CariDotMy

 Forgot password?
 Register

ADVERTISEMENT

View: 10251|Reply: 7

HUKUM MEMAKAI PURDAH DALAM PANADANGAN 4 MAZHAB

[Copy link]
Post time 24-9-2014 11:29 AM | Show all posts |Read mode
Hukum Memakai Purdah Dalam Pandangan 4 Mazhab



Hukum Memakai Cadar (Niqab/Purdah) dalam Pandangan 4 Madzhab


Wanita bercadar seringkali diidentikkan dengan orang arab atau timur-tengah. Padahal memakai cadar atau menutup wajah bagi wanita adalah ajaran Islam yang didasari dalil-dalil Al Qur’an, hadits-hadits shahih serta penerapan para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para ulama yang mengikuti mereka. Sehingga tidak benar anggapan bahwa hal tersebut merupakan sekedar budaya timur-tengah.
Berikut ini sengaja kami bawakan pendapat-pendapat para ulama madzhab, tanpa menyebutkan pendalilan mereka, untuk membuktikan bahwa pembahasan ini tertera dan dibahas secara gamblang dalam kitab-kitab fiqih 4 madzhab. Lebih lagi, ulama 4 madzhab semuanya menganjurkan wanita muslimah untuk memakai cadar, bahkan sebagiannya sampai kepada anjuran wajib. Beberapa penukilan yang disebutkan di sini hanya secuil saja, karena masih banyak lagi penjelasan-penjelasan serupa dari para ulama madzhab.





Madzhab Hanafi
Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
* Asy Syaranbalali berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab kami“ (Matan Nuurul Iidhah)
* Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على الأشبه ، وإنما يؤديإلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة
“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki” (Ad Durr Al Muntaqa, 81)
* Al Allamah Al Hashkafi berkata:
والمرأة كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل يندب
“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189)
* Al Allamah Ibnu Abidin berkata:
تُمنَعُ من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها بشهوة
“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)
* Al Allamah Ibnu Najiim berkata:
قال مشايخنا : تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة
“Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)
Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan zaman kita sekarang?
Madzhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
* Az Zarqaani berkata:
وعورة الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتها . وأما الوجه والكفانظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا عذر من شهادة أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ،كنظر لأمرد ، كما للفاكهاني والقلشاني
“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)
* Ibnul Arabi berkata:
والمرأة كلها عورة ، بدنها ، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة عليها ، أو داء يكونببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها
“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan)” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579)
* Al Qurthubi berkata:
قال ابن خُويز منداد ــ وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من وجهها وكفيها الفتنة ،فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف وجهها وكفيها
“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229)
* Al Hathab berkata:
واعلم أنه إن خُشي من المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد الوهاب ، ونقله عنه الشيخ أحمدزرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح
“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih tepat” (Mawahib Jaliil, 499)
* Al Allamah Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:
وهو الذي لابن مرزوق في اغتنام الفرصة قائلًا : إنه مشهور المذهب ، ونقل الحطاب أيضًا الوجوب عن القاضي عبدالوهاب ، أو لا يجب عليها ذلك ، وإنما على الرجل غض بصره ، وهو مقتضى نقل مَوَّاق عن عياض . وفصَّل الشيخزروق في شرح الوغليسية بين الجميلة فيجب عليها ، وغيرها فيُستحب
“Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah, ia berkata: ‘Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki’. Al Hathab juga menukil perkataan Al Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutkan pendapat bahwa hukumnya tidak wajib namun laki-laki wajib menundukkan pandangannya. Pendapat ini dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak cantik maka sunnah” (Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176)





Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


 Author| Post time 24-9-2014 11:29 AM | Show all posts
Madzhab Syafi’i
Pendapat madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamadmadzhab Syafi’i.
* Asy Syarwani berkata:
إن لها ثلاث عورات : عورة في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين . وعورة بالنسبة لنظرالأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـأي ما بين السرة والركبة ـ
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)
* Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:
غير وجه وكفين : وهذه عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال المحارم ، فمابين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن
“Maksud perkataan An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj, 411)
* Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
وجميع بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها
“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan” (Fathul Qaarib, 19)
* Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:
فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوفالفتنة غالبًا
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)
* Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:
ويُكره أن يصلي في ثوب فيه صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب لا يحترزون عنالنظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها رفع النقاب
“Makruh hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali jika di masjid kondisinya sulit terjaga dari pandnagan lelaki ajnabi. Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab (cadar)” (Kifaayatul Akhyaar, 181)


Madzhab Hambali
* Imam Ahmad bin Hambal berkata:
كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)
* Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata:
« وكل الحرة البالغة عورة حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في الصلاة . وأماخارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة إلى مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة
“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha” (Raudhul Murbi’, 140)
* Ibnu Muflih berkata:
« قال أحمد : ولا تبدي زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت فلا تبين شيئًا ، ولا خُفَّها، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها زرًا عند يدها
“Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat‘. Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf(semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’” (Al Furu’, 601-602)
* Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’ , ia berkata:
« وهما » أي : الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصلاة « باعتبار النظر كبقية بدنها»
“’Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa’, 309)
* Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
القول الراجح في هذه المسألة وجوب ستر الوجه عن الرجال الأجانب
“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup wajah dari pada lelaki ajnabi” (Fatawa Nurun ‘Alad Darb, http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4913.shtml)




Reply

Use magic Report

 Author| Post time 24-9-2014 11:30 AM | Show all posts
Cadar Adalah Budaya Islam
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah sekedar budaya timur-tengah, namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para ulama Islam sebagai pewaris para Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh umat Islam, bukan kepada masyarakat timur-tengah saja. Jika memang budaya Islam ini sudah dianggap sebagai budaya lokal oleh masyarakat timur-tengah, maka tentu ini adalah perkara yang baik. Karena memang demikian sepatutnya, seorang muslim berbudaya Islam.
Diantara bukti lain bahwa cadar (dan juga jilbab) adalah budaya Islam :
1.     Sebelum turun ayat yang memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya masyarakat arab Jahiliyah adalah menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah, berpakaian seronok atau disebut dengantabarruj. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
Hendaknya kalian (wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian ber-tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu” (QS. Al Ahzab: 33)
Sedangkan, yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu’alihi Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya buruk ini dengan memerintahkan para wanita untuk berhijab. Ini membuktikan bahwa hijab atau jilbab adalah budaya yang berasal dari Islam.
2.     Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat mereka.  ‘AisyahRadhiallahu’anha berkata:
مَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ ( وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ ) أَخَذْنَ أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
“(Wanita-wanita Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Al Ahzab An Nuur: 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung dengannya.” (HR. Bukhari 4759)
Menunjukkan bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat tersebut.
Singkat kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita. Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah. Tidak ada diantara mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi wanita muslimah arab atau timur-tengah saja. Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-ikutan budaya negeri arab.

Penukilan pendapat-pendapat para ulama di atas merupakan kesungguhan dari akhi Ahmad Syabib dalam forum Fursanul Haq (http://www.forsanelhaq.com/showthread.php?t=83503)
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel www.muslim.or.i

p/s: buat sesiapa yang teringin nak pakai purdah, I say, Alhamdulillah, just go for it..walaupun cabaran menanti dari sudut pandangan masyarakat, cara kita nak bawa diri dan biasakan memakai purdah dll, yakinlah Allah bersama orang yang sabar dan yang melakukan sesuatu kerana Allah..InsyaAllah..

Mungkin info di  http://sayangislam.com/2011/04/13/aku-mahu-pakai-purdah/


Reply

Use magic Report

 Author| Post time 24-9-2014 11:34 AM | Show all posts
Hukum memakai purdah bagi Muslimah




Di dalam Bahasa Arab, purdah disebut sebagai niqab. Menurut Kamus Besar Arab-Melayu Dewan, purdah bermaksud kain penutup muka perempuan. Secara lazimnya, kain tersebut digunakan menutup sebahagian besar kawasan muka sesesorang perempuan itu melainkan matanya sahaja.Memakai purdah ini sebenarnya untuk menutup muka,dan disitu terdapat khilaf dikalangan para ulama' yang berselisihan pendapat dalam kefahaman tentang wajah perempuan itu adalah aurat ataupun tidak dan wajibkah perempuan memakai purdah?.

Sesungguhnya pemakaian purdah oleh para wanita Islam merupakan masalah khilafiyah iaitu sesuatu perkara yang menjadi perselisihan pendapat dan pertikaian di kalangan para ulama. Ulama berselisih pendapat tentang masalah ini sejak dahulu lagi dan perselisihan ini berterusan sehingga sekarang. Punca berlakunya perselisihan adalah kerana dalil-dalil yang berkaitan dengan masalah purdah ini tidak terdapat dalil-dalil yang putus dan jelas. Jadi para ulama menyatakan pendirian mereka berdasarkan pemahaman dan ijtihad masing-masing di dalam memahami nas-nas yang dikemukakan itu. Maka berlakulah di sana khilaf (perbezaan pendapat) di kalangan para ulama di dalam menetapkan hukum memakai purdah terhadap wanita Islam.

Di zaman ini, di kalangan ulama yang kuat menegaskan wajah wanita adalah `aurat antaranya al-Syeikh Ibn Baz r.h.dalam fatwa-fatwanya yang banyak, juga Dr. Sa`id Ramadhan al-Buthi dalam buku kecilnya
“إلى كل فتاة تؤمن بالله” dan sebelum itu `Abu al-`Ala al-Maududi r.h dalam bukunya al-Hijab.
Sementara yang menyatakan wajah wanita bukan `aurat adalah majoriti ulama semasa, antaranya Dr. Yusuf al-Qaradawi dalam bukunya “النقاب للمرأة المسلمة، بين القول ببدعيته، والقول بوجوبه” Al-Syeikh Nasir al-Din al-Albani r.h. dalam “جلباب المرأة السلمة في الكتاب والسنة dan selepas itu sebagai jawapan dan tambahan kepada kitab tersebut beliau menulis الرد المفحم. Demikian juga Muhammad al-Ghazali dalam banyak tempat dalam buku-bukunya.
Alasan-alasan yang dibawa oleh jumhur ulama yang menyatakan wajah wanita muslimah bukannya `aurat adalah jelas dan nyata. Antaranya:

Firman Allah dalam Surah al-Nur ayat 31

وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ



Maksudnya: “Dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan (tubuh) mereka kecuali yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya dengan tudung kepala mereka”.
Berpandukan ayat ini pihak jumhur berhujah dengan dua perkara:
Pertama: Jumhur menafsirkan maksud: ِإلاّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا (maksudnya: kecuali yang zahir daripadanya) ialah wajah dan tapak tangan. Ini sama seperti yang ditafsirkan oleh Ibn `Abbas, Umm al-Mukminin`Aisyah, `Abdullah bin `Umar, Anas bin Malik, Abu Hurairah, al-Miswar bin Makhramah dan lain-lain. Sesiapa yang inginkan pendetilan mereka boleh melihat kitab-kitab tafsir, hadith dan fiqh ketika para `ulama menghuraikan ayat ini. Al-Syeikh al-Albani r.h. mendetilkan penbincangan ayat tersebut dalam kitabnya الرد المفحم membukti bahawa muka dan tapak tangan bukannya aurat bagi wanita muslimah dan beliau menyenaraikan riwayat para sahabah yang memegang pendapat ini.
Kedua: ayat di atas menyatakan:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ (maksudnya) “dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya dengan tudung kepala mereka”.
Allah hanya memerintahkan agar ditutupجيوب iaitu jamak kepada جيب ataupun kita terjemahkan sebagai bahagian dada yang terdedah disebabkan belahan leher baju. Ini bermaksud wanita diperintahkan agar tudung kepala mereka dilabuhkan sehingga menutup bahagian dada yang terdedah kerana belahan leher baju. Ayat ini tidak langsung menyebut agar mereka menutup wajah mereka. Kalaulah wajah itu adalah `aurat, maka sudah pasti ayat ini akan turut memerintahkan agar mereka menutupnya juga.
Oleh itu al-Imam Ibn Hazm al-Andalusi menyebut dalam al-Muhalla: “Ayat adalah dalil bahawa diharuskan membuka wajah, tidak mungkin sama sekali difahami selain dari itu”

Berdasarkan dalil al-Quran al-Karim dari surah al-Nur ayat 31 yang saya kemukakan di atas, sebilangan ulama berpendapat muka dan kedua-dua tangan adalah aurat iaitu dengan maksud mudahnya setiap perempuan Islam mesti memakai purdah. Sebilangan ulama lagi berpendapat muka dan kedua-dua tangan bukan dikategorikan sebagai aurat dan memakai purdah bukanlah suatu yang wajib. Di sini saya bentangkan pandangan mazhab yang menyatakan muka dan tapak angan wanita itu aurat ataupun tidak dan secara ringkas berkenaan aurat perempuan di hadapan bukan mahram bagi memudahkan kita memahami isu ini dengan sempurna.

Jumhur Ulama:Tidak wajib purdah dan mengharuskan pendedahan muka dan kedua-dua tangan di hadapan lelaki asing yang bukan mahram sekiranya aman dari fitnah.

Mazhab Hanafi:Tidak harus lelaki melihat perempuan asing dan merdeka melainkan muka dan kedua-dua tangan sekiranya tidak dibimbangi mendatangkan syahwat. Adapun kedua-dua kaki juga bukan aurat.

Mazhab Maliki:Aurat perempuan merdeka ketika bersama lelaki asing ialah seluruh badan kecuali muka dan kedua-dua tapak tangan sekiranya tidak menimbulkan syahwat.

Mazhab Shafie:Aurat perempuan yang merdeka adalah seluruh badannya melainkan muka dan kedua-dua tapak tangan sekiranya tidak menimbulkan fitnah. Pendapat lain mengatakan seluruh tubuh perempuan adalah aurat termasuk muka dan kedua-dua tangan.

Mazhab Hanbali:Seluruh tubuh perempuan Islam adalah aurat. Pendapat lain mengatakan aurat perempuan di hadapan lelaki asing adalah suluruh tubuh kecuali muka dan kedua-dua tangan sekiranya tidak menimbulkan fitnah.

Kesimpulannya pendapat jumhur ulama yang mengatakan aurat perempuan Islam adalah seluruh tubuh badannya kecuali muka dan kedua-dua tangan selagimana tidak membawa kepada syahwat dan fitnah adalah lebih bertepatan berdasarkan dalil-dalil yang dikemukakan. Pendapat ini ditarjih oleh Syeikh Prof. Dr. Yusof al-Qaradhawi sepertimana yang telah dinyatakan di dalam kitabnya bertajuk al-Niqab Limaraah dengan mengatakan juga memakai purdah tidak diwajibkan.

Disini saya sertakan fatwa yang telah dikeluarkan oleh Darul Ifta' mesir oleh Dr Ali jum'ah  Muhammad tentang,adakah hukum memakai purdah itu wajib bagi wanita? kerana ada sebahagian ulama' yang mewajibkannya dengan berpegang pada hadis Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahawa dia menutup wajahnya ketika sedang melakukan haji dan berpapasan (lalu) dengan rombongan orang asing, sampai rombongan tersebut menjauh.



Reply

Use magic Report

 Author| Post time 24-9-2014 11:34 AM | Show all posts
Jawapan:
Mufti Agung Prof. Dr. Ali Jum’ah Muhammad:

Pakaian islamik yang diwajibkan ke atas perempuan muslimah adalah semua pakaian yang tidak membentuk lekuk badan (tidak ketat), tidak  jarang, serta menutupi seluruh tubuh, kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Tidak ada larangan baginya untuk memakai pakaian yang berwarna dengan syarat tidak menjolok mata, menarik perhatian atau memikat lawan jenis. Bila syarat-syarat ini dapat terealisasi pada suatu jenis pakaian tertentu, maka seorang muslimah boleh memakainya dan menggunakannya untuk berpergian (keluar rumah).
Adapun hukum memakai purdah yang menutup wajah bagi perempuan dan sarung tangan yang menutup kedua telapak tangannya, maka menurut jumhur (majoriti) ulama adalah tidak wajib. Sehingga, seorang muslimah boleh membiarkan wajah dan kedua telapak tangannya terbuka. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT;
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (An-Nûr: 31).
Jumhur ulama dari kalangan sahabat dan para ulama setelah mereka menafsirkan“perhiasan yang biasa nampak” dalam ayat di atas dengan wajah dan telapak tangan. Penafsiran ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Anas dan Aisyah radhiyallahu ‘anhum.
Jumhur ulama juga berpegang pada ayat:
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain tudung (khumur) ke dadanya (juyûb).” (Al-Ahzab: 59).
Al-Khimar adalah penutup kepala atau tudung. Sedangkan al-jaib adalah bahagian pakaian yang terbuka di atas dada. Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan seorang muslimah untuk menutup dadanya dengan tudung. Seandainya menutup wajah merupakan suatu kewajiban, nescaya ayat tersebut juga akan menjelaskannya secara jelas.
Sedangkan dalil dari Sunnah adalah hadis yang diriwayatkan Aisyah R.A, bahawa Asma’  binti Abu Bakar mengunjungi Rasulullah SAW dengan mengenakan pakaian yang tipis. Rasulullah SAW pun berpaling darinya seraya bersabda;
يَا أَسْمَاءُ، إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيْضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا

“Wahai Asma’ , seorang perempuan jika telah mencapai masa haid, tidak boleh ada yang terlihat darinya selain ini dan ini.” Baginda mengatakan demikian sambil menunjuk wajah dan telapak tangannya. (HR. Abu Dawud).
Dan masih banyak dalil lain yang secara tegas menjelaskan tidak wajibnya menutup wajah dan kedua telapak tangan.
Di lain pihak, ada sebahagian ulama yang berpendapat bahawa seorang muslimah wajib menutup wajahnya. Mereka berpegang pada hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Aisyah r.a., bahawa dia berkata:
“Rombongan-rombongan haji melintasi kami yang sedang dalam keadaan ihram bersama Rasulullah SAW. Jika salah satu rombongan itu sejajar dengan kami, maka setiap orang dari kami akan menurunkan jilbabnya dari arah kepalanya untuk menutupi wajahnya. Bila mereka telah menjauh dari kami, maka kami membuka wajah kami kembali.”

Hadis ini tidaklah menunjukkan kewajipan menutup wajah bagi perempuan, kerana perbuatan sahabat sama sekali tidak menunjukkan suatu kewajipan. Hadis ini juga tidak menutup kemungkinan dikhususkan untuk para Ummul Mukminin (para isteri Rasulullah SAW), sebagaimana kekhususan larangan menikahi mereka setelah Rasulullah SAW wafat. Di samping itu, sebagaimana diketahui dalam ilmu Usul Fiqh, bahawa peristiwa-peristiwa peribadi yang mempunyai hukum khusus untuknya, jika mengandungi kemungkinan-kemungkinan hukum yang berbeza, maka ia mengandungi makna global (ijmal), sehingga tidak boleh digunakan sebagai dalil;
(inna waqai’ al-ahwal idza tatharraqa ilaiha al-ihtimal, kasaha tsaub al-ijmal, fa saqatha biha al-istidlal).
أن وقائع الأحوال ، إذا تَطَرَّقَ إليها الاحتمال ، كَسَاها ثَوْبَ الإجمال ، فَسَقط بها الاستدلال

Imam Bukhari, dalam kitab Shahih-nya, meriwayatkan dari Ibnu Umar R.A, bahawa Rasulullah SAW bersabda;
لاَ تَنْتَقِبُ الْمَرْأَةُ اْلمُحْرِمَةُ وَلاَ تَلْبَسُ الْقَفَّازَيْنِ

“Seorang perempuan yang sedang melakukan ihram tidak boleh memakai purdah dan sarung tangan.”
Hadis ini menunjukkan bahawa wajah dan kedua telapak tangan wanita merdeka bukanlah aurat. Bagaimana mungkin keduanya adalah aurat, padahal para ulama telah sepakat atas kewajipan membukanya ketika sedang melakukan solat dan berihram. Kerana sebagaimana yang diketahui, syariat tidak mungkin membolehkan membuka suatu aurat ketika solat, lalu mewajibkan untuk menutupnya ketika berihram. Hal-hal yang dilarang dalam ihram pada asalnya adalah hal-hal yang dibolehkan, misalnya memakai pakaian berjahit, minyak wangi, berburu dan lain-lain. Tidak satu pun dari hal-hal yang dilarang itu awalnya adalah wajib lalu diharamkan kerana ihram.
Kesimpulannya, menutup wajah dan telapak tangan bagi seorang wanita muslimah hukumnya tidaklah wajib, melainkan hanya termasuk dalam wilayah kemampuan. Sehingga jika dia menutup wajah dan kedua telapak tangannya, maka hukumnya dibolehkan. Dan bila dia hanya mengenakan pakaian muslimah sahaja, tanpa menutup wajah dan telapak tangannya, maka dia telah melakukan kewajipan menutup aurat yang telah dipertanggungjawabkan ke atasnya.
wallahua'lam......
------------------------------------------------------------------------------------------------------

Firman Allah dalam Surah al-Ahzab, ayat 52

  لا يَحِلُّ لَكَ النِّسَاءُ مِنْ بَعْدُ وَلا أَنْ تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ أَزْوَاجٍ وَلَوْ أَعْجَبَكَ حُسْنُهُنَّ

(maksudnya) “Tidak halal bagimu berkahwin dengan perempuan-perempuan yang lain sesudah (isteri-isterimu yang ada) itu, dan engkau juga tidak boleh menggantikan mereka dengan isteri-isteri yang baru sekalipun kecantikan mereka mengkagumkanmu, kecuali hamba-hamba perempuan yang engkau miliki. Dan (ingatlah) Allah sentiasa Mengawasi tiap-tiap sesuatu”.
Ayat ini ditujukan kepada Nabi s.a.w.. Daripada ayat ini jelas bahawa para muslimat ketika zaman baginda s.a.w. tidak menutup wajah mereka, jika tidak bagaimana mungkin kecantikan mereka boleh menarik perhatian baginda. Ini tidak mungkin melainkan wajah mereka terbuka dan dapat dilihat.

Jelaslah disini bahawa memakai purdah bukanlah satu perkara yang mesti dibuat oleh kesemua wanita kerana disana terdapat khilaf-khilaf ulama' yang membincangkan tentang aurat wanita itu bukannya mengharamkan purdah mengikut 'uruf dan keadaan wanita itu sendiri,tetapi pada pandangan saya sendiri pakai ataupun tidak,semua itu adalah elok asalkan dapat menjaga aurat yang wajib mereka tutup mengikut kehendak islam kerana memakai purdah pun adalah satu yang indah bagi seorang wanita dalam memelihara dan menjaga maruah sebagai seorang muslimah,dan sekiranya seseorang muslimah itu hendak memakai purdah,hendaklah memastikan,memakai purdah itu adalah kerana Allah bukannya kerana orang lain kerana pemakaian purdah sebenarnya bertujuan untuk menutup pintu fitnah,

Pilihan untuk memakai purdah adalah ditangan anda sendiri sebagai muslimah bukannya kerana ingin dipandang oleh orang lain tetapi kerana ketulusan dan keikhlasan hati dalam mencari redha Allah mengikut waqi' dan 'uruf diempat masing-masing dalam menjaga maruah sebagai seorang muslimah yang sejati..

ALLAH LEBIH MENGETAHUI SEGALA-GALANYA...
wallahua'lam.......
Last edited by uniq61 on 24-9-2014 11:35 AM

Reply

Use magic Report

 Author| Post time 24-9-2014 11:41 AM | Show all posts
HUKUM MEMAKAI PURDAH DAN KEADAAN SI PEMAKAI???
DI bawah ni saya paparkn pendapat2 mereka yang ariff:-



d) Dalam hadith yang lain yang diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim dan lain-lain:
عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللَّه عَنْهممَا قَالَ كَانَ الْفَضْلُ رَدِيفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَتِ امْرَأَةٌ مِنْ خَشْعَمَ فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ وَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ الْآخَرِ
Daripada Ibn `Abbas r.a., katanya Al-Fadhal (bin `Abbas) pernah menjadi radif Rasulullah s.a.w. (menaiki unta yang sama di belakang Rasulullah). Datang seorang wanita dari khasy`am. Lalu al-Fadhal memandangnya dan dia pun memandang al-Fadhal. Maka Nabi pun memusingkan wajah al-Fadhal ke arah lain.
Dalam riwayat al-Nasai dinyatakan:
فَأَخَذَ الْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ يَلْتَفِتُ إِلَيْهَا وَكَانَتِ امْرَأَةً حَسْنَاءَ وَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْفَضْلَ فَحَوَّلَ وَجْهَهُ مِنَ الشِّقِّ الْآخَرِ
Lantas al-Fadhal bin `Abbas memandangnya. Dia adalah seorang perempuan yang cantik Maka Nabi pun memusingkan wajah al-Fadhal ke arah lain.
Antara ulama' yang bersependapat muka dan tangan bukan aurat dan tidak wajib menutupnya adalah Dr, Yusuf Qhardawi, Syeikh Nasirudin Al Bani, kebanyakan ulama di Universiti Al Azhar dan ulama' kebanyakan tempat.

Ulama Arab saudi dan sebahagian negara teluk tidak sependapat dengan pendapat di atas (wajib menutup muka) antaranya Syeikh Abd Aziz b Baaz. Juga ulama dari Pakistan yang terkenal, Ustaz Abu Al A'la Al Maududi serta Prof Dr, Muhamad Said Ramadhan Al Buuti.

Riwayat-riwayat ini menunjukkan wanita pada zaman Nabi s.a.w tidak menutup wajah mereka. Sementara Nabi s.a.w pula hanya memusingkan wajah al-Fadhal tanpa menyuruh wanita berkenaan menutup wajah. Sekalipun dia sangat cantik. Ini menunjukkan pendapat yang menyatakan wanita yang berwajah cantik wajib menutup muka juga adalah tidak kukuh. Jika dibaca kesuluruhan hadith kita kan tahu, peristiwa itu berlaku pada haji wada’. Sedangkan ayat hijab dalam al-Quran turun sebelum itu lagi, iaitu pada tahun 5 hijrah. Maka dakwaan yang menyatakan perintah menutup wajah datang selepas itu, adalah tidak tepat.
Inilah sebahagian daripada dalil-dalil yang banyak yang dikemukakan oleh jumhur `ulama bagi membuktikan wajah wanita bukan `aurat. Berpegang kepada pendapat jumhur dalam ini adalah lebih jelas dari segi nas atau dalilnya, juga lebih memudah seseorang muslimah di dalam alam semasa yang ada. Islam itu mudah dan praktikal seperti yang ternyata pada nas-nas al-Quran dan al-Sunnah.
Allah Lebih Mengetahui
Dr. Mohd Asri Zainul Abidin



Reply

Use magic Report

Follow Us
Post time 25-9-2014 01:07 AM | Show all posts
Cantiknyer mata yang terbuka luas kat atas nun,hehe
Mata jendela jiwa
Reply

Use magic Report

 Author| Post time 25-9-2014 10:15 AM | Show all posts
DARI MANA DATANGNYA CINTA?
DARI MATA TURUN KE HATI..
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


You have to log in before you can reply Login | Register

Points Rules

 

ADVERTISEMENT


Forum Hot Topic

 

ADVERTISEMENT


 


ADVERTISEMENT
Follow Us

ADVERTISEMENT


Mobile|Archiver|Mobile*default|About Us|CariDotMy

8-2-2025 05:19 AM GMT+8 , Processed in 0.041838 second(s), 20 queries , Gzip On, Redis On.

Powered by Discuz! X3.4

Copyright © 2001-2021, Tencent Cloud.

Quick Reply To Top Return to the list