Dah jadi addict
dia beli branded dari zaman skolah rendah
dah jadi mcm ketagihhh
kalau kau bca one of penyakit mental
namanya shopholic atau oniomania
Shopaholic atau oniomania bisa dianggap sebagai bagian dari gangguan kontrol impuls atau gangguan obsesif-kompulsif. Hal itu karena orang yang memiliki kecanduan tersebut memiliki kontrol impuls yang buruk dengan berbelanja. Mereka sering merasakan adanya dorongan yang kuat untuk berbelanja dan tidak bisa mengendalikannya. Shopaholic sering disebut juga gangguan belanja kompulsif atau compulsive buying disorder (CBD). Seperti kecanduan lainnya, pembeli kompulsif ini akan mengalami euforia sesaatketika berbelanja. Endorfin dilepaskan dalam tubuh mereka dan ada adrenalin. Itulah mengapa belanja terasa begitu mengasyikan bagi mereka. Namun, berbeda dari kecanduan bermain game atau berjudi yang digolongkan sebagai gangguan karena perilaku adiktif. Menurut Dr Astrid Müller, dari Hannover Medical School, Jerman, berpendapat bahwa shopaholic semestinya dianggap sebagai kondisi kesehatan mental yang terpisah. Menurut para ahli, compulsive buying disorder dikaitkan dengan komorbiditas psikiatri yang signifikan. Maksudnya, gangguan ini kadang-kadang terjadi pada seseorang yang mengidap kondisi mental tertentu. Misalnya, bila seseorang memiliki kecemasan, depresi, atau gangguan bipolar, atau kondisi komorbiditas lainnya yang ada, CBD muncul bersamaan dengan hal itu. Karena bisa membuat perasaan menjadi lebih baik, seorang shopaholic juga sering kali berbelanja untuk melawan perasaan depresi, marah, atau kesepian. Kecanduan berbelanja juga bisa disebabkan oleh harga diri yang rendah. Misalnya, seorang wanita yang tidak percaya diri dengan penampilannya, mungkin akan secara kompulsif membeli pakaian atau perhiasan yang modis untuk merasa lebih cantik. Namun, segera setelah berbelanja, ada perasaan bersalah, malu atau kecewa yang meliputi diri mereka. Meski begitu, orang yang memiliki kecanduan belanja ingin merasakan lagi kenaikan adrenalin atau perasaan senang yang timbul saat berbelanja. Siklus itu terus berputar, sehingga secara dramatis bisa membawa mereka dalam jurang tekanan mental, keuangan, emosional, pernikahan dan keluarga yang signifikan. Dalam sebuah penelitian kecil berjudul Compulsive buying: Descriptive characteristics and psychiatric comorbidity, Gary A. Christenson, MD, seorang psikiater di Minneapolis, Amerika Serikat, dan rekan-rekannya menemukan bahwa gangguan belanja kompulsif terjadi secara episodik, dari setiap beberapa hari hingga sekali seminggu, dan dorongan tersebut biasanya berlangsung selama satu jam. Hampir semua pengidap melaporkan mengalami pengurangan stres atau kepuasan setelah berbelanja, tapi diikuti oleh perasaan bersalah, marah, sedih atau masa bodoh. Dan lebih dari separuh pembeli kompulsif melaporkan bahwa mereka bahkan mengembalikan lagi barang-barang yang mereka beli, atau berusaha untuk membuang barang tersebut dengan berbagai cara.
|