta pihak label, Musica, untuk ikut berperan pada pembuatan album Rafika Duri. "Ya, sudah tiga minggu ini saya membantu Mbak Fika untuk meng-arrange vokal pada album barunya," jelas mahasiswa program dokter spesialis bedah plastik tersebut.(nar)
|
|
|
|
|
|
|
|
Baron Tambah Band Lelaki
Sabtu, 09 Juni 2007
Mantan gitaris grup band GIGI dan /rif yang kini sibuk bersolo karir, Baron, tengah menyiapkan dua proyek besar. Diproduseri drumer Slank, Bim-Bim, dan Bunda Iffet, pria pemilik nama lengkap Ario Baron Suprayogi itu mendirikan sebuah band bernama No Future. Selain Baron pada gitar, band tersebut digawangi Yudi (Grass Rock) pada bas, Eki Lamoh pada vokal, dan Masto (Kidnap Katrina) pada drum.
Album band yang mengusung musik rock itu akan diedarkan label musik Pulau Biru, yang selama ini menaungi Slank. Tak heran sebagian personel Slank, seperti Ivanka (bas) dan Bim-Bim, ikut membantu dalam penulisan lagu. “Sementara ini, sudah jadi enam di antara sepuluh lagu yang direncanakan mengisi album perdana No Future,” kata Baron ditemui di Surabaya Kamis lalu.
Album perdana No Future akan dirilis tahun ini. Sebelum albumnya keluar, aksi panggung perdana band tersebut bisa disaksikan di konser Soundrenaline, Bandung, pada Juli atau Agustus mendatang.
Selain No Future, Baron tengah mempersiapkan album solo. “Yang jelas, ini akan beda dengan Baron Band dulu. Musik untuk album ini akan lebih nge-rock,” jelasnya.
Baron tak ingin setengah-setengah dalam menggarap solo albumnya tersebut. Demi memperoleh hasil terbaik, waktu empat tahun yang sudah dilaluinya untuk proses album itu dirasa belum cukup. “Sekarang sudah terkumpul 14 lagu. Masih belum tahu kapan akan diedarkan. Ini proyek idealis pokoknya,” tuturnya.
Untuk dua proyeknya itu, Baron konsisten dengan musik rock. Menurut dia, Indonesia saat ini butu* band lelaki yang gahar. “Coba siapa yang pantas disebut band lelaki di Indonesia sekarang. Paling ya God Bless, Boomerang, atau Slank. Lewat dua proyek ini, saya ingin menambah ‘’band lelaki” di Indonesia,” tuturnya. (nar/jpnn)
[ Last edited by jf_pratama at 10-6-2007 06:08 PM ] |
|
|
|
|
|
|
|
Indonesian Jazzy Vocal Too:
Dari Bhaskara Hingga Harvey Malaihollo
Masih ingat dengan komposisi Bayang-bayang, dari kelompok Bhaskara? Komposisi ini menjadi salah satu repertoire yang disuguhkan di album Indonesian Jazzy Vocal Too, produksi Target Pop, yang dirilis belum lama ini.
Album ini menyajikan perjalanan panjang musik pop Indonesia bernuansa jazzy, dalam rentang waktu 80-an, ketika kelompok Staff dan Bhaskara pernah berjaya, hingga era 2000-an yang diwakili oleh kelompok Clorophyl dengan komposisi Bisik.
Empat belas komposisi menarik disuguhkan di album ini. Di antaranya adalah Pesta (Elfas Singers), Dara (Harvey Malaihollo), Bayang-bayang (Bhaskara), Pemuda (Chaseiro), Stolen (Diagfragma), Andai Saja (Iga Mawarni), This Masquerade (Mus Mujiono) dan Langkah Nada (Staff).
Album Indonesian Jazzy Voval Too menyajikan perjalanan musikal dua generasi yang menjadi tonggak khasanah musik di tanah air. Simak komposisi Bayang-bayang, yang dinyanyikan dengan sangat ekspresif oleh Vonny Sumlang. Begitu juga dengan komposisi Pemuda, dari kelompok Chaseiro, yang dimotori oleh Chandra Darusman.
Duet Dian Pramana Poetra dan Syaharani, pada komposisi Biru cukup menarik untuk Anda simak. Komposisi ini telah diaransemen ulang, dan diangkat dari album Terbaik Terbaik, Dian Pramana Poetra. Komposisi lawas yang juga diaransemen ulang di album ini adalah Dara, yang dinyanyikan oleh Harvey Malaihollo.
Untuk Anda yang ingin menikmati komposisi-komposisi era 2000-an, maka komposisi Believe (Cinta Abadi), yang dinyanyikan oleh Gaby Suano cukup menarik untuk disimak. Begitu juga dengan Satu Yang Pasti, komposisi bergaya swing yang dinyanyikan oleh dedengkot Komunitas Jazz Kemayoran, Beben S.M.
Jika Anda ingin bernostalgia kembali dengan komposisi-komposisi lawas yang pernah menjadi hits di era 80-an, maka album Indonesian Jazzy Vocal Too, layak menghiasi koleksi musik Anda.(ymn)
Indonesian Jazzy Vocal Too :
Executive Producer : Seno M. Hardjo & Joe Jodjana for Target Pop
Distributed By : Prosound - Under Exclusive License Target Pop
Info Selengkapnya : Target Pop - 62-21-7278-6143 (Telp/Fax)
|
|
|
|
|
|
|
|
Reply #157 AntagonisYgKeut's post
|
|
|
|
|
|
|
Trisum - 1st Edition:
Ekspresi Musikal Tiga Gitaris
Siapa menyangka, penampilan kelompok Trisum di Taman Ismail Marzuki, pada akhir tahun 2006 lalu mendapat sambutan yang sangat baik dari penggemar musik di tanah air. Ketika itu, Dewa Budjana, Tohpati, dan I Wayan Balawan tampil di satu panggung. Penonton terpesona. Maka, permintaan untuk terus tampil bertiga terus berdatangan.
Trisum pertama kali digagas oleh Dewa Budjana dan Tohpati. Didukung I Wayan Balawan, trio ini terus eksis dan sempat melakukan tur ke beberapa kota beberapa waktu lalu. Maka, April 2007 lalu album Trisum - 1st Edition dirilis ke pasar musik tanah air oleh SonyBMG.
Yang menarik, di album perdana Trisum ini, pihak SonyBMG memproduksinya dalam dua format, yaitu CD Reguler dan CD Deluxe. Perbedaannya, pada CD Deluxe terdapat bonus berupa DVD The Making of dari album Trisum.
Album 1st Edition turut didukung oleh sejumlah musisi handal, yaitu Indro Hardjodikoro (electric bass), Sandy Winarta (drum), Eugen Bonty (clarinet), Bang Sat (seruling), dan Jalu Pratidina (kendang). Musisi-musisi inilah yang kerap tampil bersama Trisum di setiap pertunjukannya.
Menikmati musik Trisum di album ini bagaikan mendengar dialog tiga pendekar gitar dengan gaya yang berbeda. Simak permainan mereka pada komposisi Cublak-cublak Suweng yang jenaka, misalnya, atau Kr. Kemayoran -- karya Ismail Marzuki, yang menjadi begitu "berbeda".
Budjana, Tohpati, dan Balawan memang bukan gitaris kemarin sore. Itulah sebabnya, penjelajahan musikal yang coba ditawarkan di album ini layak Anda simak. Dengarkan komposisi Mahabrata, misalnya, yang kental dengan unsur etnisnya atau medley komposisi Caka dan Lukisan Pagi yang melodius.
Komposisi karya Balawan, Mainz in My Mind, juga sangat menarik untuk disimak. Balawan tampak dominan pada komposisi ini. Dan, ketika tiba saatnya, Budjana dan Tohpati langsung mengganti dominasi teknik tapping dari Balawan dengan pola permainan gitar yang mereka miliki.
Tampilnya Trisum di jagat musik Indonesia mengingatkan kita pada hal serupa yang pernah dilakukan oleh pendekar gitar dari genre musik Rock, yaitu Joe Satriani, Steve Vai, Ingwie Malmsteen, dan John Petrucci, yang berkolaborasi merilis beberapa album live G3. Di ranah musik jazz, kita juga pernah menikmati kolaborasi John McLaughlin, Paco de Lucia, dan Al DiMeola, yang juga sempat merilis album akustik.
Nah, bagi Anda yang ingin menikmati permainan gitar dari tiga gitaris tanah air, yang memiliki pola permainan dan gaya yang berbeda, maka album Trisum - 1st Edition layak Anda jadikan referensi.
|
|
|
|
|
|
|
| |
|