|
Ilmu tasauf dan tarikat [+ gabungan thread mohdmus]
[Copy link]
|
|
Reply 1420# baghal
Amalan-amalan mungkar yang dianggap amalan “kuburi” dan sepakat diharamkan oleh Imam as-Syafie dan para ulama besar bermazhab as-Syafie:
1 - Membina masjid di tanah perkuburan, mengkebumikan mayat di dalam masjid atau di kawasan tanah masjid.
2 - Solat wajib atau sunnah di kubur atau di masjid yang ada kubur, sama ada di dalam, di luar atau di persekitarannya.
3 - Solat wajib atau sunnah menghadap kubur (kecuali solat jenazah).
4 - Meminta (menyeru), berdoa atau bertawassul kepada orang mati (mayat) di dalam kubur sama ada wali, nabi atau para rasul.
Doa atau seruan secara bertawassul kepada orang yang telah mati samalah seperti menyeru orang mati, doa pula adalah merupakan ibadah yang tidak boleh mengibadahi orang mati dengan berdoa kepada mereka sebagaimana sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam:
“Dari Nu’man bin Basyir, dari Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam bersabda: Doa itu adalah termasuk ibadah. Kemudian baginda membaca ayat (dan telah berfirman Rabbmu, berdoalah kepadaKu, nescaya akan Aku perkenankan) ”. (Hadis sahih riwayat Abu Daud (1479). Ahmad 4/267, 271, 276, 277. Bukhari dalam Adab al-Mufrad (714). Hakim, 1/491. Ibnu Majah (3828). Ibnu Hibban (2397). Dan Turmizi.)
“Maka janganlah kamu menyeru tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang diazab”. ASY-SYUARA, 26:213.
“Janganlah kamu seru di samping Allah tuhan apapun yang lain, tiada Tuhan yang berhak (yang wajib) diibadahi selain Dia”.
AL-QASAS, 28:88.
Sesiapa yang menyeru, memohon, mengharap, meminta pertolongan atau berwasilah kepada roh orang yang telah mati, sama ada roh para rasul, nabi, wali, tok guru, syeikh atau orang yang disucikan, maka perbuatan tersebut adalah perbuatan “kuburi”, keji, dosa besar, dilaknat dan syirik hukumnya menurut Imam Syafie. Allah Azza wa-Jalla berfirman:
“Dan sesungguhnya barangsiapa yang menyeru seruan yang lain di samping menyeru Allah, padahal tidak ada satu pun dalil baginya melakukan hal itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak beruntung”. AL-MUKMINUN, 23: 117.
Yang wajib diseru dan disembah hanyalah Allah, jika doa itu merupakan seruan, maka serulah Allah sahaja dan janganlah diseru orang yang telah mati kerana menyeru orang mati hukumnya syirik, tetapi serulah Allah kerana Allah berjanji akan memperkenankan seruan hambaNya. Allah berfirman:
“Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah (mintalah) kamu kepadaKu, nescaya akan Ku perkenankan bagimu. Sesungguhnya yang menyombong diri dari menyembah Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina”.
AL-GHAFIR , 40:60.
Mayat di dalam kubur tidak boleh lagi diseru, selain ada larangan dari syara, si Mayat juga sudah tidak boleh berbuat apa-apa dan tidak boleh mendengar seruan manusia. Allah Azza wa-Jalla berfirman:
“Yang (tersebut) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaanNyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempnyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu, dan kalaupun mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui”.
FATHIR, 35:13-14. |
|
|
|
|
|
|
|
**** Bertawasul Dengan Maqam Nabi Dimasa Kekhalifahan Umar al-Khattab رضي الله عنه
Syaikh Yusuf bin Ismail an-Nabhani menyebutkan didalam Syawahidul Haq fil Istighosah bi Sayyidil Khalaq.baghal Post at 26-4-2010 10:57
Syaikh Yusof bin Ismail an-Nabhani adalah pengarang banyak buku-buku tasawwuf (sufi) dan pengatur cerita fitnah terhadap Sayid Jamaluddin Al-Afghany dan Muhammad Abduh seperti dalam bukunya "Al-Qud-ullu'-lu-ah, fi mada-ihin Nabawiyah" dengan mengatakan mereka berdua terjulur lidahnya sehasta ketika mati, peminum arak, pemakan bangkai, kaki perempuan, perosak agama dan pelbagai tuduhan lagi.
Dusta An-Nabhani memang laris dikalangan kaum sufi dan orang2 yang berfikiran seperti dia dengan fitnah dan memburuk2kan ulama dan tokoh-tokoh yang menegakkan pemurnian aqidah umat Islam. |
|
|
|
|
|
|
|
Reply baghal
Amalan-amalan mungkar yang dianggap amalan “kuburi” dan sepakat diharamkan ole ...
Nazrulism Post at 26-4-2010 21:05
Pendapat Ahlusunnah wal Jama’ah (bahkan Islam secara keseluruhan).
Terlampau banyak contoh fatwa ulama Ahlusunnah dalam menjelaskan hukum Tawassul/Istighatsah dan Tabarruk ini. Contoh beberapa tokoh dari mereka saja:
 Imam Ibn Idris as-Syafi’i sendiri pernah menyatakan: “Sesungguhnya aku telah bertabarruk dari Abu Hanifah (pendiri madzhab Hanafi .red) dan men- datangi kuburannya setiap hari. Jika aku memiliki hajat maka aku melakukan shalat dua rakaat dan lantas mendatangi kuburannya dan meminta kepada Allah untuk mengabulkan do’aku di sisi (kuburan)-nya. Maka tidak lama kemudian akan dikabulkan” (Lihat: Kitab Tarikh Baghdad jilid 1 halaman 123 dalam bab mengenai kuburan-kuburan yang berada di Baghdad)
 As-Samhudi yang bermadzhab Syafi’i menyatakan; “Terkadang orang bertawassul kepadanya (Nabi saw) dengan meminta pertolongan berkaitan suatu perkara. Hal itu memberikan arti bahwa Rasulallah saw. memiliki kemampuan untuk memenuhi permintaan dan memberikan syafa’atnya kepada Tuhannya. Maka hal itu kembali kepada permohonan do’anya, walaupun terdapat perbedaan dari segi pengibaratannya. Kadangkala sese- orang meminta; ‘aku memohon kepadamu (wahai Rasulallah ) untuk dapat menemanimu di syurga…’, tiada yang dikehendakinya melainkan bahwa Nabi saw. menjadi sebab dan pemberi syafa’at” (Lihat: Kitab Wafa’ al-Wafa’ bi Akhbar Daarul Mustafa karya as-Samhudi Jilid 2 halaman 1374)
 As-Syaukani az-Zaidi pernah menyatakan akan legalitas tawassul dalam kitab karyanya yang berjudul “Tuhfatudz Dzakiriin” dengan mengatakan: “Dan bertawassul kepada Allah swt. melalui para nabi dan manusia sholeh”. (Lihat: Kitab Tuhfatudz Dzakiriin halaman 37)
 Abu Ali al-Khalal salah seorang tokoh madzhab Hanbali pernah menyata kan: “Tiada perkara yang membuatku gunda kecuali aku pergi ke kuburan Musa bin Ja’far (keturunan Rasulullah saw. yang kelima ) dan aku bertawasul kepadanya melainkan Allah akan memudahkannya bagiku sebagai- mana yang kukehendaki” (Lihat: Kitab Tarikh Baghdad jilid 1 halaman 120 dalam bab kuburan-kuburan yang berada di Baghdad). |
|
|
|
|
|
|
|
Reply 1423# baghal
Betul... ada tawassul yang menepati syari'at,
TAPI BUKAN BERTAWASSUL DENGAN ORANG MATI. |
|
|
|
|
|
|
|
Reply baghal
Amalan-amalan mungkar yang dianggap amalan “kuburi” dan sepakat diharamkan ole ...
Nazrulism Post at 26-4-2010 21:05
Ayat-Ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan Tawassul / Istighotsah
Dalam pandangan al-Qur’an akan kita dapati bahwa hakekat Istighotsah/ Tawassul adalah merupakan salah satu pewujudan dari peribadatan yang hukum dalam syariat Allah swt.. Ini merupakan hal yang jelas dalam ajaran al-Qur’an sehingga tidak mungkin dapat dipungkiri oleh kelompok muslim mana pun, termasuk kelompok Wahabi, jika mereka masih mempercayai kebenaran al-Qur’an. Dalam al-Qur’an akan kita dapati beberapa contoh dari permohonan pertolongan (istighotsah) dan pengambilan sarana (tawassul) para pengikut setia para nabi dan kekasih Ilahi yang berguna untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.. Hal itu agar supaya Allah swt. mengabulkan do’a dan hajatnya dengan segera. Di sini kita akan memberi beberapa contoh yang ada:
 Dalam surat Aali Imran ayat 49, Allah swt. berfirman: “Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): ‘Sesungguhnya aku (Nabi Isa as.) telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung, Kemudian aku meniupnya, Maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman’ ”.
Dalam ayat di atas disebutkan bahwa para pengikut Isa al-Masih ber-tawassul kepadanya untuk memenuhi hajat mereka, termasuk menghidup- kan orang mati, menyembuhkan yang berpenyakit sopak dan buta. Tentu, mereka bertawassul kepada nabi Allah tadi bukan karena mereka meyakini bahwa Isa al-Masih memiliki kekuatan dan kemampuan secara independent dari kekuatan dan kemampuan Maha Sempurna Allah swt.., sehingga tanpa bantuan Allah-pun Isa mampu melakukan semua hal tadi.
Tetapi mereka meyakini bahwa Isa al-Masih dapat melakukan semua itu (memenuhi berbagai hajat mereka) karena Nabi Isa as. memiliki ‘kedudukan khusus’ (jah /wajih) di sisi Allah, sebagai kekasih Allah, sehingga apa yang di inginkan olehnya niscaya akan dikabulkan atau diizinkan oleh Allah swt. Ini bukanlah tergolong syirik, karena syirik adalah; Meyakini kekuatan dan kemampuan Isa al-Masih (makhluk Allah) secara independent (merdeka) dari kekuatan dan kemampuan Allah”. Sudah tentu, muslimin sejati selalu yakin dan percaya bahwa semua kekuatan dan kemampuan yang dimiliki oleh makhluk Allah swt. tidak akan terjadi kecuali dengan izin Allah swt.. Namun aneh jika kelompok Wahabi langsung menvonis musyrik bagi pelaku tawassul/istighotsah kepada para kekasih Ilahi semacam itu.
 Dalam surat Yusuf ayat 97, Allah swt.. berfirman: “Mereka berkata: ‘Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)’ ”.
Jika kita teliti dari ayat ini maka akan dapat diambil pelajaran bahwa, para anak-anak Ya’qub as. mereka tidak meminta pengampunan dari Ya’qub sendiri secara independent tanpa melihat kemampuan dan otoritas mutlak Ilahi dalam hal pengampunan dosa. Namun mereka jadikan ayah mereka yang tergolong kekasih Ilahi (nabi) yang memiliki kedudukan khusus di mata Allah sebagai wasilah (sarana penghubung) permohonan pengampunan dosa dari Allah swt.. Dan ternyata, nabi Ya’qub pun tidak menyatakan hal itu sebagai perbuatan syirik, atau memerintahkan anak-anaknya agar langsung memohon kepada Allah swt., karena Allah Maha mendengarkan segala per- mohonan dan do’a, malahan nabi Ya’qub as menjawab permohonan anak-anaknya tadi dengan ungkapan: “Ya’qub berkata: ‘Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha penyayang’ ”(QS Yusuf: 98).
– Dalam surat an-Nisa’ ayat 64, Allah swt. berfirman: “Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu (Muhammad saw.) lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasul (Muhammad saw.) pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.
Dari ayat di atas juga dapat diambil pelajaran yaitu bahwa, Rasululah saw. sebagai makhluk Allah yang terkasih dan memiliki keduduk- an (jah/maqom/wajih) yang sangat tinggi di sisi Allah sehingga diberi autoriti oleh Allah swt.untuk menjadi perantara (wasilah) dan tempat meminta per- tolongan (istighotsah) kepada Allah swt… Dan terbukti (nanti kita akan dijelaskan dalam halaman berikutnya) bahwa banyak dari para sahabat mulia Rasulallah saw. yang tergolong Salaf Sholeh menggunakan kesempat an emas tersebut untuk memohon ampun kepada Allah swt.. melalui per antara Rasulullah saw.. Hal ini yang menjadi kajian para penulis Ahlusunnah wal Jama’ah dalam mengkritisi ajaran Wahabisme, termasuk orang seperti Umar Abdus Salam dalam karyanya “Mukhalafatul Wahabiyyah” (Lihat: halaman 22).
Semua ahli tafsir al-Qur’an termasuk Mufasir Salafi/Wahabi setuju bahwa ayat An-Nisa: 64 itu diturunkan ketika suatu saat sebagian sahabat melaku- kan kesalahan. Yang kemudian mereka sadar atas kesalahannya dan ingin bertaubat. Dan mereka meminta ampun secara langsung kepada Allah, tapi lihat bagaimana Allah swt. telah meresponnya:
 Allah menolak untuk menerima permohonan ampun secara langsung, Dia memerintahkan mereka untuk terlebih dahulu mendatangi Rasulallah saw dan kemudian memintakan ampun kepada Allah swt, dan Rasulallah saw. juga diminta untuk memintakan ampun buat mereka. Dengan demikian Rasulallah saw. bisa dijuluki sebagai Pengampun dosa secara kiasan/majazi sedangkan Allah swt. sebagai Pengampun dosa yang hakiki/sebenarnya.
 Allah memerintahkan sahabat untuk bersikap seperti yang diperintahkan (menyertakan Rasulallah saw. dalam permohonan ampun mereka) hanya setelah melakukan ini mereka akan benar-benar mendapat pengampunan dari Yang Maha Penyayang.
Lihat firman Allah swt. itu malah Dia yang memerintahkan para sahabat untuk minta tolong pada Rasulallah saw. untuk berdo’a pada Allah swt. agar mengampunkan kesalahan-kesalahan mereka, mengapa para sahabat tidak langsung memohon pada Allah swt.? Bila hal ini dilarang maka tidak mungkin Allah swt. memerintahkan pada hamba-Nya sesuatu yang tidak di zinkan-Nya ! Dan masih banyak lagi firman Allah swt. meminta Rasul-Nya untuk memohonkan ampun buat orang lain umpamanya: Q.S 3:159, QS 4:106, QS 24:62, QS 47:19, QS 60:12, dan QS 63:5.
Jikalau benar bahwa ajaran Istighotsah/tawassul adalah perbuatan syirik, bid’ah, sia-sia, khurafat, akibat tidak mengenal Allah yang Maha Mendengar- kan do’a, dan seterusnya….maka Oh, betapa bodohnya –naudzuillah min dzalik– para nabi Allah itu tentang konsep ajaran Allah…dan Oh, betapa cerdasnya Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi beserta para pengikut madzhabnya terhadap ajaran murni Ilahi….
 Firman Allah swt.: “Sulaiman berkata, ‘Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri. ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin berkata, ‘Aku akan datangkan kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu, sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya’. Seseorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab berkata, ‘Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.’ Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak dihadapannya, ia pun berkata, ‘lni termasuk kurnia Tuhanku.’ “ (QS. an-Naml: 38 – 40).
Firman Allah swt. itu menerangkan bahwa Nabi Sulaiman as. ingin men datangkan singgasana Ratu Balqis dari tempat yang jauh dalam waktu yang cepat sekali. Hal ini merupakan kejadian yang luar biasa, sehingga Nabi Sulaiman as. dengan pengetahuan yang cukup luas mengatakan bahwa hal ini tidak mungkin terjadi kecuali dengan kekuasaan Allah. Dan pada saat itu Nabi Sulaiman as. tidak minta tolong langsung pada Allah swt. melainkan minta tolong kepada makhluk Allah swt. untuk memindahkan singgasana Ratu Balqis tersebut. Semua ini ialah dalil yang menunjukkan bahwa minta tolong pada orang lain tidak menafikan ketauhidan kita kepada Allah swt.. baik itu dilakukan secara ghaib maupun secara alami. Syirik adalah urusan hati.
Sama halnya orang yang meminum obat untuk menyembuhkan suatu penyakit. Obat ini bisa dijuluki secara kiasan/majazi sebagai Penyembuh Penyakit tersebut sedangkan Penyembuh Penyakit yang hakiki/sebenarnya adalah Allah swt. |
|
|
|
|
|
|
|
Reply baghal
Amalan-amalan mungkar yang dianggap amalan “kuburi” dan sepakat diharamkan ole ...
Nazrulism Post at 26-4-2010 21:05
Tawassul Nabi Adam as. pada Rasulallah saw.. Sebagaimana disebutkan pada firman Allah swt. (Al-Baqarah :37) yang berbunyi:
فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ اَنَّهُ هُوَا الـَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya, sesungguhnya Allah Maha penerima taubat lagi Maha Penyayang ”.
Menurut ahli tafsir kalimat-kalimat dari Allah yang diajarkan kepada Nabi Adam as. pada ayat diatas agar taubat Nabi Adam as. diterima ialah dengan menyebut dalam kalimat taubatnya bi-haqqi (demi kebenaran) Nabi Muhammad saw. dan keluarganya. Makna seperti ini bisa kita rujuk pada kitab: Manaqib Ali bin Abi Thalib, oleh Al-Maghazili As-Syafi’i halaman 63, hadits ke 89; Yanabi’ul Mawaddah, oleh Al-Qundusui Al-Hanafi, halaman 97 dan 239 pada cet.Istanbul,. halaman 111, 112, 283 pada cet. Al-Haidariyah; Muntakhab Kanzul ‘Ummal, oleh Al-Muntaqi, Al-Hindi (catatan pinggir) Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 1, halaman 419; Ad-Durrul Mantsur, oleh As-Suyuthi Asy-Syafi’i, jilid 1 halaman 60; Al-Ghadir, oleh Al-Amini, jilid 7, halaman 300 dan Ihqagul Haqq, At-Tastari jilid 3 halaman 76. Begitu juga pendapat Imam Jalaluddin Al-Suyuthi waktu menjelaskan makna surat Al-Baqarah :37 dan meriwayatkan hadits tentang taubatnya nabi Adam as. dengan tawassul pada Rasulallah saw.
Nabi Adam as. ,manusia pertama, sudah diajarkan oleh Allah swt. agar taubatnya bisa diterima dengan bertawassul pada Habibullah Nabi Muhammad saw., yang mana beliau belum dilahirkan di alam wujud ini. Untuk mengkompliti makna ayat diatas tentang tawassulnya Nabi Adam as. ini, kami akan kutip berikut ini beberapa hadits Nabi saw. yang berkaitan dengan masalah itu:
Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak/Mustadrak Shahihain jilid 11/651 mengetengahkan hadits yang berasal dari Umar Ibnul Khattab ra. (diriwayat- kan secara berangkai oleh Abu Sa’id ‘Amr bin Muhammad bin Manshur Al-‘Adl, Abul Hasan Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim Al-Handzaly, Abul Harits Abdullah bin Muslim Al-Fihri, Ismail bin Maslamah, Abdurrahman bin Zain bin Aslam dan datuknya) sebagai berikut, Rasulallah saw.bersabda:
“Setelah Adam berbuat dosa ia berkata kepada Tuhannya: ‘Ya Tuhanku, demi kebenaran Muhammad aku mohon ampunan-Mu’. Allah bertanya (sebenarnya Allah itu maha mengetahui semua lubuk hati manusia, Dia bertanya ini agar Malaikat dan makhluk lainnya yang belum tahu bisa mendengar jawaban Nabi Adam as.): ‘Bagaimana engkau mengenal Muhammad, padahal ia belum kuciptakan?!’ Adam menjawab: ‘Ya Tuhanku, setelah Engkau menciptakan aku dan meniupkan ruh kedalam jasadku, aku angkat kepalaku. Kulihat pada tiang-tiang ‘Arsy termaktub tulisan Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulallah. Sejak saat itu aku mengetahui bahwa disamping nama-Mu, selalu terdapat nama makhluk yang paling Engkau cintai’. Allah menegaskan: ‘Hai Adam, engkau benar, ia memang makhluk yang paling Kucintai. Berdo’alah kepada-Ku bihaqqihi (demi kebenarannya), engkau pasti Aku ampuni. Kalau bukan karena Muhammad engkau tidak Aku ciptakan’ “.
Hadits diatas diriwayatkan oleh Al-Hafidz As-Suyuthi dan dibenarkan olehnya dalam Khasha’ishun Nabawiyyah dikemukakan oleh Al-Baihaqi didalam Dala ’ilun Nubuwwah, diperkuat kebenarannya oleh Al-Qisthilani dan Az-Zarqani di dalam Al-Mawahibul Laduniyyah jilid 11/62, disebutkan oleh As-Sabki di dalam Syifa’us Saqam, Al-Hafidz Al-Haitsami mengatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh At-Thabarani dalam Al-Ausath dan oleh orang lain yang tidak dikenal dalam Majma’uz Zawa’id jilid V111/253.
Sedangkan hadits yang serupa/senada diatas yang sumbernya berasal dari Ibnu Abbas hanya pada nash hadits tersebut ada sedikit perbedaan yaitu dengan tambahan:
‘Kalau bukan karena Muhammad Aku (Allah) tidak menciptakan Adam, tidak menciptakan surga dan neraka’.
Mengenai kedudukan hadits diatas para ulama berbeda pendapat. Ada yang menshohihkannya, ada yang menolak kebenaran para perawi yang meriwayatkannya, ada yang memandangnya sebagai hadits maudhu’, seperti Adz-Dzahabi dan lain-lain, ada yang menilainya sebagai hadits dha’if dan ada pula yang menganggapnya tidak dapat dipercaya. Jadi, tidak semua ulama sepakat mengenai kedudukan hadits itu. Akan tetapi Ibnu Taimiyah sendiri untuk persoalan hadits tersebut beliau menyebutkan dua hadits lagi yang olehnya dijadikan dalil. Yang pertama yaitu diriwayatkan oleh Abul Faraj Ibnul Jauzi dengan sanad Maisarah yang mengatakan sebagai berikut :
“Aku pernah bertanya pada Rasulallah saw.: ‘Ya Rasulallah kapankah anda mulai menjadi Nabi?’ Beliau menjawab: ‘Setelah Allah menciptakan tujuh petala langit, kemudian menciptakan ‘Arsy yang tiangnya termaktub Muham- mad Rasulallah khatamul anbiya (Muhammad pesuruh Allah terakhir para Nabi), Allah lalu menciptakan surga tempat kediaman Adam dan Hawa, kemudian menuliskan namaku pada pintu-pintunya, dedaunannya, kubah-kubahnya dan khemah-khemahnya. Ketika itu Adam masih dalam keadaan antara ruh dan jasad. Setelah Allah swt .menghidupkannya, ia memandang ke ‘Arsy dan melihat namaku. Allah kemudian memberitahu padanya bahwa dia (yang bernama Muhammad itu) anak keturunanmu yang termulia. Setelah keduanya (Adam dan Hawa) terkena bujukan setan mereka ber- taubat kepada Allah dengan minta syafa’at pada namaku’ ”.
Sedangkan hadits yang kedua berasal dari Umar Ibnul Khattab (diriwayatkan secara berangkai oleh Abu Nu’aim Al-Hafidz dalam Dala’ilun Nubuwwah oleh Syaikh Abul Faraj, oleh Sulaiman bin Ahmad, oleh Ahmad bin Rasyid, oleh Ahmad bin Said Al-Fihri, oleh Abdullah bin Ismail Al-Madani, oleh Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan ayahnya) yang mengatakan bahwa Nabi saw. berrsabda:
“Setelah Adam berbuat kesalahan ia mengangkat kepalanya seraya berdo’a: ‘Ya Tuhanku, demi hak/kebenaran Muhammad niscaya Engkau berkenan mengampuni kesalahanku’. Allah mewahyukan padanya: ‘Apakah Muhamad itu dan siapakah dia?’ Adam menjawab: ‘Ya Tuhanku, setelah Engkau menyempurnakan penciptaanku, kuangkat kepalaku melihat ke ‘Arsy, tiba-tiba kulihat pada “Arsy-Mu termaktub Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulallah. Sejak itu aku mengetahui bahwa ia adalah makhluk termulia dalam pandangan-Mu, karena Engkau menempatkan namanya disamping nama-Mu’. Allah menjawab: ‘Ya benar, engkau Aku ampuni,. ia adalah penutup para Nabi dari keturunanmu. Kalau bukan karena dia, engkau tidak Aku ciptakan’ ”.
Yang lebih heran lagi dua hadits terakhir ini walaupun diriwayatkan dan di benarkan oleh Ibnu Taimiyyah, tapi beliau ini belum yakin bahwa hadits-hadits tersebut benar-benar pernah diucapkan oleh Rasulallah saw.. Namun Ibnu Taimiyyah toh membenarkan makna hadits ini dan menggunakannya untuk menafsirkan sanggahan terhadap sementara golongan yang meng- anggap makna hadits tersebut bathil/salah atau bertentangan dengan prinsip tauhid dan anggapan-anggapan lain yang tidak pada tempatnya. Ibnu Taimiy yah dalam Al-Fatawi jilid XI /96 berkata sebagai berikut:
“Muhammad Rasulallah saw. adalah anak Adam yang terkemuka, manusia yang paling afdhal (utama) dan paling mulia. Karena itulah ada orang yang mengatakan, bahwa karena beliaulah Allah menciptakan alam semesta, dan ada pula yang mengatakan, kalau bukan karena Muhammad saw. Allah swt. tidak menciptakan ‘Arsy, tidak Kursiy (kekuasaan Allah), tidak menciptakan langit, bumi, matahari dan bulan. Akan tetapi semuanya itu bukan ucapan Rasulallah saw, bukan hadits shohih dan bukan hadits dho’if, tidak ada ahli ilmu yang mengutipnya sebagai ucapan (hadits) Nabi saw. dan tidak dikenal berasal dari sahabat Nabi. Hadits tersebut merupakan pembicaraan yang tidak diketahui siapa yang mengucapkannya. Sekalipun demikian makna hadits tersebut tepat benar dipergunakan sebagai tafsir firman Allah swt.: “Dialah Allah yang telah menciptakan bagi kalian apa yang ada dilangit dan dibumi ” (S.Luqman : 20), surat Ibrahim 32-34 (baca suratnya dibawah ini–pen.) dan ayat-ayat Al-Qur’an lainnya yang menerangkan, bahwa Allah menciptakan seisi alam ini untuk kepentingan anak-anak Adam. Sebagai- mana diketahui didalam ayat-ayat tersebut terkandung berbagai hikmah yang amat besar, bahkan lebih besar daripada itu. Jika anak Adam yang paling utama dan mulia itu, Muhammad saw. yang diciptakan Allah swt. untuk suatu tujuan dan hikmah yang besar dan luas, maka kelengkapan dan kesempurnaan semua ciptaan Allah swt. berakhir dengan terciptanya Muhammad saw.“. Demikianlah Ibnu Taimiyyah. |
|
|
|
|
|
|
|
Ayat-Ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan Tawassul / Istighotsah
Dalam pandangan al-Qur’an ...
baghal Post at 27-4-2010 14:39
Perantaraan Pertama: Dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah. Dibolehkan berdoa dengan perantaraan nama-nama dan sifat-sifat Allah. Ini berdasarkan firman-Nya: Dan Allah mempunyai nama-nama yang baik, maka serulah (dan berdoalah) kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu.
[al-A’raaf 7:180]
Katakanlah: “Serulah (berdoalah dengan) nama Allah atau Ar-Rahman, yang mana sahaja kamu serukan; kerana Allah mempunyai banyak nama-nama yang baik serta mulia.”
[al-Isra’ 17:110]
Perantaraan Kedua: Dengan Amal Shalih.
Dibolehkan berdoa dengan perantaraan amal shalih. Dalilnya adalah hadis tiga sekawan berikut.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Ketika tiga orang sekawan sedang berjalan, mereka ditimpa hujan lalu mengambil perlindungan dalam sebuah gua di sebuah gunung. Kemudian sebuah batu besar dari gunung tersebut jatuh di mulut gua dan mengurung mereka di dalamnya. Maka berkata sebahagian mereka kepada sebahagian yang lain:
“Berfikirlah tentang amal shalih yang pernah kalian lakukan semata-mata kerana Allah, kemudian berdoalah kepada Allah dengan bertawasul melalui amal tersebut, semoga Allah memberi jalan keluar dengannya.”
Maka berkata salah seorang daripada mereka:
“Ya Allah! Sesunguhnya aku mempunyai ibubapa yang sudah sangat lanjut usia, seorang isteri dan anak-anak kecil yang masih aku pelihara. Saat aku pulang ke rumah pada waktu petang sambil membawa ternakanku kepada mereka, aku memerah susu. Aku biasanya memberi minum ibubapaku sebelum anak-anakku. Suatu hari, tempat aku mengembala amat jauh sehingga aku hanya sempat pulang ketika hari sudah amat lewat petang. Aku dapati ibubapaku sudah tidur. Aku memerah susu seperti biasa, membawa bekas berisi susu dan berdiri di samping ibubapaku. Aku tidak suka membangunkan kedua-duanya dan aku pula tidak suka memberi minum anak-anakku sebelum kedua-duanya, sekalipun anak-anakku menangis di kakiku kerana kelaparan. Keadaanku dan anak-anakku berterusan sehingga fajar menyinsing.Jika Engkau mengetahui bahawa aku melakukan hal itu -mata kerana mencari Wajah-Mu, maka berilah kami satu bukaan untuk melihat langit (dari dalam gua tersebut).”
Maka Allah memberikan bukaan pada batu tersebut sehingga mereka dapat melihat langit.
(Sahih: Sebahagian daripada hadis dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya – hadis no: 5974 (Kitab al-Adab, Bab termakbulnya doa disebabkan berbuat baik kepada ibubapa).
Perantaraan Ketiga: Doa Orang Yang Shalih. Dibolehkan menggunakan perantaraan doa orang yang shalih, yakni dengan meminta seorang yang shalih mendoakan sesuatu untuknya. Antara dalilnya ialah hadis berikut daripada Usair bin Jabir: Biasanya ‘Umar al-Khaththab apabila datang pasukan (pejuang) bantuan daripada Yaman, dia akan bertanya kepada mereka sama ada di kalangan mereka ada seorang yang bernama Uwais bin ‘Amar. Sehingga ke satu ketika beliau bertemu dengan Uwais bin ‘Amar. Lalu beliau bertanya: “Andakah Uwais bin ‘Amar?” Orang itu menjawab: “Ya.” ‘Umar bertanya lagi: “Daripada Murad, kemudian daripada Qarn?” “Ya” jawab orang tersebut. ‘Umar bertanya lagi: “Apakah anda memiliki belang (di badan) lalu kamu sembuh kecuali satu bahagian sebesar duit sedirham?” Orang itu menjawab: “Ya.” ‘Umar bertanya lagi: “Adakah anda memiliki ibu?” Orang itu menjawab: “Ya.”. Lantas ‘Umar berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amar bersama pasukan bantuan daripada Yaman. (Dia) daripada Murad, kemudian daripada Qarn. Dia dahulunya memiliki penyakit belang lalu telah sembuh daripadanya kecuali satu bahagian sebesar satu dirham. Dia memiliki seorang ibu yang dia selalu berbakti kepadanya. Seandainya dia bersumpah dengan nama Allah, nescaya Allah akan mengabulkan sumpahnya itu. Jika kamu mampu memintanya memohon ampun untuk kamu, maka lakukanlah.”Berkata ‘Umar: “Mintakanlah ampun untuk aku.”
Maka Uwais meminta ampun untuk ‘Umar
(Sahih: Dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahihnya – hadis no: 2542 (Kitab Fadha’il al-Shahabah, Bab keutamaan Uwais al-Qarni).
|
|
|
|
|
|
|
|
Ayat-Ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan Tawassul / Istighotsah
Dalam pandangan al-Qur’an ...
baghal Post at 27-4-2010 14:39
Dalil yang anda bawakan;
Ali Imran ayat 49 - Tentang mukjizat Nabi Isa a.s.
Pengikut Isa a.s bertawassul ketika Nabi Isa a.s masih hidup untuk memperlihatkan mukjizatnya. Tetapi umat kristian berterusan bertawassul kepada Isa a.s selepas beliau tiada sehinggakan menganggapnya sebagai tuhan.
Yusuf ayat 97 - mereka meminta ayah mereka memohon pengampunan, juga ketika Nabi Ya'kub mereka masih hidup.
An-Nisa’ ayat 64 - yang menganiyai diri dengan tidak mentaati Rasul s.a.w dengan seizin Allah datang kepada Rasulullah s.a.w (masih hidup) dan Baginda s.a.w memohon ampun bagi mereka, berlaku ketika Nabi s.a.w masih hidup. |
|
|
|
|
|
|
|
Tawassul Nabi Adam as. pada Rasulallah saw..
Sedangkan hadits yang kedua berasal dari Umar Ibnul Khattab (diriwayatkan secara berangkai oleh Abu Nu’aim Al-Hafidz dalam Dala’ilun Nubuwwah oleh Syaikh Abul Faraj, oleh Sulaiman bin Ahmad, oleh Ahmad bin Rasyid, oleh Ahmad bin Said Al-Fihri, oleh Abdullah bin Ismail Al-Madani, oleh Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan ayahnya) yang mengatakan bahwa Nabi saw. berrsabda:
“Setelah Adam berbuat kesalahan ia mengangkat kepalanya seraya berdo’a: ‘Ya Tuhanku, demi hak/kebenaran Muhammad niscaya Engkau berkenan mengampuni kesalahanku’. Allah mewahyukan padanya: ‘Apakah Muhamad itu dan siapakah dia?’ Adam menjawab: ‘Ya Tuhanku, setelah Engkau menyempurnakan penciptaanku, kuangkat kepalaku melihat ke ‘Arsy, tiba-tiba kulihat pada “Arsy-Mu termaktub Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulallah. Sejak itu aku mengetahui bahwa ia adalah makhluk termulia dalam pandangan-Mu, karena Engkau menempatkan namanya disamping nama-Mu’. Allah menjawab: ‘Ya benar, engkau Aku ampuni,. ia adalah penutup para Nabi dari keturunanmu. Kalau bukan karena dia, engkau tidak Aku ciptakan’ ”.
Yang lebih heran lagi dua hadits terakhir ini walaupun diriwayatkan dan di benarkan oleh Ibnu Taimiyyah,
baghal Post at 27-4-2010 14:48
Berkenaan hadits ini..
Al Hakim berkata: “Shahihul Isnad akan tetapi Adz Dzahabi menyalahkan beliau dengan perkataannya: Aku berkata, bahkan hadits ini maudhu’, Abdurrahman sangat lemah, dan Abdullah ibn Muslim Al Fahri tidak diketahui jati dirinya.”
Ibnu Taimiyah berkata, “Periwayatan Al Hakim terhadap hadits ini termasuk yang diingkari oleh para ulama, karena sesungguhnya diri beliau sendiri telah berkata dalam kitab Al Madkhal ilaa Ma’rifatish Shahih Minas Saqim, “Abdurrahman bin Zaid bin Aslam meriwayatkan dari ayahnya beberapa hadits palsu yang dapat diketahui secara jelas oleh pakar hadits yang menelitinya bahwa dialah yang membuat hadits-hadits tersebut.” Aku (Ibnu Taimiyah) katakan, “Dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam adalah perawi dha’if (lemah) dan banyak melakukan kesalahan sebagaimana kesepakatan mereka (ahli hadits).” (Qo’idah Jalilah fit Tawassul hal 69).
Al Albani berkata, “Kesimpulannya sesungguhnya hadits ini Laa Ashla Lahu (tidak berasal) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak salah menghukuminya dengan batil sebagaimana penilaian dua orang Al Hafizh, Adz Dzahabi dan Al Asqalani sebagaimana telah dinukil dari keduanya.” (Silsilah Ahadits Addha’ifah 1/40). |
|
|
|
|
|
|
|
Post Last Edit by baghal at 28-4-2010 08:55
Berkenaan hadits ini..
Al Hakim berkata: “Shahihul Isnad akan tetapi Adz Dzahabi menyalahkan b ...
Nazrulism Post at 27-4-2010 22:32
Tawasul Nabi Adam a.s : Al Baqarah 37
Ffirman Allah swt.yang berbunyi:
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya, sesungguhnya Allah Maha penerima taubat lagi Maha Penyayang ”. (Al-Baqarah :37)
Menurut ahli tafsir kalimat-kalimat dari Allah yang diajarkan kepada Nabi Adam as. pada ayat diatas ? agar taubat Nabi Adam as. diterima ? ialah dengan menyebut dalam kalimat taubatnya bi-haqqi (demi kebenaran) Nabi Muhammad saw. dan keluarganya. Makna seperti ini bisa kita rujuk pada kitab:
* Manaqib Ali bin Abi Thalib, oleh Al-Maghazili As-Syafi'i halaman 63, hadits ;ke 89;
* Yanabi'ul Mawaddah, oleh Al-Qundusui Al-Hanafi, halaman 97 dan 239 pada cet.Istanbul,. halaman 111, 112, 283 pada cet. Al-Haidariyah;
* Muntakhab Kanzul ‘Ummal, oleh Al-Muntaqi, Al-Hindi (catatan pinggir)
* Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 1, halaman 419;
* Ad-Durrul Mantsur, oleh As-Suyuthi Asy-Syafi'i, jilid 1 halaman 60;
* Al-Ghadir, oleh Al-Amini, jilid 7, halaman 300 dan Ihqagul Haqq, At-Tastari jilid 3 halaman 76.
* Pendapat Imam Jalaluddin Al-Suyuthi waktu menjelaskan makna surat Al-Baqarah :37 dan meriwayatkan hadits tentang taubatnya nabi Adam as. dengan tawassul pada Rasulallah saw.
Nabi Adam as. ,manusia pertama, sudah diajarkan oleh Allah swt. agar taubatnya bisa diterima dengan bertawassul pada Habibullah Nabi Muhammad saw., yang mana beliau belum dilahirkan di alam wujud ini. Untuk melengkapi makna ayat diatas tentang tawassulnya Nabi Adam as. ini, kami akan kutip berikut ini beberapa hadits Nabi saw. yang berkaitan dengan masalah itu:
Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak/Mustadrak Shahihain jilid 11/651 mengetengahkan hadits yang berasal dari Umar Ibnul Khattab ra . (diriwayat- kan secara berangkai oleh Abu Sa'id ‘Amr bin Muhammad bin Manshur Al-‘Adl, Abul Hasan Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim Al-Handzaly, Abul Harits Abdullah bin Muslim Al-Fihri, Ismail bin Maslamah, Abdurrahman bin Zain bin Aslam dan datuknya) sebagai berikut, Rasulallah saw.bersabda:
“Setelah Adam berbuat dosa ia berkata kepada Tuhannya: ‘Ya Tuhanku, demi kebenaran Muhammad aku mohon ampunan-Mu'. Allah bertanya (sebenarnya Allah itu maha mengetahui semua lubuk hati manusia, Dia bertanya ini agar Malaikat dan makhluk lainnya yang belum tahu bisa mendengar jawaban Nabi Adam as.) : ‘Bagaimana engkau mengenal Muhammad, padahal ia belum kuciptakan?!' Adam menjawab: ‘Ya Tuhanku, setelah Engkau menciptakan aku dan meniupkan ruh kedalam jasadku, aku angkat kepalaku. Kulihat pada tiang-tiang ‘Arsy termaktub tulisan Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulallah. Sejak saat itu aku mengetahui bahwa disamping nama-Mu, selalu terdapat nama makhluk yang paling Engkau cintai'. Allah menegaskan : ‘Hai Adam, engkau benar, ia memang makhluk yang paling Kucintai. Berdo'alah kepada-Ku bihaqqihi (demi kebenarannya) , engkau pasti Aku ampuni. Kalau bukan karena Muhammad engkau tidak Aku ciptakan' “.
Hadits diatas diriwayatkan oleh Al-Hafidz As-Suyuthi dan dibenarkan olehnya dalam Khasha'ishun Nabawiyyah dikemukakan oleh Al-Baihaqi didalam Dala 'ilun Nubuwwah, diperkuat kebenarannya oleh Al-Qisthilani dan Az-Zarqani di dalam Al-Mawahibul Laduniyyah jilid 11/62, disebutkan oleh As-Sabki di dalam Syifa'us Saqam, Al-Hafidz Al-Haitsami mengatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh At-Thabarani dalam Al-Ausath dan oleh orang lain yang tidak dikenal dalam Majma'uz Zawa'id jilid V111/253.
Sedangkan hadits yang serupa/senada diatas yang sumbernya berasal dari Ibnu Abbas hanya pada nash hadits tersebut ada sedikit perbedaan yaitu dengan tambahan:
‘Kalau bukan karena Muhammad Aku (Allah) tidak menciptakan Adam, tidak menciptakan surga dan neraka'.
Iktibar dari hadis ini juga ialah Nabi Adam bertawassul dengan Nabi Muhammad sebelum Nabi Muhammad lahir lagi. |
|
|
|
|
|
|
|
Reply 1428# Nazrulism
Dalil yang anda bawakan;
Ali Imran ayat 49 - Tentang mukjizat Nabi Isa a.s.
Pengikut Isa a.s bertawassul ketika Nabi Isa a.s masih hidup untuk memperlihatkan mukjizatnya. Tetapi umat kristian berterusan bertawassul kepada Isa a.s selepas beliau tiada sehinggakan menganggapnya sebagai tuhan.
Iktibar dari kisah tu ialah Nabi Isa yg mengajar umatnya bertawassul dengannya sebagai kaedah untuk dimakbulkan hajat mereka kpd Allah. Tetapi perihal umat Kristian bertawassul dgnnya dan menganggap dia Tuhan kena bincang ngan kristian la, ini page orang Islam.
Ali Imran ayat 49 - Tentang mukjizat Nabi Isa a.s.
Pengikut Isa a.s bertawassul ketika Nabi Isa a.s masih hidup untuk memperlihatkan mukjizatnya. Tetapi umat kristian berterusan bertawassul kepada Isa a.s selepas beliau tiada sehinggakan menganggapnya sebagai tuhan.
Yusuf ayat 97 - mereka meminta ayah mereka memohon pengampunan, juga ketika Nabi Ya'kub mereka masih hidup.
An-Nisa’ ayat 64 - yang menganiyai diri dengan tidak mentaati Rasul s.a.w dengan seizin Allah datang kepada Rasulullah s.a.w (masih hidup) dan Baginda s.a.w memohon ampun bagi mereka, berlaku ketika Nabi s.a.w masih hidup.
Tawasul Rasulullah dengan diri Rasulullah dan nabi sebelumnya
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia mengatakan; ketika Fathimah binti Asad meninggal dunia, Rasulullah saw. datang dan duduk di sisi kepalanya sembari bersabda: ‘Rahimakillah ya ummi ba'da ummi ‘ (Allah merahmatimu wahai ibuku pasca ibu [kandung]-ku). Kemudian beliau saw. menyebutkan pujian terhadapnya, lantas mengkafaninya dengan jubah beliau. Kemudian Rasulallah memanggil Usamah bin Zaid, Abu Ayyub al-Anshari, Umar bin Khattab dan seorang budak hitam untuk menggali kuburnya. Kemudian mereka menggali liang kuburnya. Sesampai di liang lahat, Rasulallah saw. sendiri yang menggalinya dan mengeluarkan tanah lahat dengan meng- gunakan tangan beliau saw.. Setelah selesai (menggali lahat), kemudian Rasulallah saw. berbaring disitu sembari berkata: ‘Allah Yang menghidupkan dan mematikan. Dan Dia Yang selalu hidup, tiada pernah mati. Ampunilah ibuku Fathimah binti Asad. Perluaskanlah jalan masuknya, demi Nabi-Mu dan para nabi sebelumku ”. (Lihat: Kitab al-Wafa' al-Wafa')
Hadits yang serupa diatas yang diketengahkan oleh At-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath. Rasulallah saw. bertawassul pada dirinya sendiri dan para Nabi sebelum beliau saw. sebagaimana yang diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik, ketika Fathimah binti Asad (isteri Abu Thalib, bunda Imam ‘Ali bin Abi Thalib kw.) wafat, Rasulallah saw. sendirilah yang menggali liang-lahad. Setelah itu (sebelum jenazah dimasukkan ke lahad) beliau masuk kedalam lahad, kemudian berbaring seraya bersabda:
“Allah yang menghidupkan dan mematikan, Dialah Allah yang Maha Hidup. Ya Allah, limpahkanlah ampunan-Mu kepada ibuku (panggilan ibu, karena Rasulallah saw. ketika masih kanak-kanak hidup dibawah asuhannya), lapangkanlah kuburnya dengan demi Nabi-Mu (yakni beliau saw. sendiri) dan demi para Nabi sebelumku. Engkaulah, ya Allah Maha Pengasih dan Penyayang”. Beliau saw. kemudian mengucapkan takbir empat kali. Setelah itu beliau saw. bersama-sama Al-‘Abbas dan Abu Bakar (radhiyallahu ‘anhumaa) memasukkan jenazah Fathimah binti Asad kedalam lahad. ( At-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath.)
Pada hadits itu Rasulallah saw. bertawassul disamping pada diri beliau sendiri juga kepada para Nabi sebelum beliau saw.! Dalam hadits itu jelas beliau saw. berdo'a kepada Allah swt. sambil menyebutkan dalam do'anya demi diri beliau sendiri dan demi para Nabi sebelum beliau saw. Kalau ini bukan dikatakan sebagai tawassul, mengapa beliau saw. didalam do'anya menyertakan kata-kata demi para Nabi ? Mengapa beliau saw. tidak berdo'a saja tanpa menyebutkan ...demi para Nabi lainnya ?
Dalam kitab Majma'uz-Zawaid jilid 9/257 disebut nama-nama perawi hadits tersebut, yaitu Ruh bin Shalah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Ada perawi yang dinilai lemah, tetapi pada umumnya adalah perawi hadit-hadits shohih. Sedangkan para perawi yang disebut oleh At-Thabrani didalam Al-Kabir dan Al-Ausath semuanya baik (jayyid) yaitu Ibnu Hiban, Al-Hakim dan lain-lain yang membenarkan hadits tersebut dari Anas bin Malik.
Selain mereka terdapat juga nama Ibnu Abi Syaibah yang meriwayatkan hadits itu secara berangkai dari Jabir. Ibnu ‘Abdul Birr meriwayatkan hadits tersebut dari Ibnu ‘Abbas dan Ad-Dailami meriwayatkannya dari Abu Nu'aim. Jadi hadits diatas ini diriwayatkan dari sumber-sumber yang saling memperkuat kebenarannya.
Hadits di atas jelas sekali bagaimana Rasulallah bersumpah demi kedudukan (jah) yang beliau saw. miliki, yaitu kenabian, dan kenabian para pendahulunya yang telah wafat, untuk dijadikan sarana (wasilah) pengampunan kesalahan ibu (angkat) beliau, Fathimah binti Asad. Dan dari hadits di atas juga dapat kita ambil pelajaran, bagaimana Rasulallah saw. memberi ‘berkah' (tabarruk) liang lahat itu untuk ibu angkatnya dengan merebahkan diri di sana, plus mengkafani ibunya tersebut dengan jubah beliau. |
|
|
|
|
|
|
|
Dalil yang anda bawakan;
Ali Imran ayat 49 - Tentang mukjizat Nabi Isa a.s.
Pengikut Isa ...
Nazrulism Post at 27-4-2010 22:15
Tawasul Nabi Yusuf a.s
Riwayat yang mengisahkan tawassulnya Nabi Yusuf as kepada Rasulallah saw. , waktu beliau didalam sumur, At-Tsa'labi mengisahkan:
“Pada keempat harinya waktu Nabi Yusuf a.s. berada didalam sumur, Jibril a.s. mendatanginya dan bertanya: ‘Hai anak siapakah yang melempar engkau kesumur'? Jawab Yusuf as: ‘Saudara-saudaraku'. Jibril as. bertanya lagi: Mengapa? Yusuf as berkata: ‘Mereka dengki karena kedudukanku di depan ayahku'. Jibril as. berkata: ‘Maukah engkau keluar darisini'? Yusuf a.s.berkata mau. Jibril as berkata: ‘Ucapkanlah (do'a pada Allah swt.) sebagai berikut': ‘Wahai Pencipta segala yang tercipta, Wahai Penyembuh segala yang terluka, Wahai Yang Menyertai segala kumpulan, Wahai Yang Menyaksikan segala bisikan, Wahai Yang Dekat dan Tidak berjauhan, Wahai Yang Menemani semua yang sendirian, Wahai Penakluk yang Tak Tertakluk kan, Wahai Yang Mengetahui segala yang gaib, Wahai Yang Hidup dan Tak Pernah Mati, Wahai Yang Menghidupkan yang mati,Tiada Tuhan kecuali Engkau, Mahasuci Engkau, aku bermohon kepada-Mu Yang Empunya pujian, Wahai Pencipta langit dan bumi, Wahai Pemilik Kerajaan, Wahai Pemilik Keagungan dan Kemuliaan, aku bermohon agar Engkau sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, berilah jalan keluar dan penyelesaian dalam segala urusan dan dari segala kesempitan, Berilah rezeki dari tempat yang aku duga dan dari tempat yang tak aku duga ' “.
Lalu Yusuf a.s. mengucapkan do'a itu. Allah swt. mengeluarkan Yusuf a.s. dari dalam sumur, menyelamatkannya dari reka-perdaya saudara-saudara nya. Kerajaan Mesir didatangkan kepadanya dari tempat yang tidak diduganya”. ( At Tsa'labi 157, Fadhail Khamsah 1:207).
Lihat riwayat ini, Nabi Yusuf as. diajari oleh Jibril as. untuk berdo'a pada Allah swt. agar bisa cepat keluar dari sumur dengan sholawat serta tawassul kepada Rasulallah saw.dan keluarganya. Begitu juga riwayat Nabi Adam as. yang telah kami kemukakan sebelumnya, yang mana Rasulallah saw. dan keluarganya ini belum dilahirkan dialam wujud ini !
Shalawat sebagai tawasul pembuka hijab
Do'a masih akan terhalang bila orang yang berdo'a tersebut tanpa bertawassul dengan bersholawat pada Nabi saw.. Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib kw. berkata:
‘Setiap do'a antara seorang hamba dengan Allah selalu diantarai dengan hijab (penghalang, tirai) sampai dia mengucapkan sholawat pada Nabi saw.. Bila ia membaca sholawat, terbukalah hijab itu dan masuklah do'a.' (Kanzul ‘Umal 1:173, Faidh Al-Qadir 5:19)
Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib kw. juga berkata, Rasulallah saw. bersabda:
“ Setiap do'a terhijab (tertutup) sampai membaca sholawat pada Muhammad dan keluarganya”. ( Ibnu Hajr Al-Shawaiq 88 )
Juga ada riwayat hadits sebagai berikut:
“Barangsiapa yang melakukan sholat dan tidak membaca shalawat padaku dan keluarga (Rasulallah saw.), sholat tersebut tidak diterima (batal)”. (Sunan Al- Daruqutni 136)
Mendengar sabda Nabi saw. ini para sahabat diantaranya Jabir Al-Anshori berkata:
‘Sekiranya aku sholat dan didalamnya aku tidak membaca sholawat pada Muhammad dan keluarga Muhammad aku yakin sholatku tidak di terima'. (Dhahir Al-Uqba : 19)
Begitu juga Imam Syafi'i dalam sebagian bait syairnya mengatakan:
“Wahai Ahli Bait (keluarga) Rasulallah, kecintaan kepadamu diwajibkan Allah dalam Al-Qur'an yang diturunkan, Cukuplah petunjuk kebesaranmu, Siapa yang tidak bersholawat (waktu sholat) padamu tidak diterima sholatnya.... “ .
Banyak hadits yang meriwayatkan agar do'a kita dikabulkan oleh Allah swt. dengan bertahmid dan bersholawat dahulu sebelum memulai membaca do'a. Begitu juga banyak riwayat bagaimana cara kita bersholawat kepada Rasulallah saw. dan keluarganya serta manfaatnya sholawat itu. Tidak lain semua itu termasuk tawassul/wasithah pada Rasulallah saw. dan keluarganya, bila tidak demikian dan tidak ada manfaatnya, maka orang tidak perlu menyertakan/menyebut nama beliau saw. dan keluarganya waktu berdo'a pada Allah swt.! |
|
|
|
|
|
|
|
Post Last Edit by baghal at 28-4-2010 09:28
Reply baghal
Amalan-amalan mungkar yang dianggap amalan “kuburi” dan sepakat diharamkan ole ...
Nazrulism Post at 26-4-2010 21:05
Tawassul Bilal ke makam Rasulullah
Abu Darda' dalam sebuah riwayat menyebutkan: “Suatu saat, Bilal (al-Habsyi) bermimpi bertemu dengan Rasulallah. Beliau bersabda kepada Bilal: ‘Wahai Bilal, ada apa gerangan dengan ketidak perhatianmu ( jafa' )? Apakah belum datang saatnya engkau menziarahiku?'. Selepas itu, dengan perasaan sedih, Bilal segera terbangun dari tidurnya dan bergegas mengendarai tunggangannya menuju ke Madinah. Lalu Bilal mendatangi kubur Nabi sambil menangis lantas meletakkan wajahnya di atas pusara Rasul. Selang beberapa lama, Hasan dan Husein (cucu Rasulallah) datang. Kemudian Bilal mendekap dan mencium keduanya”. (Tarikh Damsyiq jilid 7 Halaman: 137, Usud al-Ghabah karya Ibnu Hajar jilid: 1 Halaman: 208, Tahdzibul Kamal jilid: 4 Halaman: 289, dan Siar A'lam an-Nubala' karya Adz-Dzahabi Jilid: 1 Halaman 358)
Bilal menganggap ungkapan Rasulallah saw. dalam mimpinya sebagai teguran dari beliau saw., padahal secara dhohir beliau saw. telah wafat. Jika tidak demikian, mengapa sahabat Bilal datang jauh-jauh dari Syam menuju Madinah untuk menziarahi Rasulallah saw.? Kalau Rasulallah benar-benar telah wafat ? sebagaimana anggapan madzhab Wahabi bahwa yang telah wafat itu sudah tiada ? maka Bilal tidak perlu menghiraukan teguran Rasulallah itu. Apa yang dilakukan sahabat Bilal juga bisa dijadikan dalil atas ketidakbenaran paham Wahabisme –pemahaman Ibnu Taimiyah dan Muhamad bin Abdul Wahhab– tentang pelarangan bepergian untuk ziarah kubur sebagaimana yang mereka pahami tentang hadits Syaddur Rihal .
Apakah Bilal khusus datang jauh-jauh dari Syam hanya sekedar berziarah dan memeluk pusara Rasulallah saw. tanpa mengatakan apapun (tawassul) kepada penghuni kubur tersebut? Sekarang mari kita lihat riwayat lain yang berkenaan dengan diperbolehkannya tawassul secara langsung kepada yang telah meninggal.
Nampaknya puak wahabi juga cenderung untuk mengkafirkan sahabat Nabi saw..nauzubillah min zalik..
Benarkah amalan tawassul ini menyesatkan manusia sedangkan sudah banyak nas dan dalil mengesahkan amalan ini, bahkan juga dilakukan oleh Baginda Rasulullah saw dan para Nabi yg lain atau ada agenda tersembunyi oleh musuh2 Islam.
Orang-orang Yahudi juga mendapati bahawa kekuatan umat Islam ketika itu bertolak daripada empat perkara seperti berikut:
1. Taqwa
2. Perpaduan
3. Taat kepada Rasulullah
4. Tawassul
Musuh2 Islam ini memang mempunyai agenda memusnahkan Islam dari dalam dan luar..konsep tawassul digunakan dengan tujuan supaya hajat dimakbulkan Allah dengan kemuliaan yg Allah kurniakan pada seseorang. Melalui konsep ini doa seseorang itu diberkati dan disegerakan dengan izin Allah, maka ini sangat membahayakan musuh2 Islam maka mrk sentiasa mencari ikhtiar untuk menjauhkan amalan ini dr umat Islam..
Mudah2an kita menjadi orang yg berfikir. |
|
|
|
|
|
|
|
Iktibar dari kisah tu ialah Nabi Isa yg mengajar umatnya bertawassul dengannya sebagai kaedah untuk dimakbulkan hajat mereka kpd Allah. Tetapi perihal umat Kristian bertawassul dgnnya dan menganggap dia Tuhan kena bincang ngan kristian la, ini page orang Islam.
baghal Post at 28-4-2010 08:54
Segaja aku kaitkan tawassul umat kristian kepada Isa a.s selepas ketiadaannya kerana aku nampak orang2 sufi juga lebih kurang dengan mereka juga apa yang berlaku pada umat sebelumnya.
Punca kekufuran mereka ialah kerana terlalu memuja orang yang soleh dikalangan mereka (al-ghulu fi hubbi as-solihin) dan inilah permulaan berlakunya syirik di atas muka bumi ini. Sebagaimana maksud firman Allah SWT di dalam al-Quran:{Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwa', yaghuts, ya'uq dan nasra"(nama-nama berhala)}. [Nuh: 23].
Imam Bukhari RH meriwayatkan daripada Ibnu Abbas R.A katanya: ”Lima berhala tersebut, wadd, suwa', yaghuts, ya'uq dan Nasra) ialah nama orang-orang yang soleh di kalangan kaum nabi Nuh A.S. Apabila mereka meninggal dunia, syaitan mengajar (memujuk) kaumnya agar mereka membuat patung-patung yang menyerupai orang soleh tadi, kemudian diletakkan dimajlis tempat yang mereka biasa duduk semasa hayatnya dan meletakkan nama patung itu seperti nama tuan asalnya.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia mengatakan; ketika Fathimah binti Asad meninggal dunia, Rasulullah saw. datang dan duduk di sisi kepalanya sembari bersabda: ‘Rahimakillah ya ummi ba'da ummi ‘ (Allah merahmatimu wahai ibuku pasca ibu [kandung]-ku). Kemudian beliau saw. menyebutkan pujian terhadapnya, lantas mengkafaninya dengan jubah beliau. Kemudian Rasulallah memanggil Usamah bin Zaid, Abu Ayyub al-Anshari, Umar bin Khattab dan seorang budak hitam untuk menggali kuburnya. Kemudian mereka menggali liang kuburnya. Sesampai di liang lahat, Rasulallah saw. sendiri yang menggalinya dan mengeluarkan tanah lahat dengan meng- gunakan tangan beliau saw.. Setelah selesai (menggali lahat), kemudian Rasulallah saw. berbaring disitu sembari berkata: ‘Allah Yang menghidupkan dan mematikan. Dan Dia Yang selalu hidup, tiada pernah mati. Ampunilah ibuku Fathimah binti Asad. Perluaskanlah jalan masuknya, demi Nabi-Mu dan para nabi sebelumku ”.
Al Albani berkata, “Hadits ini tidak mengandung targhib (anjuran untuk melakukan suatu amalan yang ditetapkan syariat) dan tidak pula menjelaskan keutamaan amalan yang telah ditetapkan dalam syariat. Sesungguhnya hadits ini hanya memberitahukan permasalahan samada boleh atau tidak boleh, dan seandainya hadits ini shahih, maka isinya menetapkan suatu hukum syar’i. Sedangkan kalian menjadikannya sebagai salah satu dalil bolehnya tawassul yang diperselisihkan ini. Maka apabila kalian telah menerima kedha’ifan hadits ini, maka kalian tidak boleh berdalil dengannya. Aku tidak bisa membayangkan ada seorang berakal yang akan mendukung kalian untuk memasukkan hadits ini ke dalam bab targhib dan tarhib, karena hal ini adalah sikap tidak mau tunduk kepada kebenaran, mengatakan sesuatu yang tidak pernah dikemukakan oleh seluruh orang yang berakal sehat.” (Lihat At Tawassul Anwa’uhu wa Ahkamuhu hal. 110 dan Silsilah Ahadits Addha’ifah wal Maudlu’at (1/32) hadits nomor 23. |
|
|
|
|
|
|
|
Post Last Edit by fathan at 29-4-2010 01:28
Reply 1421# Nazrulism
4 - Meminta (menyeru), berdoa atau bertawassul kepada orang mati (mayat) di dalam kubur sama ada wali, nabi atau para rasul.
memandangkan baghal dah bagi dalilnya...jadi teman nak nambah sikitle...memang nmpk sama..sebab ASWJ memang berpendapat same jadi jgn nak pertikaikan..
Dalil Nabi Muhammad Bertawasul dengan Para Nabi`alaihissalam
Imam ath-Thobarani dalam Mu’jam al-Kabir dan al-Awshat meriwayatkan kisah kewafatan Sayyidah Fathimah binti Asad bin Hasyim dengan sanad yang jayyid. Di mana hadits tersebut turut diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam al-Hakim daripada Sayyidina Anas r.a. dan mereka memandangnya sebagai shohih. Ianya juga diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abd al-Bar daripada Sayyidina Anas r.a., Abu Syaibah daripada Sayyidina Jabir r.a., ad-Dailami dan juga Abu Nu’aim. Antara pengajaran dalam hadits ini adalah bagaimana Junjungan Nabi s.a.w. berdoa menyebut dan berwasilah dengan “haq” diri baginda yang mulia serta dengan “haq” para nabi yang telah datang sebelum baginda. Difahamilah bahawa segala para anbiya’ tersebut selain beberapa yang dipercayai masih hidup, telah pun wafat dan kini hidup di alam barzakh. Maka dapat disimpulkan bahawa Junjungan Nabi s.a.w. telah bertawassul dengan para anbiya’ yang telah wafat. Oleh itu, jika tsabit perkara bertawassul dengan orang yang telah mati daripada perbuatan Junjungan Nabi s.a.w., maka kenapakah dipertikaikan perbuatan umat baginda yang bertawassul dengan “haq”, “barkah” dan “jah” baginda setelah kewafatan baginda? Jika dikatakan bahawa hadits tersebut tidak tsabit, maka telah kami nyatakan ianya tsabit jika tidak di sisi sekalian muhadditsin, maka setidak-tidaknya di sisi sebilangan mereka, menjadikan ianya perkara yang diikhtilafkan oleh para ahlinya. Maka tiadalah hak untuk kita mencegah mereka-mereka yang berpegang dengan hadits ini kerana mereka punya panutan dan sandaran. Allahu … Allah, bertasamuhlah, biarlah masing-masing berpegang dengan keyakinan masing-masing.
Pemakaman Bonda Fathimah binti Asad r.’anha
Sayyidah Fathimah binti Asad bin Hasyim r.’anha. adalah bonda Imam ‘Ali r.a., dan beliau juga merupakan ganti ibu bagi Junjungan Nabi s.a.w. setelah kewafatan bonda baginda, Sayyidah Aminah r.’anha. Baginda s.a.w. amat menyayanginya seperti bonda baginda sendiri. Apabila Sayyidah Fathimah wafat, Junjungan Nabi s.a.w. telah memerintahkan agar beliau dimandikan dan ketika sampai ke siraman air kapur barus, maka Junjungan Nabi s.a.w. sendiri menjirus jenazahnya dengan tangan baginda yang mulia. Setelah itu maka Junjungan Nabi s.a.w. telah menanggalkan qamish baginda dan dipakaikan kepadanya serta dikafankannya. Baginda Nabi s.a.w. telah memerintahkan beberapa sahabat, antaranya Sayyidina ‘Umar r.a., Sayyidina Abu Ayyub dan Sayyidina Usamah untuk menggali kuburnya, manakala liang lahadnya dibuat oleh Junjungan Nabi sendiri dengan dua tangan baginda yang mulia. Setelah liang lahad disiapkan, baginda s.a.w. telah berbaring di liang lahad tersebut dan dalam perbaringan tersebut baginda berdoa:-
اللَّهُ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ حَيٌّ لا يَمُوتُ،
اغْفِرْ لأُمِّي فَاطِمَةَ بنتِ أَسَدٍ،
ولَقِّنْهَا حُجَّتَها، وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مُدْخَلَهَا،
بِحَقِّ نَبِيِّكَ وَالأَنْبِيَاءِ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِي،
فَإِنَّكَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“Allah Tuhan yang menghidupkan dan mematikan. Dialah yang Maha Hidup yang tiada menerima kematian. Ampunilah bagi bondaku Fathimah binti Asad, bimbing dia untuk menegakkan hujjahnya (yakni untuk menjawab fitnah kubur), luaskanlah kuburnya, demi haq nabiMu dan segala nabi yang sebelumku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengasih.”
Setelah itu, baginda mensholati jenazahnya dengan 4 takbir dan memakamkannya ke dalam lahad tersebut dengan dibantu oleh Sayyidina al-’Abbas r.a. dan Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a.
Dan juga kita dapat perhatikan di sini bahawa para nabi yang Junjungan Nabi s.a.w. bertawassul dengan haq mereka kepada Allah dalam hadits tersebut dan lain-lain hadits telah pun wafat. Maka tsabit harus (jawaz) bertawassul kepada Allah dengan “haq” atau dengan “ahlil haq” yang hidup dan yang mati. Justru setelah ini adakah hujjah bagi orang yang menegah bertawassul?! Ya Allah, tiada kekuatan melainkan denganMu!!
Lihatlah kepada sabdaan baginda : “dengan haq para nabi sebelumku“, maka itu adalah dalil yang jelas bagi mengharuskan / membolehkan bertawassul dengan para nabi setelah kewafatan mereka, sesungguhnya mereka itu hidup di alam barzakh. Dan demikian pulalah segala waris-waris mereka yang sempurna dari kalangan para shiddiqin dan awliya. (Yakni boleh bertawassul dengan mereka semuanya, sama ada yang masih hidup maupun yang telah wafat) |
|
|
|
|
|
|
|
Tiada siapa nak jelaskankan post aku #1408 ker ?
lihat persamaan ilmu hakikat Ibnu Arabi/ Al -Ghazali (tentang tasauf sufi).
Al Ghazali juga berkata, ?Pandangan terhadap tauhid jenis pertama, yaitu pandangan tauhid yang murni, dengan pandangan ini, Anda pasti akan dikenalkan bahwa Dialah yang bersyukur dan disyukuri, dan Dialah yang mencintai dan dicintai, ini adalah pandangan orang yang meyakini bahwa tidaklah ada di alam semesta ini melainkan Dia (Allah ?Azza wa Jalla ).? (Ibid 4/83).
kitab Al Washaaya, tulisan Ibnu ‘Arabi (hal.27)
Aku adalah yang mencintai dan yang mencintai adalah aku
kami adalah dua ruh yang bertempat di dalam satu jasad
Maka jika kamu melihatku (berarti) kamu melihat Dia
Dan jika kamu melihat Dia (berarti) kamu melihat kami |
|
|
|
|
|
|
| |
|