jf_pratama Publish time 23-12-2007 12:11 PM

Gigi guitarist pays tribute to his 'girlfriends'
Sri Ramadhani, The Jakarta Post, Jakarta

http://www.thejakartapost.com/caption/P24B.jpg

Jazz-pop guitarist I Dewa Gede Budjana launched on Dec. 7 at Gedung Kesenian in Jakarta his book titled Gitarku: Hidupku, Kekasihku (My Guitar: My Life, My Girlfriend).

The 44-year-old played a selection of his solo works at the event, swapping instruments -- the drums, guitar, suling (traditional flute) gendang (traditional drum), bass, keyboard and piano -- to produce a colorful variety of sounds.

At one stage, Budjana accompanied a recording of his grandmother's voice, performing against a vibrant backdrop of images of Bali.

"Through this book, I wanted to share with others my experiences. Hopefully it can serve as an inspiration for local musicians," said Budjana, who was formerly a member of bands Spirit (1989-1992) and Java Jazz (1993-1994).

"My idea (for the book) came from the questions people posted on my website, dewabudjana.com. People often ask me for tech advice -- how to make their own tabs of guitar chords or the types of amplifiers I use in my shows. That type of thing.

"I wasn't interested in writing my life story but in helping people make music," Budjana said.

Gitarku: Hidupku, Kekasihku, which he wrote with Rosi Simamora, is published by PT Granmedia.

The first page of the book contains a photograph of a page from the diary of Budjana's Balinese father, I Dewa Nyoman Astawa. The diary entry records the birth of Budjana. In old fashioned writing, Astawa has noted down the baby's weight (3.18 kilograms) and the nurse who assisted with the delivery.

Born in Waikabukak, West Sumba, on Aug. 30, 1963, Budjana rose to fame as the guitarist of pop-rock group GIGI, which was formed in 1994. The band has released 16 albums in total and is still going strong.

"From the beginning, we were serious about music. I think all the members of GIGI have displayed hard work, patience and perseverance," Budjana said. "This is also an open-minded band."

Budjana always has time for his friends, including the four other members of GIGI. On the night of the book launch, Budjana asked them to join him on the stage.

One of his best friends is Indra Lesmana, the son of legendary jazz musician Jack Lesmana. The two wrote a soundtrack together, which they performed that night.

In Gitarku: Hidupku, Kekasihku, Budjana writes about the making of the GIGI album, 2 x 2, in 1997. He said he suffered many sleepless nights writing the melodies of Cry Baby and Mereka.

His fourth solo album, Home (2005) -- which he made with the assistance of Peter Erskine from legendary jazz-fusion group Weather Report -- is a response to the shock of the 2005 tsunami.

Besides Home, Budjana has released solo albums Samsara (2003), Gitarku (2000) and Nusa Damai (1997), and religious music albums Nyanyian Dharma (1998) and Nyanyian Dharma 2 (2006) .

Budjana married Putu Borrawati in Klungkung, Bali, in 2003. His book is dedicated to his 3-year-old son, Mahavishnu Devananda, and wife, who is three months pregnant.

Budjana, who enjoys life, and a good laugh, said he named his book Gitarku: Hidupku, Kekasihku after his 22 guitars -- his girlfriends.

"I have too many guitars to call them my wives," he said.

Budjana's collection includes rare items like the Parker Fly Delux and the Klein electric guitar.

GIGI will perform in Jakarta on Jan. 11, but Budjana is also staying focused on his solo career.

"To perform solo concerts in cities around the country is my next target," he said.

[ Last edited byjf_pratama at 23-12-2007 11:12 AM ]

jf_pratama Publish time 23-12-2007 01:28 PM

TOP UP: Nidji Yang Masih Naik Turun

http://www.rileks.com/images/content/11980647290.jpg

SETAHUN terakhir, NIDJI menjadi rising-star di blantika musik Indonesia. Padahal di awal pemunculannya, band yang mengusung british-pop ini dituding menjiplak, Coldplay, Keane dan sederet band-band brit-pop lainnya. Apapun alasan dan tudingannya, NIDJI bergerak naik menjadi band baru yang diperhitungan.

Kini, band berawak Giring , Rama , Ariel , randy , Andro , dan Adri kembali dengan musikalitas yang dijanjikan lebih fresh dan menjanjikan di album kedua 'TOP UP'. Seperti apa?

Secara musikalitas, NIDJI lebih cerdik memanfaatkan sound-britisnya. Kemudian ornamen synthezer juga lebih terasa. Coba perhatikan single 'BIARLAH' yang jadi jagoan. Kabarnya, lagu yang dibuat dari pengalaman pribadi Giring ini sering dinyanyikan dengan emosional oleh Giring. Ornamen dance-nya lebih terasa, mengingatkan kepada penulis dengan single 'Disco Lazy Time' dalam versi yang temponya turun.

Mungkin yang rada menarik justru di lagu 'PULANG' yag terkesan jadul banget. Usut puya usut, NIDJI memang memasukkan sound-sound vintage supaya kesan lawasnya terasa. Lagu ini mengingatkan penulis pada cemprengnya lagu-lagu asli The Beatles. Cukup seronok dan membuat kita meleleh.

Mau dengar NIDJI yang rada kentang? Perhatikan single 'AKHIR CINTA ABADI'. Entah kenapa, lagu ini kok tedengar sangat cengeng, meski suara Giring terdengar makin menyayat dan matang sebenarnya. Tapi feeling penulis, single ini kalau dibuat klip, bisa jadi bakan melelehkan fans NIDJI. Lagu pasaran yang lumayan...

Overall , album ini punya progress di beberapa lagu, tapi juga penurunan tensi di beberapa lagu. Penurunan itu drastis, walaupun album ini bisa dibilang punya sound dan lirik yang lebih tajam.

[ Last edited byjf_pratama at 23-12-2007 12:29 PM ]

jf_pratama Publish time 23-12-2007 01:31 PM

Makhluk Tuhan Paling Sexy Ganti Nama, MULAN JAMEELA

http://www.rileks.com/images/content/11980664700.jpg

Jika Anda merasa asing dengan nama Mulan Jameela, hal ini sangat wajar. Wanita berdarah Sunda ini memang mengganti namanya dari Mulan Kwok sejak keluar dari Ratu dan memutuskan untuk bersolo karir.

Mulan, wanita berparas cantik kelahiran 23 Agustus 1979 ini memang sudah tidak asing lagi di dunia musik. Mulan yang sebelumnya dikenal sebagai personel Ratu dan pelantun tembang "Lelaki Buaya Darat" dan "Teman Tapi Mesra" ini akhirnya meluncurkan album solo pada awal tahun 2008 ini.

Karir bermusik Mulan dimulai sejak duduk di bangku SMA hingga sempat dua kali mengeluarkan album solo. Kemudian Mulan mulai sering bernyanyi di kafe (Bandung dan Jakarta) hingga akhirnya pada tahun 2005 Mulan bergabung dengan Ratu dan melejitkan karir bermusiknya.

Suara Mulan yang khas dan seksi menjadikan setiap lagu yang dinyanyikannya memiliki karakter yang berbeda. Coba saja simak lagu "Aku Cinta Kau dan Dia" yang beberapa kali dinyanyikan di televisi swasta.

Dhani Dewa yang menjadi produser album ini bahkan mengatakan suara Mulan sebagai,"The most beautiful singer alive". Ini menjadi modal yang cukup besar untuk membangkitkan semangat Mulan dan berkonsentrasi pada album solo ketiganya.

Album solo Mulan ini diberi judul sama dengan namanya (selftitled album), memang album ber-genre Pop Rock ini berisikan sepuluh lagu pop rock yang seksi.

Di album ini Mulan menyanyikan lima lagu baru dan lima lagu dengan aransemen baru seperti lagu "Musnah" yang dipopulerkan oleh Andra & The Backbone dan Mr.Big "Green Tinted Sixties Mind".

[ Last edited byjf_pratama at 23-12-2007 12:33 PM ]

jf_pratama Publish time 23-12-2007 01:35 PM

Pesta Dangdut Terdepan, AMI Dangdut Awards

http://www.rileks.com/images/content/11979768381.jpg

Mengusung tajuk Pesta Dangdut Terdepan, AMI Dangdut Awards I, siap digelar pada tanggal 23 Desember 2007 mendatang. Mengambil tempat di Teater Tanah Airku, menurut rencana akan disiarkan langsung oleh TPI.

"Setelah tertunda hampir +/- 3 bulan lamanya, Alhamdulillah, di tengah kesibukan teman-teman musisi dangdut, malam apresiasi AMI Dangdut Awards bisa terwujud, dan Insya Allah akan tayang secara `live` pada tanggal 23 Desember mendatang, "kata Tantowi Yahya, Ketua Umum YAMI ( Yayasan Anugerah Musik Indonesia -- red) kepada rileks.com usai acara temu wartawan AMI Dangdut Awards, Senin, 17/12-2007.

Ajang penghargaan yang kali baru pertama di adakan ini, memang dikhususkan untuk insan musik dangdut sebagai bagian dari upaya mengakomodasi perkembangan pesat dan munculnya pendatang-pendatang baru yang terus terjadi di pentas dangdut.

"Dalam dunia pentas atau pertunjukkan, dangdut memang berhasil, tetapi dari sudut industri rekaman atau recording ? dangdut memang mati suri. Saat ini kalau manggil (nanggap) artis dangdut enggak mudah loh," katanya kepada rileks.com.

Jangan lihat dari kesuksesan dangdut di dunia pentas atau pertunjukkan, lanjut Tantowi. Karena justru pangsa pasarnya memang sangat booming dan luar biasa. Hampir semua stasiun televisi memiliki program acara dangdut, karena demandnya memang sangat besar, tegasnya.

Kondisi musik dangdut saat ini sendiri diakui oleh Tantowi sangat memprihatinkan. Sudah hampir 5 tahun ini sepi rekaman dan tidak pernah ada karya atau album dangdut yang cukup baik. Semua serba tidak jelas dan penjualannya pun merosot drastis dari tahun ke tahun lantaran kejahatan pembajakan.

揗eski dibajak habis-habisan, artis dangdut ternyata tetap bertahan hidup. Nilai jual dangdut tetap berfungsi tinggi di panggung rakyat dan program musik layar kaca. Tambahan lagi, kontes bakat muda pedangdut bermunculan di program tayangan televisi dan jadi pusat perhatian publik, contohnya seperti di TPI dengan kontes dangdut KDI,

jf_pratama Publish time 23-12-2007 01:51 PM

Malaysian singer opts for Indonesian pop sensibility
Astrid Wibisono, The Jakarta Post, Jakarta

Amid the coarse intrigue between neighboring Indonesia and Malaysia in traditional songs' copyright and origin, an artist dares to combine artistic values between both countries yet still cite the origin of the intellectual copyrights.

Anuar Zain, a 37-year-old Malaysian male singer, did not hesitate to dig money out of his own pocket to satisfy his artistic desire: to have Indonesian arrangers set the foundation of his songs. "Enjoy Music Without Prejudice" is printed on the inner sleeve of his record.

The singer said that he wanted to make a unique album by leaving behind his Malaysian tone of his previous albums and presenting songs with authentic Indonesian pop songs.

"I really like Indonesian pop music with full string instruments and poetic lyrics and I wanted those kind of songs in my new album. Because of that, I worked with Indonesian composers and arrangers to perfect my album."

Zain, who reckoned that it was hard to find Malaysian singers to sing non-Malaysian songs in his country, said he would be the first singer to achieve that with his album.

Numerous Indonesian composers have worked on his release, which took an entire year to complete. "Almost all of the songs were arranged by Indonesian arrangers, such as Andi Rianto, Tohpati, Numata, Irwan Simanjuntak, and DJ Sumantri. Only one song was arranged by Malaysian arranger."

Zain said he chose those Indonesian musicians because of their great stature. "I had listened to several Numata's songs and I fell in love with their songs, which have great melodies and lyrics."

He added that he was pleased to work together with creative and sincere Indonesian musicians. "They all worked for the songs' perfection, not only for the money. And they gave their best creativity in my album."

However, Zain also needed some time to build good relation with the neighboring musicians. "In the six-month introduction process, I had to come to Indonesia intensively to meet the composers and arrangers."

Zain had to spend much his own money to support his collection production. "Honestly, I have spent a lot of money for this album considering the participation of famous Indonesian composers and arrangers and it is all from my own wallet."

He added that the total money that he had allocated was in proportion to his collection's quality. "The total of my album's costs is not meaningful compared to my satisfaction for this album. I always want to make progress when I launch my new collection like now. I think this album is my best album so far despite the controversy of it in my country," Zain said.

"Malaysian people thought that I worked with Indonesian musicians because I didn't trust Malaysian composers to accomplish this collection. But it is not true. Music is universal, so wherever it comes from, if it has a good quality, it must be appreciated."

His third album, which is his debut in Indonesia, will be released in January. Zain's new album has sold 21.000 copies in Malaysia in two months.

"Firstly, I never thought to sell my album in Indonesia but when I worked with Numata, they told me that I had a chance to sell my album here. So I challenge myself to compete with Indonesian pop singers."

Zain expects his collection to be accepted by Indonesian pop fans despite all of the diplomatic quandary between Indonesia and Malaysia. "I have a selling target in Indonesia considering this album is my debut here. But I hope Indonesian pop enthusiasts will accept my creation."

He also commented on the tension between Indonesia and Malaysia regarding copyright issues. "I don't take sides in this problem, but I think the copyright of a country's culture is a sensitive thing and it should be settled in court."

[ Last edited byjf_pratama at 23-12-2007 12:52 PM ]

jf_pratama Publish time 30-12-2007 12:06 PM

Sukses di Tengah Keseragaman
DAHONO FITRIANTO

Sepanjang tahun 2007 dapat dikatakan tak ada hari tanpa mendengar lagu-lagu Ungu. Entah itu di radio, di mal-mal, di lapak-lapak penjual CD bajakan, di dalam bus kota, hingga di layar televisi.

Tak sekadar MTV atau acara-acara musik TV lainnya yang menayangkan Ungu, baik video klip maupun penampilan langsung. Sinetron-sinetron yang ditayangkan pada jam prime time pun dihiasi lagu-lagu Ungu sebagai soundtrack atau lagu temanya. Tercatat paling tidak ada enam judul sinetron produksi 2007 yang dihiasi lagu-lagu Ungu dari dua album terakhirnya, Para PencariMu dan Untukmu Selamanya.

Jajak pendapat Kompas yang dilangsungkan di 33 ibu kota provinsi se-Indonesia tanggal 14-16 April dan 1-3 Desember lalu menunjukkan Ungu berada di puncak daftar band-band paling dikenal dan digemari masyarakat. Radio juga masih rajin menyiarkan lagu-lagu Ungu. "Ungu masih masuk kategori heavy rotation. Dalam satu hari, lagu-lagunya bisa kita putar 3-4 kali," ungkap Bhita Herwantri, music director i-Radio, radio yang khusus memutar lagu-lagu Indonesia.

Puncak?

Kesuksesan Ungu ini mengingatkan pada fenomena sukses Peterpan (2004-2005) dan Radja (2005-2006). Sejauh ini sejarah membuktikan, periode-periode tersebut adalah puncak pencapaian masing-masing band. Popularitas Peterpan maupun Radja mulai surut setelah melalui puncak itu. Jadi, sudahkah 2007 menjadi puncak Ungu?

"Kami sih merasa belum sampai puncak. Masih banyak yang ingin kami coba, dan kami tak ingin buru-buru sampai di puncak," tandas Makki O Parikesit (36), pemain bas dan salah satu pendiri Ungu dalam wawancara dengan Kompas, pertengahan Desember.

Apa sebenarnya kunci sukses Ungu? Apa yang membuatnya berbeda dibandingkan band- band lain segenerasinya sehingga popularitasnya bisa melejit sedemikian rupa?

Menurut Bhita, diterimanya lagu-lagu Ungu di masyarakat berkaitan dengan kondisi masyarakat Indonesia sendiri dewasa ini. "Orang Indonesia kebanyakan saat ini hidupnya sudah susah, jadi mereka butu* hal-hal yang lebih mudah diterima, simpel, apa adanya, dan sedikit banyak mewakili apa yang terjadi dalam hidup mereka. Nah, itu semua terwakili oleh Ungu," ungkapnya.

Mudah

Secara musik, ia melihat tak ada yang istimewa dari musik Ungu. "Rumusannya klasik. Memiliki intro yang catchy梞enarik perhatian dan lagunya secara keseluruhan mudah dinyanyikan," tutur Bhita.

Kombinasi faktor-faktor itu dengan intensitas paparan yang tinggi lewat pemakaian soundtrack di sinetron membuat lagu-lagu Ungu seolah merasuk ke dalam kehidupan masyarakat. "Lagu dan sinetron posisinya paralel. Bisa saling mendongkrak popularitas. Lagu yang sering didengar, biasanya lebih sering terangkat," katanya.

Bahwa kemudian ada banyak band lain yang musiknya serupa dengan Ungu, tetapi tidak meraih popularitas yang sama, menurut Bhita, di situlah ada faktor X yang tak sepenuhnya bisa dirumuskan. "Mungkin masyarakat kita memang lagi enggak butu* sesuatu yang fresh. Yang penting gampang, enak, dan enggak bikin stres. Enggak usah susah-susah," tutur Bhita.

Bagi personel Ungu sendiri, salah satu faktor utamanya adalah soal waktu. Menurut vokalis Ungu, Pasha, mereka saat ini punya sesuatu yang sedang ingin didengar orang. "Kami ingin mengembalikan musik ke fitrahnya, yakni yang enak didengar orang. Jangan dengar musik malah bikin orang mikir," tutur pria bernama asli Sigit Purnomo ini.

Formula

Kiat lain agar Ungu diterima lebih lama di hati penggemarnya adalah dengan mempertahankan corak dan gaya musik yang telah membuat mereka sukses selama ini. Salah satu alasan band-band lain tak bertahan lama di panggung popularitas, menurut Pasha, adalah terlalu cepat bereksperimen mengubah warna musik. "Kami menemukan formula yang kami pakai saat ini pada album 扢elayang

Shamanz Publish time 31-12-2007 07:21 PM

maaf ya pak bukan citarasa ku:lol:

ahmad_dhani91 Publish time 1-1-2008 12:12 AM

indon aku minat dewa 19 ngan andra & the backbone jer:) :) :)

ngan melly goeslow:loveliness: :loveliness: :loveliness:

jf_pratama Publish time 1-1-2008 07:35 PM

Dewi Dewi: Malaysia Target Tahun Baru
Senin, 31 Desember 2007
http://office.indonesiaselebriti.com/images/berita/berita0912937420071231165115.jpg                          
                          Tahunbaru memang menjadi ancang-ancang baru untuk memulai sesuatu dari awal.Begitu juga dengan Dewi Dewi yang mengincar Malaysia.
Suksesmengobati para pecinta musik Indonesia dengan dokter cinta. Lewat albumkedua yang rencannya akan akan dirilis tahun depan. Trio wanita seksiini akan mencoba keberuntungan di negeri jiran, Malaysia.

"Kitapilih Malaysia karena di samping dekat juga taste musik mereka samadengan kita jadi kemarin kita ke sana untuk promo album yang akandatang, coba keberuntungan gitu," ungkap Ina,

"Kita optimis kokkalau musik kita bisa diterima penikmat musik di sana karena merekaappreciate banget waktu kita perform," Tambahnya ketika di gedung JCC,Senayan.

Sementara itu, dewi Dewi mengakui, sambutan yangdiberikan publik Malaysia kemarin dan masyarakat Indonesia Umumnya tiapkali mereka tamkpil menjadikan mereka lebih bersyukur dan terdoronguntuk memberikan terobosan baru tiap kali manggung.

"Pokoknyakami selalu mengeksplor segala kemampuan untuk bisa maksimal memberiyang terbaru dan terbaik untuk masyarakat. Dan untuk tahun 2008 kamiakan memberi inovasi baru dari musik, kostum maupun performance yangkita bawa sehingga lebih variatif," Papar Puri.

Tak dapatdisangkal memang kekompakan dan penampilan mereka bagi satu grup memangharus dijaga dan untuk hal tersebut tiap personil Dewi Dewi selalumengedepankan grup dari kepentingan pribadi.

"Intinya kita harussaling pengertian dan bisa mengesampingkan ego pribadi dan membuangjauh hal-hal yang bisa merusak kesolidan," Tutur Tata yang sekaligusdiamini oleh kedua rekannya. (swh/indoseleb)

MEGASATRIA Publish time 5-1-2008 07:10 PM

offtopik...apa berita terbaru tentang vokalis idola ku Achmad Albar God Bless..?bila kes nya akan dikemukakan dimahkamah..?

jf_pratama Publish time 13-1-2008 10:49 AM

11 Januari, Pembuktian GIGI
DAHONO FITRIANTO

Fenomenal. Itulah kata yang tepat menggambarkan konser tunggal GIGI, "Peace, Love, 扤 Respect", di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, hari Jumat (11/1) malam. Meski sempat diwarnai kontroversi, konser ini memberi catatan tersendiri bagi sejarah musik Indonesia.

GIGI menggelar konser tunggal ini secara mandiri tanpa campur tangan pihak lain. Konser yang menghabiskan biaya produksi sekitar Rp 600 juta ini dikonsep, dirancang, digarap, dan dibiayai sendiri oleh para personel GIGI dan manajemennya, Pos Entertainment. Sesuatu yang langka di tengah pekatnya nuansa komersiol industri musik Tanah Air saat ini.

Hingga detik terakhir tak ada satu pun sponsor yang siap mendukung hajatan besar ini. Menurut Dhani Wijanarko, Managing Director Pos Entertainment, sponsor beralasan waktu penyelenggaraan terlalu dekat dengan masa tutup buku. "Sementara kami tak bisa mundur dari momentum tanggal 11 Januari," ujar manajer GIGI sejak tahun 1995 yang akrab dipanggil Dhani Pete ini.

Pemilihan tanggal konser memang sengaja disamakan dengan judul lagu hit terbaru GIGI, 11 Januari. "Awalnya mau digelar Agustus tahun lalu, tetapi kami belum siap. Terus mau diundur Desember, tetapi melihat lagu 11 Januari diterima masyarakat, kami putuskan untuk menggelarnya pada 11 Januari," tutur Armand Maulana, vokalis GIGI sejak band itu berdiri 1994.

Yogya bersejarah

Rencana semula konser akan digelar di Jakarta, tetapi kemudian dipindah ke Yogyakarta dengan berbagai alasan. Salah satunya, menurut Armand, Yogyakarta memiliki arti spesiol dalam sejarah sukses karier GIGI. "Saat kami pertama berdiri 1994 lalu, Yogya adalah pentas pertama kami di luar kota (Jakarta). Dan kami mendapat sambutan antusias dari masyarakat Yogya," tuturnya.

GIGI pun memiliki ambisi untuk "mendidik" pencinta musik Indonesia agar lebih menghargai karya musik anak negeri dengan membayar tiket saat nonton konser. Untuk itu, pada konser kali ini mereka tegas menetapkan tak akan membuka pintu bagi penonton yang tak memiliki tiket.

"Kebiasaan di Yogya yang kami tahu, pintu tempat pertunjukan selalu dibuka setelah lagu keempat untuk membiarkan orang yang tidak punya tiket masuk. Kami ingin mengubah itu. Kami ingin tunjukkan bahwa masyarakat sebenarnya bisa diajak menghargai karya anak bangsa," papar Armand.

Meski sempat dicap terlalu ambisius dan tak realistis dengan kondisi masyarakat Indonesia, terbukti 15.000 tiket, yang dijual seharga Rp 10.000 per lembar, habis terjual sebelum hari H. Sisa 700 lembar tiket yang dijual di tempat pertunjukan habis empat jam sebelum konser dimulai.

Penuh sesak

Namun, peminat konser itu ternyata jauh melebihi jumlah tiket yang dicetak. Hingga konser dimulai pada pukul 20.30, penonton hanya mengisi kurang dari separuh kapasitas stadion. Akan tetapi, di luar stadion, puluhan ribu manusia berdesak-desakan di depan satu-satunya pintu masuk yang tersedia. Mereka minta diizinkan masuk tanpa tiket.

Saat keadaan mulai tak terkendali dan barikade polisi sudah tak mampu lagi mengendalikan massa, mereka mengalir masuk, membanjiri lapangan dan tribun penonton. Seketika, seluruh stadion penuh sesak.

Hingga satu jam setelah konser dimulai, penonton masih mengalir masuk. Diperkirakan ada sekitar 50.000 manusia menonton penampilan GIGI malam itu.

Para penggemar setia band tersebut rela melakukan apa saja untuk dapat menyaksikan idolanya beraksi. Novianto (19) dan Agus (17), dua anak muda dari Imogiri, Bantul, terlambat datang ke stadion dan kehabisan tiket. Mereka kemudian nekat memanjat pagar dan dinding beton stadion setinggi sekitar 8 meter untuk dapat duduk di tribun penonton. "Ya, apa pun dijalani, Mas, wong kami ini penggemar berat GIGI," ujar Novi sambil tersenyum.

Sebagian lain datang untuk sekadar terlibat dalam keramaian di tempat itu. Para penggemar Slank dan Iwan Fals, misalnya, dengan penuh semangat mengibarkan bendera Slank dan Oi di depan panggung, bergabung dengan para GIGIKITA (sebutan untuk fans GIGI) dari Yogyakarta maupun kota-kota yang jauh, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Malang, hingga Makassar.

"Saya sih lebih suka PAS Band daripada GIGI, Mas. Kita ke sini pengin lihat rame-rame-nya saja," ujar Adi (28), yang bersama tiga temannya datang dari Sleman tanpa tiket dan ikut berdesakan mendobrak barikade polisi di depan pintu masuk.

Total

Dari segi pertunjukan, GIGI tampil total dengan menggelar panggung berukuran besar dilengkapi backdrop dua layar multimedia dan dua layar proyektor raksasa di kanan-kiri panggung. Meski kualitas sistem suara kurang memuaskan, mereka membawakan sekitar 30 lagu dari album pertama hingga album ke-10, Peace, Love, 扤 Respect (2007), termasuk tiga penampilan solo dari Dewa Budjana (gitar), Gusti Hendy (drum), dan Thomas Ramdhan (bas).

Pertunjukan dibuka dengan rekaman lagu kebangsaan Indonesia Raya versi instrumental, yang langsung dinyanyikan bersama-sama oleh seluruh penonton. Tepat setelah Indonesia Raya, kembang api warna-warni meluncur dari belakang panggung, meledak serentak di langit Yogya, diikuti intro lagu Pesta dari album Dunia (1995), yang disambut gemuruh histeris massa di depan panggung.

Budjana mengatakan, konser ini menjadi perwujudan idealisme GIGI untuk membuktikan bahwa mereka bisa tampil total tanpa dukungan musisi tambahan dan sequencer, dan tetap diminati penonton tanpa embel-embel gimmick, seperti bintang tamu. "Kami ingin selalu bikin terobosan. Membuat sesuatu yang baru dan beda. Itu yang membuat kami akan tetap eksis," tandas gitaris asal Klungkung, Bali, ini.

Konser Peace, Love, 扤 Respect sempat terancam batal karena para suporter klub sepak bola PSIM keberatan stadion kandang tim favoritnya digunakan untuk kegiatan di luar sepak bola. Kelompok suporter bernama Brajamusti ini khawatir lapangan akan rusak untuk persiapan panggung dan diinjak-injak ribuan penonton. "Mereka protes ke kami, padahal salah alamat. Mereka seharusnya protes ke pemerintah, mengapa tidak membangun tempat khusus untuk pertunjukan musik seperti ini sehingga kami tak harus menggunakan lapangan sepak bola," ungkap Dhani Pete.

[ Last edited byjf_pratama at 13-1-2008 09:51 AM ]

jf_pratama Publish time 20-1-2008 05:37 PM

The Brandals:Mengusung Tema Realita Indonesia

http://www.suarapembaruan.com/News/2008/01/20/Musik/20branda.gif

Nama The Brandals mungkin sudah tidak asing lagi, khususnya bagi para remaja. Bukan hanya karena lagu-lagu mereka, 100 km/jam, dan 24 Lewat yang menjadi hit, tetapi juga karena kemunculan mereka dalam film Lovely Luna yang ikut mendobrak kepopuleran kelompok, yang memadukan unsur blues sway, punk rock stomps, dan rockabilly rolls dalam bermusik.

Kelompok yang beranggotakan Rully (penabuh dram), Bayu (gitar), Tonny (gitar), Doddy (bas), dan Eka (vokalis) ini awalnya menggunakan nama The Motive. Saat itu, vokalis The Brandals masih Edo. Karena jam kesibukan yang berbeda dengan Edo, The Brandals pun merekrut vokalis baru, Eka.

Setelah dua tahun terbentuk, kelompok ini berhasil merampungkan karya-karya musik mereka dalam satu album yang diberi judul The Brandals. Album pertama mereka ini diproduksi Circus Record dan sukses terjual hingga 17.000 kopi dalam bentuk kaset dan CD.

Selang dua tahun kemudian, The Brandals kembali menelurkan album kedua mereka berjudul Audio Imperialist. Album yang diproduksi Flystation ini mencapai angka penjualan album sebanyak 15.000 kopi. Kini, setelah tujuh tahun terbentuk dan mondar-mandir pindah label, The Brandals kembali menyuguhkan pendengar setianya lewat album ketiga mereka Brandalisme. Album yang dirilis November 2007 itu diproduksi Aksara Record. Tony menyebut album terbarunya ini sebagai pengkristalan The Brandals dari dua album sebelumnya.

Album ini tak banyak berubah dari sisi musik The Brandals. Mereka tetap konsisten mengusung musik-musik yang menceritakan kondisi riil Indonesia, terutama Jakarta. Hanya saja, Brandalisme lebih berani menyuarakan pemberontakan terhadap apatisme dan mengajak penggemarnya untuk peduli pada lingkungan.

"Melihat kota Jakarta keseharian, inilah dunia kami. Kami mencoba menyuarakan musik-musik yang mengajak masyarakat lebih peduli terhadap lingkungan. Posisi kami sebagai musisi dan didengar, memiliki keuntungan lebih untuk mengangkat realita Jakarta," tutur Eka ketika ditemui SP usai hearing session untuk single ke-2 dari album ketiga mereka di Aksara Record, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (9/1).

Meski demikian, Eka tidak menyalahkan musisi lain yang mengangkat tema cinta dalam karya musik mereka. Lagu bertemakan cinta, sambung Eka, lebih bersifat personal. Selain tidak memiliki kemampuan menciptakan lagu-lagu cinta, Eka mengaku, enggan menyia-nyiakan kemampuannya bermusik hanya untuk menyuarakan cinta.

Hal serupa juga disampaikan Tony. Menurut dia, musik yang diusung kelompoknya merupakan wujud kepedulian terhadap urban, lingkungan, Jakarta dan seluruh kota-kota di Indonesia.

"Musik Brandals adalah bentuk kecintaan kami terhadap Indonesia, terutama Jakarta, tempat kami dilahirkan dan tumbuh. Kami coba menggambarkan Jakarta dan mudah-mudahan dengan adanya musik kami, lingkungan Jakarta akan lebih baik dari hari ini," ujar pemilik nama lengkap Tony Dwi Setiaji.

Tergugah

Kesemrawutan Jakarta, sebagai tempat penampungan seluruh jenis manusia dari berbagai penjuru daerah dituangkan The Brandals dalam lagu-lagu mereka. Bahkan, kelima pemuda ini pun tak segan-segan menyuarakan lagu-lagu berbau politik. Seperti dalam lagu Janji 1000 Hari. Lagu tersebut dibuat ketika pemilihan kepala daerah DKI Jakarta digelar. Ketika itu, The Brandals tergugah menciptakan sebuah lagu yang menggambarkan kondisi politik Jakarta.

Dalam berkarya, para personel The Brandals lebih memilih mengetuk satu per satu pintu label rekaman untuk menawarkan karya mereka daripada bernaung di bawah satu label besar yang mereka yakini akan mengotak-atik karya mereka. Dalam bermusik, mereka memang tidak mau kompromi.

"Kami lebih memilih indie label karena kami ingin mereka menawarkan musik kami pada pendengar, bukan mereka (label rekaman) yang menawarkan kemauan pasar pada kami. Kami pemberontak, kami tidak suka diatur, begitu pun dalam bermusik," ujar Tony.

Dengan indie label, The Brandals bebas menentukan musik mereka. Seluruh personel memiliki keterlibatan langsung dalam proses pengerjaan setiap album, dari materi mentah hingga menjadi album. Meski demikian, Tony tidak menutup kemungkinan jika label mayor memberi kesempatan memproduksi album The Brandals.

"Kami mau dengan major label sebatas promosi album. Lebih dari itu kami menolak. Kami tidak mau menjual diri kami, musik kami, demi major label. Apa yang kami miliki ini, tidak bisa dibeli dengan rupiah," tutur Tony.

[ Last edited byjf_pratama at 20-1-2008 04:41 PM ]

~boolean Publish time 21-1-2008 07:44 PM

pening nyah nak pahamkan artikel ni semua....:L :L

tapi kan malaysia ni yg betul2 'jadi' cuma dewa, kris dayanti...

ungu, nidji, peterpan...awal2 je laku...akhirnya jadik macam sheila on 7.. peminat dah x de...

tapi most of my indo frens kat m'sia ni ramai x suke dewa, especially dhani...dewa tu x popular ke kat sana...:L :L

jf_pratama Publish time 22-1-2008 05:29 PM

Grup Indie Indonesia Jadi Band Promo Heroes 2

JAKARTA (SINDO)

ahmad_dhani91 Publish time 23-1-2008 05:50 PM

Reply #373 ~boolean's post

kris dayanti pong cam dah suam2 kuku kat sinih:( :( :(

dewa 19 jer ler.....:( :( :D

skang nama rossa dah naik:) :) :)melly goeslow dah turun tapi lagu2 dier yang pwng lain bawak banyak yang naik

andra & the backbone x naik:( :( :(mungkin second album kotttttt:loveliness: :loveliness: :loveliness:

jf_pratama Publish time 25-1-2008 04:39 PM

Ahmad Dhani: Searching for talent with a killer instinct
Virania Munaf, The Jakarta Post, Jakarta

Amid tabloid rumors surrounding his marriage, musician and producer Ahmad Dhani is gaining respect as a talent scout.

Famous for his musical ingenuity, eccentric personality and bluntremarks, the 35-year-old first appeared on the music scene in 1992 whenhis band, Dewa 19, debuted.

The band has since released eight albums and won a number of awards inmajor categories such as best song, best group and best album,including the prestigious Angurah Musik Indonesia.

When asked how he had been occupying his time lately, Ahmad answered with his trademark smirk, "signing papers".

He said he spent most days developing budgets and balancing the books.

Yet Ahmad doesn't take himself too seriously. "I am more of a talent scout than a businessman," he said.

While many aspects of the music industry are glamorous, Ahmad is just as happy in business.

"I haven't received formal training in either profession. Whether it'sdoing business or composing songs, I call it 'learning by doing'."

He founded Republik Cinta entertainment agency in early 2007.

One of the reasons why he decided to be a talent scout and band managerwas that he could support musicians without compromising his integrity.

"This particularindustry is very appealing to me because there is no such thing aspiracy in the band management industry. Whereas, if I developed otherbusinesses, such as setting up a record company, I would have to dealwith piracy and I'd rather not," he said.

As a scout, Ahmad relies on his gut instinct about what makes uptalent. He is not looking for particular characteristics but is moreinterested in how a musician is developing their career.

He said he had no secret marketing strategy for his clients but did help them cultivate fresh new sounds and images.

"A bad boy image is essential for a male rock singer. It's a given.Mick Jagger would not be where he is today if he did not fool aroundback then," Ahmad said.

"In Republik Cinta, I put more effort into fostering the quality of myartists' music, which they continue to cultivate. A high qualityproduct sells easily," he said.

Ahmad said all of the musicians under his management had struck a balance between quality and marketability.

"Unfortunately, the Indonesian music market is becoming increasinglymore fragmented and the quality of the music is suffering. The marketdemands fast-food music -- light, easy and cheesy," he said.

"My artists are commercial but not cheesy. They have the quality and dignity that is missing in many Indonesian artists."

Ahmad then listed a number of top Indonesian artists such as formerDewa 19 vocalist Ari Lasso and Melly Goeslaw, dismissing their work ascheesy.

"They are here only to sell. There is absolutely no punch in their music!" he said.

Concerned about the decreasing demand for good quality music, Dhaniwent looking for a smart but easy way of making a profit. One of hisways is "recycling" his music. Artists under the Republik Cintamanagement, such as Mulan Jameela and Dewi Dewi, have already includedsome of his songs in their albums.

The trio Dewi Dewi has seven popular Dewa songs on their 12 track album Recycle+, while Mulan Jameela included five "recycled" songs on her self-titled 10 track album.

"I see it like this," Ahmad explained, "If my songs are my horses, I want to push them to their limits."

The decreasing demand for good quality music, according to Dhani, is not only an Indonesian phenomenon.

"The taste of the global music market is getting worse and worse. Thisis happening because the condition of the world is also deteriorating. Indirectly, I think it influences the taste of youngsters and those wholisten to Dewa," he explained.

This is what inspires his vision in life.

"I just want to introduce good things to Indonesia, to the world. Right now, I want to keep bringing good music to Indonesia," Ahmad said.

[ Last edited byjf_pratama at 25-1-2008 03:44 PM ]

jf_pratama Publish time 25-1-2008 11:55 PM

http://www.rileks.com/images/content/12010736690.jpghttp://www.rileks.com/images/content/12010739290.jpg

Album 'MAYLAFFAYZA' -- Pencerahan Musikal

MESKI CUKUP lama masuk di dunia hiburan di Indonesia, khususnya musik,"pengakuan" seorang Maylaffayza sebagai seorang musisi, rasanya kokmasih "setengah-setengah" saja. Sebagai seorang solo-violonis, Fay--begitu sapaannya-- sepertinya masih 'tertatih-tatih' menempatkandirinya supaya benar-benar diakui.

Kegelisahan itulah yang kemudian membuat cewek bernama lengkap Maylaffayza Permata Fitri Wigunamelakukan "kenekatan" dengan membuat albumnya sendiri. Secaramusikalitas, album self-titled ini merupakan "sekresi" yang sudah lamaditahannya. Bahkan untuk menggarap album ini, Fay perlu waktu tigatahun lebih untuk mendapatkan "soul" yang pas.

Bicara albumyang baru saja rilis ini, kita memang dibawa pada satu pemahaman bahwamusik sebenarnya bisa berdirisejajar dengan musik apapun dan alat musik apapun yang lebih populer.Dan seorang Maylaffayza pun punya peluang untuk masuk ke industri yangternyata "masih kejam" untuk musisi perempuan seperti dia.

Ah,lupakan sejenak soal "kekejaman" itu, tapi apa yang diledakkan Fay dialbum solonya ini, mungkin bisa "mengejutkan" tapi bisa juga dianggap"biasa-biasa" saja. Yang jelas, Fay benar-benar nekat menumpahkan semuatalenta bermusiknya di album ini.

Di album ini, Fay tetap menonjolkan imej violonis yang memangdiingininya. Fay menyelipkan ornamen hip-hop, R&B dan tradisional.Ada lima lagu yang dinyanyikan, dan lima lagu lagunya benar-benarinstrumental saja. Fay juga menyelipkan lagu 'Bungong Jeumpa' dariAceh. tapi jangan berharap dominan dengan warna-warni tradisional yangketa. Fay membebaskan interpretasinya dengan membuat lagu ini lebihdinamik. Selebihnya adalah lagu-lagu yang dibuat dan dikemasnya dengan taste yang lebih megah.

Muridmaestro biola Idris Sardi ini juga tak 'lupa kacang pada kulit'menyertakan sang guru membantu di beberapa lagu. Hasilnya? Kalau sampaikita merasa tidak mendapatkan pencerahan musikal, berarti kita memangsudah sangat teracuni oleh musik yang sekarang jadi trend..

jf_pratama Publish time 26-1-2008 12:00 AM

http://www.rileks.com/images/content/12009870160.jpg

MERPATI Band: Peselingkuh Yang Cerewet

BAND INI muncul, ketika banyak pengamat dan sebagian penikmat,憁encaci-maki

jf_pratama Publish time 27-1-2008 10:25 AM

OST "Ayat-Ayat Cinta" - Sinergi Musik dan Film
Susi Ivvaty

Film 擜yat-ayat Cinta

jf_pratama Publish time 3-2-2008 08:46 PM

OST Ayat-Ayat Cinta (2007)

http://upload.indomp3z.us/pics/imz07XL56n81199064092.jpg


Tracklist :

1. Rossa - Ayat-Ayat Cinta
2. Sherina - Jalan Cinta
3. Rossa - Takdir Cinta
4. Ungu - Tercipta Untukku Ft. Rossa
5. Ungu - Andai Ku Tahu
6. Music Scoring - Opening Scene
7. Music Scoring - Letter From Noura
8. Music Scoring - Thalagi
9. Music Scoring - The Basket
10.Minus One - Ayat-Ayat Cinta
11.Minus One - Jalan Cinta
12.Minus One - Takdir Cinta

Download:http://rapidshare.com/files/80878893/ND_Ost_Ayat_Ayat_Cinta.rar

[ Last edited byjf_pratama at 3-2-2008 09:11 PM ]
Pages: 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 [19] 20 21
View full version: KUMPULAN BERITA MUSIK INDONESIA PALING ANYAR


ADVERTISEMENT