CariDotMy

 Forgot password?
 Register

ADVERTISEMENT

123Next
Return to list New
View: 10776|Reply: 44

Manusia Itu Bebas

[Copy link]
simplelife This user has been deleted
Post time 20-12-2005 12:08 AM | Show all posts |Read mode
Kebebasan merupakan impian para pejuang kemerdekaan negara yang sanggup bergolok gadai harta dan nyawa untuk mencapai taraf tersebut. Manusia yang bebas adalah manusia yang boleh melakukan apa sahaja tanpa sekatan. Setakat manakah kebebasan itu penting dalam kehidupan manusia?

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 20-12-2005 09:46 AM | Show all posts
saya ingin bebas, tapi saya perlu batas-batas juga
supaya tidak tergelincir dalam gaung...
Reply

Use magic Report

Post time 20-12-2005 01:09 PM | Show all posts
simple, mcm soalan spm jek...

freedom/ liberty is vital utk memastikan hak2 kite dipenuhi dan utk mengelakkan penindasan terhadap satu puak manusia.
contoh: penjajahan  british ke atas malaya dulu.... kalo tak mmglah tok nenek kite sume complacent dgn layanan british tuh.

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 20-12-2005 09:30 PM | Show all posts
Originally posted by redsinner at 20-12-2005 01:09 PM
simple, mcm soalan spm jek...

ff:soalannya memang simpel, tetapi bila yg menjawabnya secara ilmiah
jadi larr...out of ordinary or extraordinary...kekdg mungkin dpt jawapan
yg amat menarik
Reply

Use magic Report

Post time 22-12-2005 08:23 AM | Show all posts
Manusia ini pada lahirnya adalah bebas, bebas dari dosa,ugama segalanya..tapi ikatan masyarakat dan undang undang menjadikan kita terbatas kerana kebebasan yang melampau hanya membawa kemudaratan. Amati puisi ini yang sekurang kurangnya merungkai erti kebebasan.

(1)Rangkap yang pertama mendifinasikan pemberontakan manusia pada kebebasan

Aku ingin bebas, katanya
aku tidak ingin terkekang, gerutunya
aku hendak merdeka, maunya


(2) Kenana azalinya manusia mahukan kebebasan maka hakikatnya itulah yang kita terima .Sepertimana kita Merdeka pada 31/08/1957 dulu.Cuma kadang-kadang orang yang telah lama bebas terlupa apa itu erti kebebasan.Sepertimana dalam rangkap seterusnya...

tapi,
ketika kebebasan diberikan
ketika kekangan dihapuskan
ketika kemerdekaan dikumandangkan

aku tidak tahu lagi,
makna kebebasan
arti pengekangan
hikmah kemerdekaan

aku bertindak semau hati
aku bersikap tak terkendali
aku (malah) menjadi bingung


(3) Bila kebebasan itu terlalu lama....kita akhirnya kambali terkurung atau mahu dikurung agar generasi masa itu menghargai nikmatnya kemerdekaan dan kebebasan.

Dalam kebebasan aku menjadi liar
dalam kemerdekaan aku menjadi tak punya tujuan
haruskah aku terpenjara lagi?
haruskah aku terkekang lagi?

agar aku dapat memahami arti kebebasan
Menghargai perjuangan
dan berjuang (kembali) untuk 慿ebebasan

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 22-12-2005 09:31 PM | Show all posts
Bagi  saya ...  manusia  ni  takleh  bebas  sangat..  
kebebasan  manusia  itu  sendiri  dikawal  oleh  peraturan  atau  undang2
kebebasan tanpa  batasan  menjadikan  manusia  tu  tak  bertamadun...
membina  sebuah  tamadun  itu  memerlukan peraturan  yg  harus  diikuti  oleh  manusia ...

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Follow Us
Post time 28-12-2005 02:48 AM | Show all posts
bebas memilih tapi tiada kebebasan.

mustahil ada kebebasan kecuali yang membebaskan.

mustahil bebas walau di beri kebebasan.

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 28-12-2005 10:18 AM | Show all posts

Reply #1 simplelife's post

kebebasan dalam erti kata merdeka adalah bermaksud kita dapat melakukan apa2 yg kita suka selagi kita tidak melanggar hukum agama, undang2 negara, dan tidak mencabuli hak2 asasi manusia.

kebebasan itu sendiri mempunyai tanggungjawab.  nilai kebebasan relatif sifatnya, kadang2 sesuatu yg kita anggap bebas rupa2nya amat mengongkong atau mencerut, adakalanya sesuatu yg dianggap mengongkong itu merupakan suatu kebebasan bagi individu.

kebebasan tanpa tanggungjawab akan menjerumuskan manusia dlm perangkap kebebasannya sendiri.

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


simplelife This user has been deleted
 Author| Post time 14-1-2006 03:11 PM | Show all posts
Kebebasan adalah kata yang begitu indah sehingga meskipun hal itu sebenarnya tidak ada, orang tetap harus mempercayainya.
                                                                          Johann Wolfgang Von Goethe

Adakah kebebasan itu sendiri wujud dalam kehidupan seorang manusia?

Kita bebas daripada jajahan British dan Jepun tetapi kita masih terikat dengan peranturan dan undang-undang kerajaan kita sendiri
Kita bebas melakukan aktiviti luar, berlari, bermain etc tetapi kita masih terikat dengan aktiviti yang tidak akan membahayakan nyawa kita.
Kita bebas untuk menggerakkan jasad kita ke sana ke mari tetapi kita masih terikat dengan tindakan luar  sedar ciptaan Tuhan di dalam badan kita sendiri, yang memungkinkan sihat atau tidaknya badan kita untuk berfungsi..
Kita bebas untuk berfikir tetapi bebaskah kita untuk mencipta fakta?

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 15-1-2006 04:07 PM | Show all posts
Perkataan 'Bebas atau Freedom'  dibawah pentadbiran NeoCon GW Bush membawa bermacam makna. Contoh lihat dibawah ini:


WHAT IS FREEDOM?
http://www.newswithviews.com/Erica/Carle16.htm

Erica Carle
January 26, 2005
NewsWithViews.com

I did not understand President Bush抯 inauguration speech. He used the word 揻reedom

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 16-1-2006 01:49 AM | Show all posts
aku suke ayat ajinomoto tu..."bebas meilih tapi tiada kebebasan"...

aku tgk org, tagline, movie etc selau gunakan ayat kebebsan tuh...
sedar x bile kite kate kite bebas ni sebenarnye kite bukan bebas mane pun..
apa decision yg kite buat pun sebenarnye dipengaruhi ngan agama, org lain, undang2, nature...tipu kalu kata kite sebanrnye bebas...

kite bukan Sarte...die tak percaya tuhan..dei percaya pada pilihan yg kite buat sendiri yg akan determine care hidup kite...untuk dia kite semua bebas...

satu2 nye benda yg kite tak bebas untuk buat ialah untuk tidak bebas...

bagi aku le, kebebasn yg kite ade tu le yg mencorakkan hidup kite...pilihan yg kite buat berdasarkan 'kebebasan'...bebas untuk aku lebih kepada 'pilihan'.
setiap apa pilihan yg kite buat, dan apa jugak implikasinye bende tu kat kite, baik atau buruk, itu sebenarnye tejadi atas 'kebebasan' kite untuk memilih, same ade dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh sekeliling...

dan selaunye kite tak bebas...sebab kite benarkan "benda-benda lain" yg mempengaruhi pilihan kite...

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 22-1-2006 04:54 PM | Show all posts
Ucapan Martin Luther King 'I Have a Dream' untuk pembebasan kaum kulit hitam di bawah  kempen 'civil rignts'.

I Have a Dream - Address at March on Washington
August 28, 1963. Washington, D.C.

I am happy to join with you today in what will go down in history as the greatest demonstration for freedom in the history of our nation. [Applause]

Five score years ago, a great American, in whose symbolic shadow we stand signed the Emancipation Proclamation. This momentous decree came as a great beacon light of hope to millions of Negro slaves who had been seared in the flames of withering injustice. It came as a joyous daybreak to end the long night of captivity.

But one hundred years later, we must face the tragic fact that the Negro is still not free. One hundred years later, the life of the Negro is still sadly crippled by the manacles of segregation and the chains of discrimination. One hundred years later, the Negro lives on a lonely island of poverty in the midst of a vast ocean of material prosperity. One hundred years later, the Negro is still languishing in the corners of American society and finds himself an exile in his own land. So we have come here today to dramatize an appalling condition.

In a sense we have come to our nation's capital to cash a check. When the architects of our republic wrote the magnificent words of the Constitution and the declaration of Independence, they were signing a promissory note to which every American was to fall heir. This note was a promise that all men would be guaranteed the inalienable rights of life, liberty, and the pursuit of happiness.

It is obvious today that America has defaulted on this promissory note insofar as her citizens of color are concerned. Instead of honoring this sacred obligation, America has given the Negro people a bad check which has come back marked "insufficient funds." But we refuse to believe that the bank of justice is bankrupt. We refuse to believe that there are insufficient funds in the great vaults of opportunity of this nation. So we have come to cash this check -- a check that will give us upon demand the riches of freedom and the security of justice. We have also come to this hallowed spot to remind America of the fierce urgency of now. This is no time to engage in the luxury of cooling off or to take the tranquilizing drug of gradualism. Now is the time to rise from the dark and desolate valley of segregation to the sunlit path of racial justice. Now is the time to open the doors of opportunity to all of God's children. Now is the time to lift our nation from the quicksands of racial injustice to the solid rock of brotherhood.

It would be fatal for the nation to overlook the urgency of the moment and to underestimate the determination of the Negro. This sweltering summer of the Negro's legitimate discontent will not pass until there is an invigorating autumn of freedom and equality. Nineteen sixty-three is not an end, but a beginning. Those who hope that the Negro needed to blow off steam and will now be content will have a rude awakening if the nation returns to business as usual. There will be neither rest nor tranquility in America until the Negro is granted his citizenship rights. The whirlwinds of revolt will continue to shake the foundations of our nation until the bright day of justice emerges.

But there is something that I must say to my people who stand on the warm threshold which leads into the palace of justice. In the process of gaining our rightful place we must not be guilty of wrongful deeds. Let us not seek to satisfy our thirst for freedom by drinking from the cup of bitterness and hatred.

We must forever conduct our struggle on the high plane of dignity and discipline. We must not allow our creative protest to degenerate into physical violence. Again and again we must rise to the majestic heights of meeting physical force with soul force. The marvelous new militancy which has engulfed the Negro community must not lead us to distrust of all white people, for many of our white brothers, as evidenced by their presence here today, have come to realize that their destiny is tied up with our destiny and their freedom is inextricably bound to our freedom. We cannot walk alone.

And as we walk, we must make the pledge that we shall march ahead. We cannot turn back. There are those who are asking the devotees of civil rights, "When will you be satisfied?" We can never be satisfied as long as our bodies, heavy with the fatigue of travel, cannot gain lodging in the motels of the highways and the hotels of the cities. We cannot be satisfied as long as the Negro's basic mobility is from a smaller ghetto to a larger one. We can never be satisfied as long as a Negro in Mississippi cannot vote and a Negro in New York believes he has nothing for which to vote. No, no, we are not satisfied, and we will not be satisfied until justice rolls down like waters and righteousness like a mighty stream.

I am not unmindful that some of you have come here out of great trials and tribulations. Some of you have come fresh from narrow cells. Some of you have come from areas where your quest for freedom left you battered by the storms of persecution and staggered by the winds of police brutality. You have been the veterans of creative suffering. Continue to work with the faith that unearned suffering is redemptive.

Go back to Mississippi, go back to Alabama, go back to Georgia, go back to Louisiana, go back to the slums and ghettos of our northern cities, knowing that somehow this situation can and will be changed. Let us not wallow in the valley of despair.

I say to you today, my friends, that in spite of the difficulties and frustrations of the moment, I still have a dream. It is a dream deeply rooted in the American dream.

I have a dream that one day this nation will rise up and live out the true meaning of its creed: "We hold these truths to be self-evident: that all men are created equal."

I have a dream that one day on the red hills of Georgia the sons of former slaves and the sons of former slave owners will be able to sit down together at a table of brotherhood.

I have a dream that one day even the state of Mississippi, a desert state, sweltering with the heat of injustice and oppression, will be transformed into an oasis of freedom and justice.

I have a dream that my four children will one day live in a nation where they will not be judged by the color of their skin but by the content of their character.

I have a dream today.

I have a dream that one day the state of Alabama, whose governor's lips are presently dripping with the words of interposition and nullification, will be transformed into a situation where little black boys and black girls will be able to join hands with little white boys and white girls and walk together as sisters and brothers.

I have a dream today.

I have a dream that one day every valley shall be exalted, every hill and mountain shall be made low, the rough places will be made plain, and the crooked places will be made straight, and the glory of the Lord shall be revealed, and all flesh shall see it together.

This is our hope. This is the faith with which I return to the South. With this faith we will be able to hew out of the mountain of despair a stone of hope. With this faith we will be able to transform the jangling discords of our nation into a beautiful symphony of brotherhood. With this faith we will be able to work together, to pray together, to struggle together, to go to jail together, to stand up for freedom together, knowing that we will be free one day.

This will be the day when all of God's children will be able to sing with a new meaning, "My country, 'tis of thee, sweet land of liberty, of thee I sing. Land where my fathers died, land of the pilgrim's pride, from every mountainside, let freedom ring."

And if America is to be a great nation this must become true. So let freedom ring from the prodigious hilltops of New Hampshire. Let freedom ring from the mighty mountains of New York. Let freedom ring from the heightening Alleghenies of Pennsylvania!

Let freedom ring from the snowcapped Rockies of Colorado!

Let freedom ring from the curvaceous peaks of California!

But not only that; let freedom ring from Stone Mountain of Georgia!

Let freedom ring from Lookout Mountain of Tennessee!

Let freedom ring from every hill and every molehill of Mississippi. From every mountainside, let freedom ring.

When we let freedom ring, when we let it ring from every village and every hamlet, from every state and every city, we will be able to speed up that day when all of God's children, black men and white men, Jews and Gentiles, Protestants and Catholics, will be able to join hands and sing in the words of the old Negro spiritual, "Free at last! free at last! thank God Almighty, we are free at last!":hmm::hmm:

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 22-1-2006 05:55 PM | Show all posts
rencana dlm MM

MENERIMA HAK KEBEBASAN ORANG LAIN
Oleh: ZIN MAHMUD (Wartawan Utusan)

Orang Melayu beragama Islam dari segi sejarah dan tradisi berasal dari kampung. Seperti juga banyak masyarakat di dunia baik di Timur mahupun di Barat, iaitu sebelum mereka melalui proses perbandaran.

Nilai-nilai Timur, ditambah pula berasaskan pada budaya pertanian kampung mengutamakan kepentingan kehidupan bermasyarakat dan kolektif. Kepentingan individu terletak di bawah masyarakat. Individu dianggap hanya hidup sebagai sebahagian daripada masyarakat. Hak individu terkandung dalam kehidupan bermasyarakat.

Agama Islam yang dianut orang Melayu mengukuhkan lagi budaya bermasyarakat ini dan institusi yang mengatur kehidupan ini adalah masjid dan surau.

Kehidupan berkolektif ini bermakna anggota masyarakat menolong antara satu sama lain dan ia memberikan kemakmuran kepada kampung berkenaan itu. Bukan itu saja, anggota-anggota masyarakat juga saling tegur-menegur dan menghalang sebarang perbuatan buruk yang menyimpang daripada nilai-nilai yang sudah diterima bersama dengan berasaskan pada agama.

Masyarakat tradisi Melayu mewujudkan keamanan kampung melalui sistem hubungan kolektif dan tidak bergantung pada undang-undang, polis atau penguat kuasa rasmi yang lain. Anggota-anggota masyarakat akan memberi bantuan dalam sebarang bencana, memberi nasihat kepada sebarang salah laku dan menjamin kampung berkenaan bebas daripada maksiat.

Tetapi Putrajaya bukannya kampung. Begitu juga dengan Kelana Jaya dan Bandar Raya Melaka.

Putrajaya adalah sebuah bandar moden lagi bestari yang menjadi pusat pentadbiran Malaysia, sebuah negara majmuk yang warganya terdiri daripada pelbagai penganut agama, kaum, latar belakang dan pemahaman. Malah di kalangan orang Islam yang menjadi majoriti rakyat negara ini, mereka juga mempunyai perbezaan pandangan nilai di antrara satu sama lain.

Maka Putrajaya bukan milik penduduknya, yang rata-rata kakitangan kerajaan, beragama Islam, kaum Melayu dan mempunyai asal-usul kampung dari segala pelosok Malaysia.

Putrajaya adalah milik rakyat Malaysia berbilang kaum, agama, budaya dan fahaman. Malah ia juga milik pengunjung, pelawat dan pelancong bukan saja dari dalam negara, tetapi seluruh dunia.

Bandar ini juga berfungsi bukan atas kerjasama kolektif penduduknya tetapi mengikut sistem yang berasaskan pada undang-undang di mana penguatkuasaannya dilakukan oleh pasukan rasmi negara seperti polis atau pegawai-pegawai penguat kuasa yang menjalankan tugas secara terlatih dan profesional.

Maka apabila sebahagian daripada penduduk Putrajaya dari jemaah salah sebuah suraunya menubuhkan sebuah kumpulan rasmi untuk membuat rondaan dengan tujuan memberi nasihat kepada mereka bagi menghalang maksiat di bandar itu, maka sudah tentu ia mengundang bantahan daripada warga Malaysia yang tidak berkongsi fahaman dengan mereka.

Tidak semua warga Malaysia menerima takrif maksiat yang difaham secara tradisi oleh orang Melayu Islam di negara ini.

Orang bukan Islam tidak dapat menerima nilai yang dipegang oleh orang Islam mengenai hubungan antara lelaki dan perempuan.

Umpamanya, kelakuan menunjukkan kasih sayang di tempat awam yang sudah diterima oleh orang bukan Islam tetapi tidak pula diterima oleh orang Islam.

Malah di kalangan orang Islam pun, nilai sudah mula berubah. Sudah terdapat sebilangan orang Islam yang mengambil sikap toleran kepada tingkah laku bebas sedemikian.

Proses perbandaran dan kemodenan mendorong sebahagian daripada orang Islam untuk menerima tingkah laku seumpama itu. Perubahan nilai sedang berlaku dan semua pihak harus menghormati pandangan dan pegangan golongan lain. Saling hormat-menghormati perlu untuk hidup bersama dalam negara yang dikongsi pelbagai agama dan fahaman.

Putrajaya yang walaupun mempunyai senibina berasaskan tamadun Islam tetapi ia adalah kota Malaysia, milik semua warganegaranya. Bukan itu saja, ia tergolong sebagai kota moden dan berteknologi yang menjadi tumpuan dan perhatian pelancong dalam dan luar negara.

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 22-1-2006 06:02 PM | Show all posts
this one...KEBEBASAN BERKARYA...

Pascamoden bawa kebejatan
Oleh: A. RAHIM ABDULLAH

TIDAK ramai yang menyedari bahawa kita sedang menuju kepada suatu arah kehancuran. Yang hancur ialah hakikat sastera dan budaya yang tidak lagi meninggalkan kesan kejernihan dan kemurnian.

Pada hari ini, setelah berada di alaf baru ini, kita memesongkan matlamat sastera. Ini terjadi kerana rata-rata tukang-tukang sastera kini dan akan datang sudah terlibat dalam wacana dan kuasa.

Inilah serpihan pemikiran sempit pascastrukturalis yang percaya bahawa dunia adalah dunia teks dan beberapa teori teks mengabaikan hakikat wacana yang berhubungan dengan kuasa.

Dengan kata lain, para sarjana dan pemikir sastera ini mengurangkan kuasa politik dan ekonomi dan kawalan ideologi dan sosial kepada aspek-aspek yang melekat pada proses signifikasi.

Malah kata Raman Selden (1986), apabila seorang Hitler atau Stalin kelihatan menguasai seluruh bangsa dengan menggunakan kuasa wacana, maka cukup aneh untuk kita menganggap kesan itu sebagai berlaku dalam wacana semata-mata.

Dengan itu, jelaslah bahawa kuasa sebenarnya diprojeksi melalui wacana dan kuasa ini, dan ia berjaya meninggalkan dampak yang jelas sekali.

Wacana yang diprojeksi sedemikian rupa bukanlah perkara baru dalam sejarah hidup manusia. Kita tentu masih ingat nama pengarang The Prince Michaevelli, yang begitu terkenal dengan dasar propaganda dan kekuasaannya.

Hari ini banyak pemimpin dunia yang memanfaatkan buku itu bagi pengukuhan status kuasa politik mereka. Baik Hitler, Stalin mahupun Michaevelli, keinginan untuk kuasa (dan berkuasa) itu, dijelaskan oleh Nietzsche (18 Oktober 1844 - 25 Ogos 1900) iaitu ahli falsafah Jerman yang terkenal dengan konsep nihilisme, tetapi dialah yang pertama kali mengemukakan teori kehendak untuk berkuasa.

Antara lain Nietzsche mengatakan bahawa, orang mula-mula menentukan apa yang diingini mereka, dan kemudian menyesuaikan fakta dengan keinginan mereka. Akhirnya, orang tidak menemukan apa-apa pada benda yang pada mulanya dianggap penting oleh mereka. Segala pengetahuan adalah pernyataan keinginan untuk kuasa.

Mengulas konsep tersebut, Raman Selden menyatakan, ia bermakna kita tidak dapat berbicara tentang kebenaran mutlak atau pengetahuan yang objektif.

Orang mengenali falsafah tertentu atau teori ilmu sebagai benar, hanya apabila ia sesuai dengan gambarannya, mengenai kebenaran yang dihasilkan oleh kuasa politik atau intelektual ketika itu, oleh anggota elit yang berkuasa, atau oleh ideologi ilmu yang terdapat ketika itu (Raman Selden, Teori Kesusasteraan Sezaman. Dewan Bahasa dan Pustaka, 1989; 104-105).

Nihilisme pula adalah konsep dan teorinya yang terhasil setelah meneliti dan mengkritik mengenai nilai. Nietzsche membahaskan nilai-nilai yang diajukan oleh agama, moral dan falsafah. Kedudukan nihilisme dalam pemikiran Nietzsche begitu penting, kerana ia dapat diertikan sebagai runtuhnya nilai-nilai tertinggi dan kegagalan manusia menjawab persoalan untuk apa?

Dengan runtuhnya nilai, manusia dihadapkan pada persoalan bahawa segala-galanya menjadi tidak bermakna dan tidak ternilai. Setelah menghuraikan persoalan nihilisme, Nietzsche mengajukan prinsip-prinsip untuk mengevaluasi seluruh nilai supaya dapat melihat nilai baru.

Barangkali tokoh ini juga diserang rasa kecewa dan obsesi yang terlalu tinggi, apabila melihat gejala dan fenomena sosial pada zamannya, lalu dia berusaha mencari alternatif, dan nilai senilah sebagai pengganti nilai moral yang bobruk itu! Walau bagaimana buruk dan prejudis anggapan sesetengah pihak terhadap pemikirannya itu, sebenarnya kritik Nietzsche terhadap nilai moral harus ditempatkan pada arus persoalan pemikiran falsafah pada zamannya. Ketika hayatnya, falsafah Barat sedang diwarnai dengan pandangan Emanuel Kant iaitu mengenai moral dan idealisme Fichte, Schelling dan Hegel.

Dalam bukunya Kritik der Praktischen Vernuft, Kant mengakui adanya kemutlakan nilai-nilai moral. Pandangan ini dibangunkan atas dasar teorinya mengenai nisbah praktik yang menunjukkan adanya imperatif kategori dan atas dasar ketiga postlatnya: kebebasan kehendak, imoraliti jiwa, dan wujudnya Allah.

Oleh kerana moral menjadi faktor utama kepada karya seni, ia memperingatkan kita akan kemungkinan tindakan yang keterlaluan, atau yang boleh membawa kita kepada sikap tidak apologetik lagi, apabila kita rela diperalatkan oleh kepentingan tertentu yang non-sastera dan non-seni. Obsesi ini semakin terserlah apabila melihat perkembangan terbaru di Malaysia, setelah fungsi sastera diberikan semacam perubahan oleh pihak tertentu bagi melangsungkan niat mereka yang bersikap tidak senang dengan seni dan sastera.

Sebagai contohnya, majlis baca puisi Islam yang diadakan di Pusat Islam, Kuala Lumpur, pada 3 September 2002, sudah tercemar apabila ada deklamator tampil membawa puisi-puisi yang berbau propaganda dan tergamak pula menghentam ulama. Nilai puisi dan moral karya semacam itu sudah tidak dipertahankan lagi oleh penyair terbabit. Kerana dia secara separuh sedar atau sepenuh sedar, ikut khayal untuk menyeret dirinya sendiri dan mencerca ulama dan pemimpin yang tidak sebulu dengan golongan arus perdana.

Lebih memalukan status penyair yang seharusnya tidak berpolitik ialah apabila muncul pula sang penyair menjelaskan kepada khalayak bahawa puisinya baru terhasil di Dewan Muktamar itu sendiri dan terus dibacanya!

Tentu ada orang yang akan bertanya dan mempertikaikan keabsahan karya semacam itu: benarkah ia sebuah puisi yang murni? Nampaknya banyak sasterawan Malaysia hari ini tidak lagi memegang kepada prinsip dan hukum moral, yang pernah disentuh oleh Sasterawan Negara (SN) Keris Mas (yang tentu saja pernah menjadi guru kepada penyair tadi?). Lebih 20 tahun lalu (26 April 1981), ketika berucap di majlis Penganugerahan Sasterawan Negara, di Dewan Bankuasi, Bangunan Parlimen Malaysia, di hadapan para sasterawan, ahli politik dan Yang di-Pertuan Agong, Keris Mas melahirkan pemikirannya yang cukup jernih mengenai politik sastera.

Besar kemungkinannya saya kira, Keris Mas sebagai seorang intelektual Melayu pada waktu itu, sudah dapat menghidu atau meramalkan senario seperti sekarang ini akan berlaku di negara tercinta. Justeru beliau melahirkan pemikirannya yang kompak itu dan, sekali gus memberi peringatan kepada sasterawan tulen supaya tidak diperalatkan oleh mana-mana pihak.

Awal pembicaraan Keris Mas menegaskan, bahawa sastera dalam politik terjadi dalam dua hal yang saling berbaur, iaitu politik sastera dan sastera politik. Politik sastera yang dimaksudkan Keris Mas ialah pendirian politik terhadap sastera, yakni polisi atau kebijakan tentang sastera dalam hubungannya dengan kehidupan kebangsaan. Ini berbeza dengan maksud sastera politik, yang diperalat oleh golongan atau parti politik.

Apa yang jelas fenomena sastera dan seni mutakhir dari yang terjadi di negara ini dapat dilihat sudut wacana dan kuasa seperti yang diungkapkan oleh Nietzsche, Michael Foucault dan Edward Said. Ada terjadi semacam wacana gila dalam sastera Malaysia kini apabila orang sudah berjaya menolak normal dan rasional ertinya mereka telah menolak kepentingan moral dan etika.

Mereka ini terus bekerja dalam wacana tertentu tanpa dapat berfikir atau berbicara waras dalam konteks budaya dan etika, yang lazimnya dipertahankan oleh seluruh kaum seniman dan sasterawan yang kaya dan tinggi adabnya.

Hakikat ini juga memperlihatkan bahawa pascamodenisme dan pascastrukturalisme telah berjaya merungkai dan merombak segala sistem murni dan tepu yang kita pertahankan selama ini. Dekonstruksi pemikiran ini terutamanya telah berjaya memasuki arus perdana sastera Malaysia, dan usaha yang agak radikal ini akan berjaya menolak golongan sasterawan dan seniman yang konvensional dan terlalu taksub dengan etika dan moral!

Fenomena ini bukanlah satu ramalan lagi kerana gaya dan kecenderungan baru ini sudah terungkap sekian banyak di dalam karya kreatif seperti genre drama, novel, cerpen dan puisi.

Banyak orang di Malaysia hari ini beranggapan bahawa puisi senang dicipta kerana puisi kelihatannya begitu mudah dikerjakan dan cepat pula siap untuk dihambur dan dijeritkan di tengah khalayak terutama mereka yang berkepentingan! Lalu mereka dari kelompok inilah yang mendapat prioriti dan dinobatkan sebagai penyair yang berketerampilan dan berwawasan.

Mungkin inilah sebahagian teori Harold Bloom yang menggunakan trope apabila ramai penyair yang berasa (tidak sama dengan merasakan) mereka telah terkebelakang - seolah-olah mereka lahir dalam suatu vakum, suatu sejarah puisi yang telah habis segala ilhamnya kerana tokoh penyair terdahulu mengambil semua ilham yang ada! Mereka ini kemudiannya mengalami citra Oedipus terhadap bapa yang cukup dahsyat. Penekanan perasaan agresif mereka mengakibatkan munculnya beberapa strategi baru pertahanan.

Dalam hal ini, kata Bloom lagi, tidak ada puisi yang berdiri sendiri, selalunya dalam hubungan dengan yang lain. Dalam rangka menulis secara terlambat, penyair mesti mengalami perjuangan kejiwaan untuk menciptakan ruang imaginatif.

Hal ini melibatkan penyalah bacaan (misreading) karya tuan mereka sehingga dapat menghasilkan suatu interpretasi baru. Di sinilah berlakunya pelanggaran puitik yang turut menciptakan ruang yang diinginkan apabila mereka boleh menghubungkan ilham mereka yang tulen.

Tanpa putar belit yang agresif terhadap erti para penyair yang terdahulu tradisi akan menindas daya kreatif mereka. Saya kira kita (dunia sastera Malaysia dan serantau tentunya) sedang berada dalam fasa yang serba kegelabahan ini.

Kita secara tidak sedar ataupun sedar telah mengizinkan mereka membawa trope (pertahanan) baru untuk menyimpang daripada konvensi. Kalau dulu kita (katakanlah golongan strukturalis) mempertahankan trope lama: metafora, ironi, metonimi, hiperbola/litotes dan metalepsis; kini kita ghairah membawa trope baru (sebagai nilai tambah?) seperti: clinamen, tessera, kenosis, daemonisation, askesis dan apophrades.

Atau paling tidak kalau strukturalis mempertahankan metafora, golongan pascastrukturalis pula lebih senang dengan metonimi. Ini terjadi di Barat, misalnya David Lodge dalam The Modes of Modern Writing (1977), mengatakan modenisme dan simbolisme pada dasarnya bersifat metafora; sedangkan antimodenisme adalah realistik dan bersifat metonimi.

Apa yang jelas dalam pascastrukturalisme dan pascamodenisme, metafora sudah tidak ada hayatnya lagi. Orang tidak akan melihatnya sebelah mata pun, tetapi suatu bentuk seni retorika baru mulai mengambil peranan. Seni retorik untuk meyakinkan orang ini telah berkembang menjadi sebahagian seni dan budaya popular masyarakat pascamoden.
Reply

Use magic Report

Post time 23-1-2006 10:35 AM | Show all posts
Kebebasan itu macam pisau. Kalau ditangan seorang jurubedah ia boleh mengubatkan kalau ditangan orang yang salah ia boleh membunuh.:cak::cak:

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 23-1-2006 10:40 PM | Show all posts
merdeka: bebas dari kokongan

bebas: 'free'. (sukati nak wat ape pun. takyah bendul, takyah batas. langgar aje memana nak lalu. masuk gaung ke, terjun sungai ke... dah bebas...)

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 28-1-2006 10:04 AM | Show all posts
Kebebasan ialah permulaan taat, ketaatan pula ialah permulaan sejahtera.

Taat ni definasi saya ialah perbuatan menurut perintah DENGAN IKHLAS , tak harap balasan , tak takut balasan, tadak apa pun dia fikir..just tell and he or she does it.

contoh paling baik kes sejarah Hang Tuah. dia dengar perintah..dia terima. btul salah or apa pun jadik  tu dia serahkan saja padaNYA. ada element ikhlas disini. misal kalau kita sandar contoh ini pada kes qurban nabi ismail oleh ayahnya nabi ibrahim..just do it tanpa persoalan apa pun..that is sincerity.

sama jua kes memberi..misal beri duit pada sapa mintak esp oang susah. berapa dia ada masa tu apa dia ada dia beri..just give tadak soal apa,  kene tipu ke apa ke..dia terima je..ikhlas. dia tak pk buleh kes tipu ke dia tak pk duit tu untuk mende jahat ke dia tak pk langsung apa pun tapi bukan maksud 'dia tak fikir' jugak.

kalo dunia islam , yang saya faham setiap perbuatan itu mulanya kene ada ke ikhlasan. saya fikir kes paling baik kisah qurban tu ler.

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 28-1-2006 12:49 PM | Show all posts
..bebas melakukan apa sahaja yang kita ingin lakukan asalkan di bawah sedar dan logik, tidak melanggar pantang larang budaya, adat, agama, undang2 dan prinsip2 nilai hidup yang kita pegang........

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 13-4-2007 10:09 PM | Show all posts
Kebebasan adalah jiwa merdeka yang berbuat apa yang difikirkan perlu tanpa melanggar undang-undang Tuhan.

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 13-4-2007 11:55 PM | Show all posts
the only freedom which deserves the name is dat of pursuing our own good, in our own way, so long as we do not attempt to deprive others of theirs.....or impede their efforts to obtain it.

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

You have to log in before you can reply Login | Register

Points Rules

 

ADVERTISEMENT



 

ADVERTISEMENT


 


ADVERTISEMENT
Follow Us

ADVERTISEMENT


Mobile|Archiver|Mobile*default|About Us|CariDotMy

31-1-2025 01:10 AM GMT+8 , Processed in 0.043239 second(s), 32 queries , Gzip On, Redis On.

Powered by Discuz! X3.4

Copyright © 2001-2021, Tencent Cloud.

Quick Reply To Top Return to the list