View: 4833|Reply: 4
|
CERPEN: Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
[Copy link]
|
|
Aku berdiri di pinggir jalan yang masih dibasahi sisa hujan menjelang senja tadi. Jalanan sudah sepi, menyisakan kesepian yang menyenangkan ini. Angin malam yang dingin menyegarkan, membawaku ke tepi alam khayal.
Lampu jalan yang berwarna kuning memantul di genangan air yang masih ada sedikit. Seperti terakhir kali aku berjalan bersamamu.
Kita baru saja kembali dari menonton filem bersama. Kita sudah memutuskan untuk berjalan saja menikmati udara segar setelah hujan turun malam itu. Kau dan aku berjalan bersama, di keheningan malam setelah hujan yang menghajar tanpa henti sepanjang sore dan senja, membawa angin dingin. Membuatmu menggigil. Membuatku ingin memelukmu untuk memberikan kehangatan cinta. Itu cuma rasaku kerana kau sudah tercetak jauh dalam relung hatiku yang paling dalam.
Ini tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan.
Matamu tak pernah memberikan pijar cinta yang aku tunggu selama ini. Tapi kebersamaanku bersamamu, setiap detiknya adalah kebahagiaan bagiku. Betapa hati ini tak pernah berhenti mengucapkan cinta.
Kau mengingat seseorang.
Dan orang itu bukanlah aku.
Tapi aku tak peduli. Aku tak pernah peduli. Cukup melihatmu bahagia, itu adalah kebahagiaan bagiku.
“Apa yang kau lihat dariku?” Suaramu yang lirih lembut itu bagaikan mimpi yang menyelinap dalam bilik kenanganku.
“Aku melihat cinta.” Aku menatapmu. "Yang aku tahu bukan milikku"
“Kau serius?” Kau melirikku sambil tersenyum.
“Kau pernah melihat aku lebih serius dari ini?” Aku tersenyum. “Kau lihatlah mataku.”
Kita berhenti berjalan. Berdiri berhadapan. Betapa jauhnya jarak antara dua hati ini. Kita bertatapan. Matamu yang lembut menatapku.
“Apa yang kau lihat dariku,” aku menatapnya nakal.
Kau terdiam. Menatap mataku tak berkedip.
“Aku melihat cinta.” Dia berkata lembut. “Cinta yang sepenuhnya milikku.”
Aku tertawa, menahan pilu.
Kau tersenyum. Senyum yang tak pernah dapat aku mengerti.
“Aku akan menikahi orang lain.” Dia berpaling. “Jom, jalan lagi. Jalan bersamamu selalu menjadi saat-saat menyenangkan bagiku.”
Kita kembali berjalan. Menyusuri kesepian yang khas, setelah hujan turun.
“Berjalan bersamamu, selalu menjadi saat-saat membahagiakan bagiku.”
“Hahaaa.. kau tak pernah menyerah yaa..” Dia terkekeh geli. “Itu yang aku suka darimu. Tak pernah menyerah berusaha mendapatkanku.”
“Hahaha…” Aku terkekeh-kekeh.
Kita tertawa mengakak berdua. Untung juga jalanan sudah sepi. Di kiri adalah lapangan yang sudah sepi. Di kanan adalah tanah luas dengan taman kota yang juga sudah sepi.
Di dunia ini hanya ada kau dan aku.
“Sampai bila kau akan berhenti menggangguku seperti ini?” kau menatapku lagi. “Tak bolehkah cintamu kau alihkan pada lelaki lain?”
Aku terdiam.
“Aku tak boleh berhenti mengganggumu. Aku tak boleh mencintai lelaki lain.”
Angin malam tiba-tiba datang menyergap. Kulihat tubuhnya sedikit menggigil kedinginan. Kali ini kami diam lagi. Jalanan ini sudah mulai mendekati hujungnya.
“Bintang….” Kau berhenti berjalan.
“Ya….” Aku pun berhenti.
“Aku akan meninggalkan kota ini esok.” Kau menatap mataku. “Kalau ada waktu, kaudatanglah.”
“Aku tak akan datang.” Aku menarik nafas panjang. “Tapi aku turut berbahagia untukmu. Kau sudah memilih wanita terbaik dalam hidupmu.”
“Kau tak kecewa?”
Aku terdiam lagi. “Kau lihatlah mataku." Aku berkata perlahan. “adakah kekecewaan yang kau lihat di sana?”
Kau menatapku lagi. Mencari-cari kebenaran yang sudah sangat jelas ini.
“Tidak.” Kau mendesah. Lirih.
“Lantas…apa yang kau lihat?”
“Cinta yang sepenuhnya untukku.” Kau masih memandangku.
Aku masih berdiri tak bergerak. Rasanya dapat kurasakan cinta ini…yang bukan cuma satu arah saja.
“Aku mencintai orang lain,” kau berkata setelah nafasmu reda.
“Kenapa kau bernikah dengannya?” aku bertanya tak berdaya.
“Kerana aku mencintainya. Kau kan sudah tahu jawapannya.” Kau tersenyum.
Aku termangu-mangu. Rasa hampa dalam hati ini, rasanya sudah menjadi teman akrabku sejak aku jatuh cinta kepadamu.
“Esok aku akan berangkat, kembali ke tanah air." Dia berjalan lagi. “Dia sudah menungguku di sana.”
“Minggu depan kau bernikah ya…”
Kau mengangguk saja tanpa suara.
Kita berjalan hingga ke hujung jalan besar yang dilewati kenderaan. Kita masih terdiam, ketika sebuah teksi datang dan berhenti ketika aku panggil.
“Kau…” suaraku bergetar. “Selamat bernikah ya.... aku tak menghantarmu esok.”
“Terima kasih.” Kau menatapku lagi. “Anak perempuan pertamaku akan kuberi nama seperti namamu.”
Kau memandang tepat pada matamu. Lantas berpaling dan masuk ke dalam teksi tanpa berpaling lagi. Pintu ditutup, dan teksi bergerak membawamu.
Itu terakhir kali kita bertemu. Tiga tahun lalu.
Kini aku masih menyusuri jalanan ini, selepas hujan turun sepanjang sore dan senja tadi.
Rasanya dapat kulihat pantulan bayangan dirimu dari genangan air di bawah cahaya lampu jalan yang kuning.
Aku tak tahu lagi, apakah anak perempuan pertamanya menyandang namaku. Tapi aku tahu, ini tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan. Tentang cinta tanpa akhir ketika senja turun setelah hujan .
Aku melangkah perlahan, menyusuri jalan yang sepi dan dingin. |
|
|
|
|
|
|
|
mungkin ini memang jalan takdirku mencintai tanpa dicintai...
|
|
|
|
|
|
|
|
Salam bintang.... dah ada cerpen baru ....best dah lama x baca cerpen2 bintang.. |
|
|
|
|
|
|
|
awanjingga posted on 29-10-2012 03:15 PM
mungkin ini memang jalan takdirku mencintai tanpa dicintai...
Cuba merasai diri tidak dicintai... heheheee...
Salam aidil adha awanjingga
|
|
|
|
|
|
|
|
qimi08 posted on 30-10-2012 03:38 PM
Salam bintang.... dah ada cerpen baru ....best dah lama x baca cerpen2 bintang..
Salam kak qimi... hujan tetiba bernuansa perih
|
|
|
|
|
|
|
| |
Category: Belia & Informasi
|