CariDotMy

 Forgot password?
 Register

ADVERTISEMENT

View: 2609|Reply: 12

status hadis

[Copy link]
Post time 15-11-2013 11:56 PM | Show all posts |Read mode
As'salam ustaz2.. minta pengesahan.. atas status hadis ni...


Dialog Iblis Dan Rasulullah s.a.w



"Tidakkah kau tahu wahai Muhammad, bahawa barang siapa yang menyukai emas dan perak, ia bukan orang yang ikhlas. Jika kau lihat seseorang yang tidak menyukai dinar dan dirham, tidak suka pujian dan sanjungan, aku boleh pastikan bahawa ia orang yang ikhlas, maka aku meninggalkannya. Selama seorang hamba masih menyukai harta dan sanjungan dan hatinya selalu terikat dengan kesenangan dunia, ia sangat patuh padaku."


Wallahu'alam..
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 17-11-2013 03:51 PM From the mobile phone | Show all posts
Parking....
Reply

Use magic Report

Post time 22-5-2016 12:23 PM From the mobile phone | Show all posts
Dibawa kehadapan utk dibincangkan (jika sudi)
Reply

Use magic Report

Post time 22-5-2016 12:27 PM From the mobile phone | Show all posts
Edited by alasala at 22-5-2016 12:30 PM

Rujukan : https://nurahmad007.wordpress.co ... adap-hadits-gharib/

SIKAP ULAMA TERHADAP HADITS GHARIB
Hadits gharib adalah hadits yang di dalam mata rantai sanadnya terdapat seorang rawi yang menyendiri dalam periwayatannya, namun juga kadangkala ada gharib (asing/menyendiri) dalam matannya. Keadaan demikian tentu saja mengundang berbagai pertanyaan oleh para peneliti hadits dan menjadikan hadits tersebut rentan terhadap kritik, sehingga perlu argumen yang kuat untuk mempertahankannya. Tak jarang hasilnya pun akan berbuah pro dan kontra akan keabsahannya untuk dijadikan hujah. Para ulama yang kritis lebih menyukai riwayat hadits masyhur.
Jika para ulama hadits sedang berkumpul, mereka tidak menyukai seseorang yang mengeluarkan hadits yang “menarik perhatian”, yaitu hadits yang dalam artian kontroversial, yang tak lain adalah hadits gharib. Menurut mereka hadits gharib yang tidak terkenal atau tidak “menarik perhatian” itu dianggap lebih baik daripada hadits masyhur yang terkenal. Karena menurut pandangan kaum awam yang biasanya menganggap hebat sesuatu yang belum mereka ketahui. Sehingga kadangkala hadits terbaik yang dipamerkan itu sebenarnya hadits gharib yang kontroversial, yang mengundang perhatian orang.
Syu’bah bin Hajjaj pernah ditanya tentang mengapa ia tidak meriwayatkan hadits dari seseorang yang haditsnya bagus. Maka ia menjawab, “Justru karena bagus itulah, aku menghindarinya”. Jadi menghindari penyampaian hadits gharib, itulah ungkapan yang pas berkenaan dengan sikap para ulama karena khawatir akan pemalsuan yang dilakukan para perawi hadits gharib dan munkar , baik disengaja ataupun tidak. Karena rawi yang seperti itulah yang banyak kemungkinan melakukan pemalsuan dibandingkan dengan ahli hadits yang lain. Mereka menempuh bermacam kesulitan dalam pencarian hadits, namun mereka mementingkan keghariban hadits dan mengesampingkan keshahihannya. Mereka bangga dengan kelangkaan isi berita daripada kesinambungan sanad. Seolah dengan itu ia menjadi bermartabat tinggi di depan khalayak populer di mata kaum awam.
Hal-hal seperti itulah yang dihindari oleh para imam dan ulama-ulama hadits, dan mengkritik keadilan mereka dan menempatkannya dalam ke tuduhan dusta. Imam Abu Hanifah sempat melontarkan, “Barangsiapa mencari hadits gharib, ia akan didustai”.
Memang sifat para pemalsu hadits itu suka membanggakan diri dan pamer, gemar mencari perhatian orang. Untuk hal itu mereka mengaku pernah bertemu dengan seorang perawi hadits dan mendengarkan riwayatnya. Ada juga yang menyebut hadits yang diriwayatkanya berderajat hasan, padahal tidaklah demikian.
Jika demikian bagaimanakah proses verifikasi hadits tersebut, apakah pernah bertemu langsung dengan pihak-pihak yang tertuduh pendusta itu, dan berdialog langsung?
Pernah ada kisah begini, Ufair bin Ma’dan al-Kala’i bercerita: “Pada suatu hari Umar bin Musa datang menemui kami yang sedang berkumpul di masjid. Lalu ia berbicara, “Guru kalian yang shalih menceritakan kepadaku … ”
Ketika ia sedang berbicara panjang lebar, aku bertanya, “Siapa yang Anda maksud dengan guru kami yang shalih itu? Tolong sebutkan agar kami tahu!”
Ia menjawab, “Khalid bin Ma’dan”.
Aku bertanya, “Tahun berapa Anda bertemu dengannya?”
Ia menjawab, “Aku bertemu dengannya pada tahun 108 H”.
Aku bertanya, “Di mana?”
Ia menjawab, “Aku bertemu dengannya dalam suatu pertempuran di Armenia”.
Mendengar jawaban itu, aku berkata lagi kepadanya, “Takutlah kepada Allah, jangan berdusta! Khalid bin Ma’dan meninggal pada tahun 104, sedangkan Anda menngaku bertemu dengannya empat tahun sesudah kematiannya. Lagi pula, ia tidak ikut dalam pertempuran di Armenia! Ia ikut berperang melawan pasukan Romawi”.
Jika demikian halnya, maka pantaslah kalau para kritikus hadits mensyaratkan pengenalan terhadap tokoh-tokoh yang mencakup latar belakang dan sejarah kehidupannya. Sehingga memang menarik dan cukup ilmiah dari apa yang telah dilakukan oleh para ulama penjaga sunnah itu. Sekalipun tak ada sebuah lembaga verifikasi secara formal, namun proses itu sudah cukup logis, selektif dan efektif.
Demikian juga apa yang telah dilakukan oleh Sufyan ats-Tsauri (61 H), ia memakai metode sejarah untuk menangkal kedustaan mereka. Kadang para kritikus hadits menggunakan batas geografis untuk menyingkap aib para pendusta. Ketika mereka menyebutkan sanad yang memuat tokoh-tokoh yang banyak melakukan perlawatan dan penjelajahan ke berbagai tempat, mereka membatasi pada nama-nama mereka berdasarkan nama negeri tempat mereka menceritakan hadits.
Tak hanya itu, faktor akhlaq juga akan menentukan diterima atau ditolaknya suatu hadits. Orang-orang yang suka berbicara kotor, suka mengumpat akan dihindari oleh para ahli hadits dan riwayat darinya akan ditinggalkan. Syu’bah telah menahan empat ratus hadits di dalam dadanya, dan tak akan menceritakannya kepada siapapun, lantaran sang pembawa berita hadits-hadits tersebut pernah mengumpat, menjelek-jelekan pribadi seorang muslim. Sikap menjelek-jelekkan seorang muslim karena jengkel merupakan kebodohan dan akan merusak sifat keadilannya.
Karena itu sikap seorang rawi harus berakhlaq mulia serta mengerti tata krama dan sopan santun. Selain itu diperlukan metode pendidikan dan pengajaran tertentu yang membedakannya dari para ulama lain, baik dari generasi terdahulu maupun yang belakangan, di timur atau barat.
Memang harus diakui pernah terdapat komersialisasi hadits dan mencari popularitas oleh para pengembara riwayat. Namun jauh lebih banyak yang dilakukan karena mencari ridha Allah swt, sedangkan pengetahuannya tentang sunnah sangatlah luas. Di setiap waktu dan tempat mereka lebih banyak mencari hadits dengan diam-diam serta rendah hati. Mereka inilah yang justru amat besar pengaruhnya, sehingga mustahil untuk disia-siakan atau dilupakan sejarah.
Reply

Use magic Report

Post time 22-5-2016 12:34 PM From the mobile phone | Show all posts
KonsultasiSyariah.com
Home  KITAB  Hadits
KITABHadits
Hadits Hasan Shahih, Hasan Gharib, dan Hadits Gharib Menurut Tirmidzi
By Redaksi Konsultasi -Feb 2, 201103590
   
Pertanyaan:

Apa yang dimaksud oleh At-Tirmidzi dengan istilah: hasan shahih, hasan gharib, serta hadits gharib?

Jawaban:

Istilah “hasan shahih” merupakan masalah yang sangat pelik, karena para ulama banyak berselisih pandangan dalam masalah ini. Kami belum menemukan –sejauh yang kami ketahui– mengenai pendapat pasti yang bisa dijadikan seabgai pedoman. Ini disebabkan karena At-Tirmidzi sendiri tidak menjelaskan apa yang beliau maksud dengan istrilah hasan shahih tersebut.

Adapun istilah “hasan gharib” tidak sama dengan istilah hadits hasan. Yang dimaksud dengan hadits hasan gharib adalah hasan (bagus) secara sanad dan tidak dikenal/asing (gharib) disebabkan karena salah seorang perawinya meriwayatkan hadits tersebut seorang diri.

Adapun istilah hadits “hasan” yang mana Tirmidzi tidak menambahkan lafal gharib sesudahnya, maka yang beliau maksudkan adalah hadits “hasan li ghairihi” (hadits yang pada asalnya dha’if, namun kemudian menjadi hasan karena terdapat riwayat lain yang menaikkan derajat hadits tersebut sehingga menjadi hasan, pent.).

Oleh sebab itu, wajib bagi penuntut ilmu untuk berati-hati dalam masalah ini, yakni bahwa setiap hadits yang dikatakan oleh Imam At-Tirmidzi hadits hasan, maka sanadnya adalah dha’if, namun beliau mengetahui bahwa terdapat hadits lain sebagai mutaba’at (penyerta) dan syawahid (penguat), yang pada akhirnya menaikkan derajatnya dari dha’if menjadi hasan. Maksudnya, dha’if dari segi sanad, tetapi hasan dari segi matan (isi hadits), yang mana kenaikan derajat tersebut merupakan konsekuensi dari matan-nya, disebabkan kedatangannya melalui jalan-jalan yang lain. Adapun jika ia berkata “hadits gharib” maka kebanyakan yang ia maksudkan adalah “dha’if“, yaitu secara sanad.

Sumber: Fatwa-fatwa Syekh Nashiruddin Al-Albani, Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Media Hidayah, 1425 H — 2004 M.
(Dengan beberapa pengubahan tata bahasa oleh redaksi www.konsultasisyariah.com)
Reply

Use magic Report

Post time 22-5-2016 12:42 PM From the mobile phone | Show all posts
Edited by alasala at 22-5-2016 12:50 PM

Rujukan : https://tahdits.wordpress.com/2013/01/08/ilmu-gharib-al-hadist/

Ta’rif dan Sejarah Ilmu Gharibil Hadits

Ilmu gharibil hadits, ialah :

         

       .

“Ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum”.

Sesudah berlalu masa sahabat, yakni abad pertama, dan para tabi’in pada tahun 150 H mulailah bahasa Arab yang tinggi, tidak diketahui lagi oleh umum. Oleh karena itu, berusahalah para ahli mengumpulkan kata-kata yang dipandang tak dapat dipahamkan oleh umum dan kata-kata yang kurang terpakai dalam pergaulan sehari-hari dalam suatu kitab dan mensyarahkannya.

Menurut sejarah, yang mula-mula berusaha dalam bab ini ialah Abu Ubaidah Ma’mar ibn al-Mutsanna (210 H), kemudian usaha itu diluaskan lagi oleh Abul Hasan al-Maziny (204 H). Usaha beliau-beliau ini berlaku di penghujung abad kedua hijrah.

Di awal abad ketiga hijrah berusahalah Abu ‘Ubaid al-Qasim ibn Sallam (244 H) menyusun kitabnya yang terkenal dalam ilmu gharibil hadits, yang diusahakan dalam tempo 40 tahun. Kitabnya mendapat sambutan dari masyarakat, sehingga datang massanya Ibnu Qutaibah ad-Dainury (276 H). Beliau menyusun kitabnya yang terkenal pula.

Maka dengan terdapat dua kitab itu, terkumpullah sebagian besar dari kata-kata yang gharib. Sesudah itu, berusaha pula beberapa ahli, sehingga sampai kepada masa al-Khaththaby (378 H). Dan setelah kitabnya selesai, terdapat tiga induk kitab bagi segala kitab gharibil hadits.

Sesudah itu berusaha pula az-Zamakhsyari menyusun kitabnya yang dinamai al-Fa-iq. Kitab ini tinggi nilainya, disusun secara abjad. Sesudah itu bangun pula Abu Bakar al-Asybahany (581 H), menyusun kitabnya dengan mengikuti sistem al-Harawy.

Sesudah itu datanglah Ibnul Atsier (606 H), lalu menyusun kitabnya an-Nihayah. Kitab inilah sebesar-besar kitab gharibil hadits yang terdapat dalam masyarakat Islam. Kitab ini diikhtisarkan oleh as-Suyuthi (911 H) dalam kitabnya yang dinamai ad-Durrun Natsier.

Kiranya, kitab an-Nihayah ini mencukupi bagi seseorang di dalam mempelajari arti kata-kata yang sukar dan ganjil yang terdapat dalam matan-matan hadits.

2.2.  ILMU GHARIBIL-HADITS

Gharibul-Hadits yang dimaksudkan dalam ilmu hadits ini adalah bertujuan menjelaskan satu hadits yang dalam matannya terdapat lafadh yang pelik dan susah dipahami, karena jarang dipakai. Sehingga keberadaan ilmu ini akan membantu dalam memahami hadits tersebut.

Sejak dimulainya pembukuan (secara sistematis) hadits pada akhir abad kedua dan awal abad ketiga, para ulama sudah menyusun buku-buku tentang gharibul-hadits. Orang yang pertama kali menyusun dalam masalah gharibul-hadits adalah Abu ‘Ubaidah Mu’ammar bin Al- Mutsanna At-Taimi (wafat tahun 210 H).

Buku-Buku yang Terkenal dalam Masalah Ini :

1.         Kitab Gharibul-Hadits, karya Abul-Hasan An-Nadlr bin Syumail Al-Mazini (wafat 203 H), salah satu guru Ishaq bin Rahawaih, guru Imam Bukhari.

2.         Kitab Gharibul-Atsar, karya Muhammad bin Al-Mustanir (wafat 206 H).

3.         Kitab Gharibul-Hadits, karya Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Salam (wafat 224 H).

4.         Kitab Al-Musytabah minal- Hadits wal-Qur’an, karya Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah Ad-Dainuri (wafat 276 H).

5.         Kitab Gharibul-Hadits, karya Qasim bin Tsabit bin Hazm Sirqisthi (wafat 302 H).

6.         Kitab Gharibul-Hadits, karya Abu Bakar Muhammad bin Al- Qasim Al-Anbari (wafat 328 H).

7.         Kitab Gharibul-Qur’an wal- Hadits, karya Abu ‘Ubaid Al- Harawi Ahmad bin Muhammad (wafat 401 H).

8.         Kitab Smathuts-Tsurayya fii Ma’ani Ghariibil-Hadits, karya Abul-Qasim Isma’il bin Hasan bin At-Tazi Al-Baihaqi (wafat 402 H).

9.         Kitab Majma’ Gharaaib fii Gharibil-Hadits, karya Abul-Hasan Abdul-Ghafir bin Isma’il bin Abdul- Ghafir Al-Farisi (wafat 529 H).

10.     Kitab Al-Fa’iq fii Gharibil- Hadits, karya Abul-Qasim Jarullah Mahmud bin ‘Umar bin Muhammad Az-Zamakhsyari (wafat 538 H).

11.     Kitab Al-Mughits fii Gharibil- Qur’an wal-Hadits, karya Abu Musa Muhammad bin Abi Bakar Al-Madini Al-Asfahani (wafat 581 H).

12.     Kitab An-Nihayah fii Gharibil- Hadits wal-Atsar, karya Imam Majdudin Abu Sa’adat Al-Mubarak bin Muhammad Al-Jazari Ibnul- Atsir (wafat 606 H).

Upaya baik para ulama dalam pembukuan dan penjelasan gharibul-hadits ini berakhir pada Ibnul-Atsir. Dalam menyusun buku, dia berpedoman pada kitab Gharibul-Qur’an wal-Hadits karya Al-Harawi dan kitab Al- Mughits fii Ghariibil-Qur’an wal- Hadits karya Abu Musa Muhammad bin Abi Bakar Al- Madini.

Dan belum diketahui ada orang yang melakukan upaya penyusunan gharibul-hadits setelah ibnul-Atsir kecuali Ibnu Hajib (wafat 646 H). Setelah itu, upaya para ulama hanya sebatas pada memberi lampiran dan ikhtishar, atau meringkas terhadap kitan An-Nihayah.

Di antara ulama yang memberi lampiran pada kitab tersebut adalah Shafiyyuddin Mahmud bin Abi Bakar Al-Armawi (wafat 723 H). Dan diantara yang melakukan ikhtishar adalah : Syaikh Ali bin Husamuddin Al-Hindi, yang dikenal dengan nama Al-Muttaqi (wafat 975 H), ‘Isa bin Muhammad Ash- Shafawi (wafat 953 H) kira-kira mendekati setengah ukuran kitab, dan Jalaluddin As-Suyuthi (wafat 911 H) yang mukhtasharnya dinamakan Ad- Durrun-Natsir Talkhis Nihayah Ibnul-Atsir.

Pada mulanya kitab Ad-Durrun- Natsir dicetak sebagai hamisy atau catatan pinggir pada kitab An-Nihayah. Namun kemudian As- Suyuthi mempunyai inisiatif untuk memisahkan tambahan terhadap kitab tersebut, dan diberi nama At-Tadzyil a’laa Nihayah Al- Gharib.

Kitab Nihayah juga disusun dalam bentuk syair oleh Imaduddin Abul-Fida’ Isma’il bin Muhammad Al-Ba’labaki Al-Hanbali (wafat 785 H) dengan nama Al-Kifayah fii Nudhum An-Nihayah.

Ibnul-Atsir telah mengatur kitabnya An-Nihayah berdasarkan urutan huruf hijaiyyah, dan dicetak terakhir kalinya dengan diteliti dan diperiksa oleh Thahir Ahmad Az- Zawi danMahmud Muhammad Ath-Thanahi sebanyak lima jilid, dan diterbitkan oleh Pustaka Daar Ihya Al-Kutub Al-‘Arabiyyah, ‘Isa Al-Babi Al-Halabi dan rekannya di Mesir.

Ibnul-Atsir menyusun kitabnya An-Nihayah berpedoman pada kitab Al-Harawi dan Abu Musa Al- Madini, yaitu dengan memberi tanda atau rumus (ha’) jika mengambil dari kitab Al-Harawi, dan tanda atau rumus huruf (sin) jika mengambil dari kitab Abu Musa. Adapun selain dari kedua kitab tersebut dibiarkan tanpa tanda apapun, untuk membedakan mana yang dari kedua kitab tersebut dan mana yang dari kitab yang lain.
Reply

Use magic Report

Follow Us
Post time 22-5-2016 12:43 PM From the mobile phone | Show all posts
ILMU GHARIBIL-HADITS (1)

Gharibul-Hadits yang dimaksudkan dalam ilmu hadits ini adalah bertujuan menjelaskan satu hadits yang dalam matannya terdapat lafadh yang pelik dan susah dipahami, karena jarang dipakai. Sehingga keberadaan ilmu ini akan membantu dalam memahami hadits tersebut.

Sejak dimulainya pembukuan (secara sistematis) hadits pada akhir abad kedua dan awal abad ketiga, para ulama sudah menyusun buku-buku tentang gharibul-hadits. Orang yang pertama kali menyusun dalam masalahgharibul-hadits adalah Abu ‘Ubaidah Mu’ammar bin Al-Mutsanna At-Taimi (wafat tahun 210 H).

Buku-Buku yang Terkenal dalam Masalah Ini

1. Kitab Gharibul-Hadits, karya Abul-Hasan An-Nadlr bin Syumail Al-Mazini (wafat 203 H), salah satu guru Ishaq bin Rahawaih, guru Imam Bukhari.

2. Kitab Gharibul-Atsar, karya Muhammad bin Al-Mustanir (wafat 206 H).

3. Kitab Gharibul-Hadits, karya Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Salam (wafat 224 H).

4. Kitab Al-Musytabah minal-Hadits wal-Qur’an, karya Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah Ad-Dainuri (wafat 276 H).

5. Kitab Gharibul-Hadits, karya Qasim bin Tsabit bin Hazm Sirqisthi (wafat 302 H).

6. Kitab Gharibul-Hadits, karya Abu Bakar Muhammad bin Al-Qasim Al-Anbari (wafat 328 H).

7. Kitab Gharibul-Qur’an wal-Hadits, karya Abu ‘Ubaid Al-Harawi Ahmad bin Muhammad (wafat 401 H).

8. Kitab Smathuts-Tsurayya fii Ma’ani Ghariibil-Hadits, karya Abul-Qasim Isma’il bin Hasan bin At-Tazi Al-Baihaqi (wafat 402 H).

9. Kitab Majma’ Gharaaib fii Gharibil-Hadits, karya Abul-Hasan Abdul-Ghafir bin Isma’il bin Abdul-Ghafir Al-Farisi (wafat 529 H).

10. Kitab Al-Fa’iq fii Gharibil-Hadits, karya Abul-Qasim Jarullah Mahmud bin ‘Umar bin Muhammad Az-Zamakhsyari (wafat 538 H).

11. Kitab Al-Mughits fii Gharibil-Qur’an wal-Hadits, karya Abu Musa Muhammad bin Abi Bakar Al-Madini Al-Asfahani (wafat 581 H).

12. Kitab An-Nihayah fii Gharibil-Hadits wal-Atsar, karya Imam Majdudin Abu Sa’adat Al-Mubarak bin Muhammad Al-Jazari Ibnul-Atsir (wafat 606 H).
Reply

Use magic Report

Post time 22-5-2016 12:44 PM From the mobile phone | Show all posts
ILMU GHARIBIL-HADITS (2)

Upaya baik para ulama dalam pembukuan dan penjelasan gharibul-haditsini berakhir pada Ibnul-Atsir. Dalam menyusun buku, dia berpedoman pada kitab Gharibul-Qur’an wal-Hadits karya Al-Harawi dan kitab Al-Mughits fii Ghariibil-Qur’an wal-Hadits karya Abu Musa Muhammad bin Abi Bakar Al-Madini.

Dan belum diketahui ada orang yang melakukan upaya penyusunangharibul-hadits setelah ibnul-Atsir kecuali Ibnu Hajib (wafat 646 H). Setelah itu, upaya para ulama hanya sebatas pada memberi lampiran dan ikhtishar, atau meringkas terhadap kitan An-Nihayah.

Di antara ulama yang memberi lampiran pada kitab tersebut adalah Shafiyyuddin Mahmud bin Abi Bakar Al-Armawi (wafat 723 H). Dan diantara yang melakukan ikhtishar adalah : Syaikh Ali bin Husamuddin Al-Hindi, yang dikenal dengan nama Al-Muttaqi (wafat 975 H), ‘Isa bin Muhammad Ash-Shafawi (wafat 953 H) kira-kira mendekati setengah ukuran kitab, dan Jalaluddin As-Suyuthi (wafat 911 H) yang mukhtasharnya dinamakan Ad-Durrun-Natsir Talkhis Nihayah Ibnul-Atsir.

Pada mulanya kitab Ad-Durrun-Natsir dicetak sebagai hamisy atau catatan pinggir pada kitab An-Nihayah. Namun kemudian As-Suyuthi mempunyai inisiatif untuk memisahkan tambahan terhadap kitab tersebut, dan diberi nama At-Tadzyil a’laa Nihayah Al-Gharib.

Kitab Nihayah juga disusun dalam bentuk syair oleh Imaduddin Abul-Fida’ Isma’il bin Muhammad Al-Ba’labaki Al-Hanbali (wafat 785 H) dengan namaAl-Kifayah fii Nudhum An-Nihayah.

Ibnul-Atsir telah mengatur kitabnya An-Nihayah berdasarkan urutan huruf hijaiyyah, dan dicetak terakhir kalinya dengan diteliti dan diperiksa oleh Thahir Ahmad Az-Zawi danMahmud Muhammad Ath-Thanahi sebanyak lima jilid, dan diterbitkan oleh Pustaka Daar Ihya Al-Kutub Al-‘Arabiyyah, ‘Isa Al-Babi Al-Halabi dan rekannya di Mesir.

Ibnul-Atsir menyusun kitabnya An-Nihayah berpedoman pada kitab Al-Harawi dan Abu Musa Al-Madini, yaitu dengan memberi tanda atau rumus (ha’ ) jika mengambil dari kitab Al-Harawi, dan tanda atau rumus huruf (sin) jika mengambil dari kitab Abu Musa. Adapun selain dari kedua kitab tersebut dibiarkan tanpa tanda apapun, untuk membedakan mana yang dari kedua kitab tersebut dan mana yang dari kitab yang lain.
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 22-5-2016 12:46 PM From the mobile phone | Show all posts
Edited by alasala at 22-5-2016 12:51 PM

1. Pengertian Ilmu Gharib al-Hadits

Ilmu Gharib al-Hadits adalah ilmu pengetahuan untuk mengetahui lafadz-lafadz dalam matan hadits yang sulit dan sukar dipahami karena jarang sekali digunakannya.

2. Obyek ilmu Gharib al-Hadits

Obyek ilmu Gharib al-Hadits adalah kata-kata yang sulit dan sukar dipahami maksud dan tujuannya. Diantara fungsi dibentuknya ilmu ini adalah untuk meminimalisir seseorang yang menafsirkan hadits Nabi hanya berdasarkan dengan dugaan saja dan mentaklidi pendapat seseorang yang tidak kompeten dalam bidang ini.

Imam Ahmad pernah ditanya tentang suatu lafadz gharib yang terdapat dalam suatu hadits namun karena beliau merasa tidak mampu, beliau menjawab: ”Tanyalah kepada seseorang yang mempunyai keahlian dalam bidang gharib al-hadits, karena aku tidak suka memperbincangkan hadits Rasul hanya berdasarkan dugaan semata.”

3. Cara-cara menginterpretasikan keghariban hadits:

1). Dengan menggunakan sanad yang berbeda dengan sanad yang bermatan gharib tersebut.

2). Melalui penjelasan dari sahabat yang meriwayatkan hadits atau dari sahabat lain yang tidak meriwayatkannya.

3). Penjelasan dari perawi selain sahabat.

Contoh hadits yang diinterpretasikan dengan menggunakan sanad lain

1289 –                        :                                             (     ) .          .                 (    ) .   (   ) .       .        (    ) .          (      ) .      .  (     ) .            .        (              )   [1]

Artinya:”Nabi Muhammad SAW bersabda: Saya menyimpan sesuatu untukmu, apa itu? Sahut Ibnu Shoyyad:”asap”. Salah ! jawab Nabi. Kamu tidak akan lepas secepat perkiraanmu.”

Kata ”  ” dalam hadits tersebut adalah kata gharib. Menurut al-Jauhari kata

”  ” berarti asap (secara etimologi), namun menurut pendapat lain berarti tumbuh-tumbuhan, bahkan ada yang mengatakan juga berarti jima’.

Untuk mendapatkan interpretasi yang tepat, tentu dengan menggunakan sanad lain selain melalui jalur di atas. Disebutkan dalam pentakhrijan Abu Dawud an at-Turmudzi yang mendapat dari az-Zuhri, Salim dan Ibnu Umar menjelaskan keghariban kata tersebut. Ibnu Umar menyatakan yang artinya:” Suatu ketika Nabi menyembunyikan untuk Ibnu Shoyyad: Tunggulah sampai langit mendatangkan asapnya yang nyata”. Lalu Ibnu Shoyyad mendapatkan suatu  alat yang biasa dipakai tukang tenung untuk mencapai sesuatu dalam perantaraan setan-setan dan tanpa berpikir panjang lagi ia menjawab ”asap”.[2]Dengan melalui hadits Abu Dawud dan Tirmidzi tersebut maka kata ”  ” dapat diketahui artinya yaitu asap.

d. Promotor ilmu Gharib al-Hadits

1). Abu ’Ubaidah Ma’mar bin Mutsanna at-Taimy al-Bashry (W 210)

2). Abu al-Hasan an-Nadr bin Syamil al-Mazini (240)

e. Kitab-kitab Gharib al-Hadits

1). Gharib al-Hadits karya Ubaid al-Qasim bin Salam (157-224 H)

2). Al-Faiqu fi Gharib al-Hadits karya Abu al-Qasim jarullah Mahmud bin Umar az-Zamakhsyary ( 468-538 H)

3). An-Nihayah fi Gharib al-Hadits wal-Atsar karya Imam Majduddin Abi Sa’adat al-Mubarak bin Muhammad (544-606 H)

4). Abu Hafs Umar bin Muhammad bin Raja’i al-Ukhbury (380-458 H).[3]

[1]Shahih Bukhari, juz 1, hlm 454.

[2]                                                                                                       (      )                                          

Reply

Use magic Report

Post time 23-5-2016 10:45 PM From the mobile phone | Show all posts
( HR.MUSLIM No:5135 )
Hadis riwayat Usamah ra.: Bahwa Nabi saw. menaiki salah satu bangunan tinggi di Madinah, kemudian beliau bersabda: Apakah kalian melihat apa yang aku lihat? Sesungguhnya aku melihat tempat-tempat terjadinya fitnah di antara rumah-rumahmu bagaikan tempat turunnya air hujan.

( HR.MUSLIM No:5136 )
Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata: Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Akan terjadi fitnah di mana orang yang duduk (menghindar dari fitnah itu) lebih baik daripada yang berdiri dan orang yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan dan orang yang berjalan lebih baik daripada yang berlari (yang terlibat dalam fitnah). Orang yang mendekatinya akan dibinasakan. Barang siapa yang mendapatkan tempat berlindung darinya, hendaklah ia berlindung.
= status hadis ni apa ya?
Reply

Use magic Report

Post time 24-5-2016 08:42 AM | Show all posts
alasala replied at 22-5-2016 12:23 PM
Dibawa kehadapan utk dibincangkan (jika sudi)

Dia tak bagi tau dari mana dia copy tu yang tak boleh komen.
Reply

Use magic Report

Post time 24-5-2016 09:23 AM From the mobile phone | Show all posts
ibnur replied at 24-5-2016 08:42 AM
Dia tak bagi tau dari mana dia copy tu yang tak boleh komen.

patut la pun. hehehe.
Reply

Use magic Report

Post time 24-5-2016 09:28 AM From the mobile phone | Show all posts
ibnur replied at 24-5-2016 08:42 AM
Dia tak bagi tau dari mana dia copy tu yang tak boleh komen.

Lepas ni, saya nak check beberapa web utk dibaca. Kerana baru2 ini jumpa terlalu byk hadis palsu.

Nanti saya attach disini utk semakan bersama. Insya'allah.
Reply

Use magic Report

You have to log in before you can reply Login | Register

Points Rules

 

ADVERTISEMENT



 

ADVERTISEMENT


 


ADVERTISEMENT
Follow Us

ADVERTISEMENT


Mobile|Archiver|Mobile*default|About Us|CariDotMy

7-2-2025 06:49 PM GMT+8 , Processed in 0.068266 second(s), 26 queries , Gzip On, Redis On.

Powered by Discuz! X3.4

Copyright © 2001-2021, Tencent Cloud.

Quick Reply To Top Return to the list