|
Senin 7 Juli 2008 09:36
[size=+1]Baim Wong, Terhimpit di Antara Dua Pilihan (2)
Susah payah merintis karier, kini bintang sudah di genggaman Baim. Namun untuk mendapat semua itu ia harus mengorbankan kuliahnya.
Sebagai manusia biasa, aku sering merasa sayang melewatkan kesempatan menguntungkan yang ada di depan mata. Aku pikir, toh, kesempatan tak datang dua kali. Karena itu aku tak pernah menolak tawaran syuting sinetron. Apalagi mengingat perjuanganku dulu dalam merintis karier. Bersusah-payah melalui kasting hingga puluhan kali.
Mumpung masih usia muda, aku ingin berkarya sebanyak-banyaknya, dan sebaik mungkin. Mungkin terkesan ngotot. Tapi yang jelas aku tak mau menyia-nyiakan rezeki yang diberikan Tuhan untukku. Memang sikapku ini membuatku harus menanggung resiko. Kuliahku jadi terbengkalai.
Terus terang aku memang bukan contoh yang bagus dalam soal pendidikan. Sebab aku belum bisa mengatur agar karier dan kuliah bisa berjalan beriringan. Apalagi saat ini sedang musimnya sinetron stripping. Setiap hari sudah dipastikan aku harus full ada di lokasi syuting.
Tidak cuma itu. Dalam setahun, aku harus terlibat dalam 3 judul sinetron. Alhasil kuliahku di jurusan manajemen Universitas Atmajaya jadi berantakan. Berulang kali mengambil cuti, aku akhirnya menyerah dan memutuskan berhenti kuliah untuk sementara.
Lucunya, setelah berhenti kuliah, aku ingin kembali merasakan kehidupan kampus. Karenanya pada suatu hari aku kembali mendaftar ke universitas. Kali ini aku memilih Universitas Moestopo Jurusan Komunikasi. Kembalinya aku ke bangku kuliah ini juga sekaligus ingin menunjukkan pada Papaku, Johny Wong, bahwa aku peduli dengan pendidikan.
Bukti Untuk Papa
Ya, jauh di lubuk hatiku aku memang ingin membuktikan diri kepada Papa. Bahkan, karena sekarang sudah bisa punya penghasilan sendiri, aku berkeras mengembalikan seluruh biaya pendidikan yang pernah Papa keluarkan untukku, lo. Ini kulakukan bukan karena aku sombong. Apalah artinya uang yang aku keluarkan, dibanding budi yang diberi orangtuaku sejak aku lahir sampai sekarang.
Semuanya kulakukan hanya dengan satu niatan, ingin Papa bangga atas apa yang sudah kuraih. Aku ingin menunjukkan ke Papa kalau aku sudah bisa berdiri di atas kakiku sendiri. Saking inginnya membuktikan diri, aku juga mulai menginvestasikan uangku pada bidang di luar hiburan, lo. Bersama sahabatku Rafli Ahmad, aku membuka restoran dan kafe di Legian, Bali.
Kafe ini kami namai My Room. Kafe ini adalah impian kami. Ide membuat kafe muncul karena kami sering liburan di Bali. Nah, kalau punya usaha di sana kan, kami bisa berlibur sekalian berbisnis. Kafe kami ini menyediakan menu Eropa dan Indonesia. Karena aku dan Rafli sama-sama sibuk, untuk operasional kafe kami serahkan pada kakakku, Kiki.
Di Universitas Moestopo aku baru sempat kuliah dua semester saja. Semangat yang menggebu di awal kuliah, kembali mengendur kala aku kembali sibuk syuting sinetron stripping. Ya, aku sangat keteteran kala terlibat produksi Benci Bilang Cinta dan Soleha. Jadilah sejak tahun 2007 aku cuti kuliah hingga sekarang.
Terus terang aku enggak tahu kapan akan punya waktu untuk meneruskan kuliahku lagi. Tapi satu yang pasti, aku tetap ingin menyelesaikan kuliahku. Menurutku, mencari ilmu kan, enggak ada batasan usia. Makanya aku berani untuk konsentrasi dulu di karier. Sebab jika aku paksakan jalani karier sekaligus sekolah, aku khawatir tidak akan maksimal.
Ya, saat ini aku memang sedang konsentrasi meningkatkan kemampuan aktingku. Aku ingin progress yang berarti. Aku ingin lebih meningkatkan prestasi lagi. Saat masuk nominasi Panasonic Award 2007 lalu, aku merasa sangat bahagia. Juga saat sinetron Soleha sempat menjadi sinetron yang paling digemari, hatiku rasanya berbunga-bunga. Berarti aktingku diterima dan dihargai oleh masyarakat.
Marshanda Masa Lalu
Dunia sinetron memang membawa banyak kebahagiaan dalam hidupku. Bukan hanya uang dan ketenaran, sinetron juga berjasa mengantarkan aku pada sosok perempuan cantik yang baik hati, Marshanda alias Chacha. Saat bermain bersama di sinetron Soleha lah aku dan Marshanda resmi berpacaran.
Sebelumnya kami bertemu dan main bareng dalam sinetron Benci Bilang Cinta (BBC). Kala itu aku mulai mendekati dia. Namun, karena kesibukan dan jadwalku yang padat, kami jadi jarang bertemu. Maklumlah, saat itu aku main di 2 judul sinetron, BBC dan Darling.
Chacha orangnya konsisten, sementara aku termasuk orang yang santai. Ya, kami memang beda karakter. Chacha sangat fokus pada apa yang dicita-citakannya. Dia juga bisa menyeimbangkan kehidupan karier dengan pendidikan bangku sekolah. Jarang artis seperti dia. Cantik, baik, cerdas dan lucu.
Aku sering sekali menggoda Chacha. Sebab, dia enggak pernah marah kalau digodain. Tapi jangan salah, sikapnya lebih dewasa lo, dari usianya. Meski baru berusia 18 tahun, tapi jalan pikirannya jauh di atas usianya. Itu yang membuatku tertarik padanya.
Di Soleha, kami biasa saling kritik sekaligus saling memberi support. Aku tanya dia tentang aktingku, demikian juga sebaliknya. Meskipun kami berpacaran, saat main dalam satu sinetron kami harus bisa menjaga profesionalime. Jadi, meskipun sedang marahan, tapi kami bisa beradu akting dengan bagus.
Meski Chacha sudah diterima dalam keluargaku, sebaliknya juga aku di keluarganya, namun perjalanan waktu mengantarkan kami pada perpisahan. Saat ini kami hanya berteman saja. Masing-masing kami sudah punya kehidupan sendiri-sendiri. Walau begitu, kami selalu ada saat yang lain membutu*kan. Contohnya saat nenek Chacha meninggal dunia. Aku berusaha menemaninya. Aku tahu dia sangat sedih ditinggal neneknya.
Senang Goda Saskia
Saat ini aku masih betah menjomblo. Kalau kemarin-kemarin aku sempat digosipkan berpacaran dengan Fairuz, Elena, atau Nadia Saphira, itu sama sekali tidak benar. Kami hanya berteman. Mungkin selama ini aku bersikap terlalu ramah pada orang, hingga sering disalahartikan. Aku banyak mengambil hikmah soal ini.
Pacaran bukan prioritasku saat ini, melainkan karier. Ya, diam-diam aku memendam keinginan untuk berakting di layar lebar. Tapi sepertinya hokiku masih di sinetron saja. Tapi itu pun sangat aku syukuri. Usai main di Soleha, aku sempat adu akting dengan Nirina di sinetron Diva. Di sini aku sempat mendapat kritik saat memerankan dokter. Kritik ini justru bikin aku semangat. Berarti aktingku diperhatikan penonton.
Saat ini aku sedang menikmati peranku sebagai Attar di sinetron Munajah Cinta. Berbeda dengan sinetron-sinetronku sebelumnya, kali ini agak kontroversial. Ya, di sini aku menjadi seorang suami yang memiliki 3 istri. Repot sekali, lo, menghayati peran Attar. Rasanya punya 1 istri saja aku belum tahu, apalagi 3. Hahaha.
Yang jelas, gara-gara main di sinetron ini, aku jadi tak ingin poligami. Baru adu akting dengan 3 istri saja, aku sudah merasa capek, apalagi kalau benar-benar punya 3 istri. Poligami, wah jangan sampai deh! Cukup di sinetron saja. Hehehe.
Tapi ada lo, hikmah positif yang kuambil di sini. Aku jadi berusaha menjadi manusia yang lebih baik. Setidaknya sejak main di Munajah Cinta, aku bisa lebih tertib menjalani salat 5 waktu. Ilmuku soal agama pun jadi bertambah banyak.
Di lokasi, aku akrab dengan Rianty dan Saskia. Kami sering bercanda di sela-sela syuting. Aku kan, orangnya iseng dan selalu usil. Yang paling sering jadi sasaranku ya, Saskia. Sampai-sampai kami berdua pernah di gosipkan cinlok oleh media. Padahal, sampai sekarang aku masih sendiri, lo. Kami hanya dekat di lokasi syuting saja. |
|